Aceh Besar, IAINews – Materi tentang Optimalisasi Terapi Berdasarkan Ritme Sirkadian yang disampaikan oleh apt. Rahmat Hidayat, S. Farm., M.Sc. menarik perhatian peserta Workshop Jeumpa, 12 Oktober 2025 yang lalu. Workshop Jeumpa diadakan oleh Himpunan Seminat Farmasi Rumah Sakit Ikatan Apoteker Indonesia Pengurus Daerah Aceh (Hisfarsi PD IAI Aceh). di Hotel The Pade, Aceh Besar. Workshop ini diikuti oleh 223 peserta dari berbagai daerah di Indonesia.
Dipandu oleh moderator Dr. apt. Meutia Faradilla, M.Si, dalam pemaparannya apt. Rahmat Hidayat mengawali dengan penekanan pentingnya apoteker bertugas menjelaskan alasan obat digunakan kepada pasien dengan sebaik dan selengkap mungkin. Ia juga menekankan pentingnya mendengar dan menyimak keluhan serta cerita pasien agar pemberian informasi obat dan edukasi tentang pengobatan bisa tepat sasaran.
Materi Optimalisasi Terapi Berdasarkan Ritme Sirkadian ini memberikan informasi tambahan bagi para apoteker yang hadir tentang pengaruh ritme sirkadian terhadap waktu pemberian obat. Ritme sirkadian, yang dipengaruhi oleh paparan sinar matahari, menentukan kondisi optimal protein endogen diproduksi di dalam tubuh manusia. Kadar protein endogen, baik hormon maupun neurotransmiter, yang optimal ini akan menentukan seberapa baik kondisi farmakokinetik dan efektivitas suatu obat ketika diminum oleh pasien.
apt. Rahmat Hidayat menyajikan beberapa contoh obat yang penyerapan dan kerjanya jauh lebih baik diminum di pagi hari. Sebagai contoh, beberapa obat hipertensi tidak dapat diberikan secara merata di pagi hari.
“Apoteker harus mengetahui jenis hipertensi yang dialami oleh pasien. Terdapat dua jenis hipertensi, yaitu dipping dan non-dipping. Pada kondisi hipertensi jenis dipping tekanan darah pasien akan turun di malam hari, sementara pada kondisi non-dipping, tekanan darah pasien di malam hari tetap tinggi,” jelas Rahmat yang kerap disapa Mr. Matt ini.
Bila pasien datang pada apoteker dengan obat hipertensi, ada baiknya ditanya terlebih dahulu apakah pasien mengukur tekanan darah secara rutin di rumahnya dan mencatat data tersebut. Bila apoteker mengetahui bahwa jenis hipertensi yang dialami adalah jenis dipping, maka obat bisa diberikan di pagi hari. Namun, apabila pasien mengalami hipertensi non-dipping, maka obat antihipertensi sebaiknya diberikan di malam hari.
“Karena pada pasien hipertensi jenis non-dipping, risiko terjadinya serangan jantung dan stroke akan tinggi terjadi di malam hari,” lanjut Rahmat yang juga dikenal sebagai “Apoteker Rahmato” di media sosial.
Sementara itu, pada pasien penyakit jantung yang mendapatkan obat golongan beta-blocker (contohnya propanolol atau bisoprolol), maka apoteker dapat memberikan arahan pada pasien untuk meminumnya di pagi hari. Alasannya adalah obat golongan ini menekan pelepasan melatonin yang penting untuk membantu seseorang tidur. Bila obat beta-blocker diminum di malam hari, maka pasien bisa mengalami kesulitan tidur atau insomnia.
Pengaruh ritme sirkadian pada pengobatan ini juga terjadi pada pasien diabetes yang diresepkan metformin. Bagi mereka yang diberikan metformin dalam bentuk sediaan yang dilepaskan secara tertunda atau jangka panjang, biasanya diminum satu kali sehari. Pemberian metformin ini bisa diberikan di malam hari, karena pada malam hari terjadi peningkatan kadar insulin dan meningkatnya pembentukan gula.
“Bagaimana dengan pasien diabetes yang menerima obat antidiabetes lain seperti dari golongan sulfonilurea seperti glibenclamide?” tanya Mr. Matt pada seluruh audiens.
“Pasien-pasien yang menerima obat antidiabetes seperti glibenclamide dan glimepiride dapat diberikan arahan oleh apoteker untuk meminum obatnya 15 menit sebelum makan pagi. Mengapa demikian? Karena obat dari golongan ini merangsang pelepasan insulin di dalam tubuh,” jelasnya, mengenai pengaruh ritme sirkadian saat konsumsi obat.
Akibatnya, perlu waktu bagi tubuh untuk menghasilkan insulin untuk mempersiapkan kerja insulin ketika asupan makanan masuk. Apoteker harus menyampaikan kepada pasien agar tidak minum glibenclamide atau glimepiride setelah makan, karena risiko penurunan gula darah drastis (hipoglikemia) meningkat dan bisa membahayakan kondisi pasien. Itu sebabnya apoteker perlu memahami konsep ritme sirkadian dalam pengobatan.
Bagi pasien yang mendapatkan simvastatin untuk menurunkan kadar kolesterolnya, obat ini dapat diminum menjelang tidur, karena ia akan bekerja menekan produksi kolesterol di dalam tubuh yang prosesnya berlangsung pada malam hingga dini hari. Namun, bila pasien mendapatkan obat kolesterol fenofibrate, obat ini tetap digunakan di dekat waktu makan. Mekanisme kerja fenofibrate adalah dengan cara meningkatkan lipolisis dan menurunkan kadar trigliserida.
“Pada kondisi lain, seperti pasien gangguan kejiwaan yang mendapatkan terapi obat antidepresan golongan SSRI seperti fluoxetine, sertraline, atau escitalopram, dianjurkan minum obat di pagi hari. Obat di golongan ini menyebabkan terjadinya insomnia pada pasien, sehingga bila diminum di malam hari, pasien akan kesulitan untuk tidur dan istirahat,” ulas apoteker yang kerap memberikan edukasi melalui media sosial tersebut.
Selain menyampaikan beberapa contoh obat yang dipengaruhi oleh ritme sirkadian, apt. Rahmat Hidayat juga menyampaikan beberapa contoh obat yang sebaiknya diminum pada kondisi tertentu. Sebagai contoh, obat yang diminum untuk gangguan lambung seperti antasida, antihistamine H2 (ranitidine), dan inhibitor pompa proton (lansoprazole) yang tidak bisa diminum secara bersamaan.
Menurut pemaparan apt. Rahmat Hidayat, antasida baik diminum saat terjadinya serangan akibat asam lambung yang meningkat.
“Antasida dapat diminum sebelum makan untuk mengatasi serangan, atau setelah makan untuk mencegah serangan berikutnya. Sementara itu, obat seperti ranitidine dapat diminum di siang hari untuk mencegah pelepasan protein histamin yang akan merangsang kenaikan produksi asam lambung,” jelas Rahmat.
Lansoprazole sendiri cukup diminum satu kali sehari, yaitu di pagi hari, untuk menghambat pelepasan asam lambung dari sel-sel parietal lambung.
“Mengapa cukup satu kali sehari? Karena lansoprazole memiliki waktu kerja yang panjang. Meskipun demikian, penggunaan lansoprazole tidak bisa hanya sementara. Manfaat lansoprazole baru bisa dirasakan secara efektif setelah digunakan selama 2-4 minggu,” Rahmat mengajukan pertanyaan sekaligus menjawabnya.
Sesi workshop tentang ritme sirkadian yang disampaikan oleh apt. Rahmat Hidayat ini menjadi sesi pembelajaran yang paling menarik karena memberikan pengetahuan yang lengkap bagi apoteker yang hadir tentang pentingnya update pengetahuan secara berkelanjutan. Pengetahuan dampak ritme sirkadian dengan cara pemberian obat yang disampaikan dalam Workshop Jeumpa ini diyakini dapat membekali para apoteker dengan pengetahuan penting saat kembali bertugas di instansi masing-masing.
Di akhir sesi, Rahmat berpesan pada para apoteker yang hadir untuk memiliki kemampuan menyimak dan berkomunikasi yang lebih baik dengan pasien. Bila apoteker memberikan pelayanan terbaik yang bisa ia berikan, pengetahuan yang runtut dan mudah dipahami oleh pasien, maka pasien bukan hanya patuh minum obat, tapi ia juga akan menghargai dan membutuhkan keberadaan apoteker dalam layanan kesehatannya.–
https://iainews.net/workshop-jeumpa-hisfarsi-aceh-asuhan-terapi-jantung/


















