SAMARINDA, IAINews – Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Samarinda (STIKSAM) kembali menunjukkan komitmennya dalam meningkatkan wawasan dan kompetensi mahasiswanya dengan menyelenggarakan Kuliah Pakar bertajuk ‘Peran Bioinformatik dan HKSA (Hubungan Kuantitatif Struktur dan Akitivitas) dalam Pengembangan Obat’.
Acara yang digelar di aula lantai 6 Kampus STIKSAM ini menghadirkan narasumber berkompeten di bidangnya, Dr. apt. Tri Widiandani, S.Si, Sp.FRS, dosen Fakultas Farmasi Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya. Kuliah pakar ini diikuti secara antusias oleh mahasiswa Program Studi S1 Farmasi STIKSAM semester 7.
Acara dibuka oleh Ketua STIKSAM apt. Supomo, M.Si yang dalam sambutannya menegaskan bahwa kuliah pakar ini merupakan langkah strategis untuk mempersiapkan mahasiswa Farmasi menghadapi disrupsi di bidang kefarmasian.
Saat ini dunia farmasi semakin mengedepankan pendekatan komputasi dan kecerdasan buatan.
Supomo menyatakan bahwa penguasaan terhadap bidang bioinformatika dan rancangan obat rasional bukan lagi sekadar pilihan.
Hal tersebut merupakan sebuah keharusan untuk mencetak generasi farmasis yang mampu berkontribusi dalam mewujudkan kemandirian obat nasional.
Pada akhirnya, kemandirian obat nasional akan mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor bahan baku obat.
Dr. apt. Eka Siswanto Syamsul, M.Sc., yang bertindak sebagai moderator dalam acara tersebut, membuka sesi dengan menjelaskan pentingnya topik ini bagi calon sarjana farmasi.
Ia menekankan bahwa dunia pengembangan obat telah mengalami revolusi signifikan, beralih dari metode konvensional ke pendekatan yang lebih canggih dan terkomputerisasi.
Hal ini menuntut lulusan farmasi untuk tidak hanya paham ilmu dasar, tetapi juga melek teknologi dan inovasi terkini.
Dalam pemaparannya, Dr. apt. Tri Widiandani memaparkan bahwa tujuan utama pengembangan obat adalah untuk mendapatkan obat baru yang lebih aktif dengan toksisitas atau efek samping yang lebih rendah.
Ia menguraikan bahwa pada masa lalu, pengembangan obat seringkali dilakukan dengan cara coba-coba (trial and error), yang memakan waktu dan biaya sangat besar.
“Untuk meminimalkan faktor coba-coba ini, maka dilakukanlah rancangan obat rasional,” jelas apt. Tri Widiandani.
Rancangan obat rasional, lanjut Tri Widiandani, adalah suatu usaha sistematis untuk mengembangkan obat berdasarkan pengetahuan yang telah ada tentang struktur molekul dan aktivitas biologisnya.
Pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk merancang senyawa baru dengan lebih terarah.
Dalam konteks ini, obat tidak hanya dipandang sebagai komoditas kesehatan, tetapi juga sebagai elemen ketahanan nasional yang vital, yang mampu mempengaruhi kemampuan bangsa dalam menghadapi berbagai ancaman terhadap kesehatan masyarakat.
Dr. Tri Widiandani juga menyoroti isu strategis pengembangan obat di Indonesia, yaitu ketergantungan yang tinggi terhadap bahan baku obat impor.
Kondisi ini menjadikan Indonesia rentan terhadap gejolak pasokan dan harga di pasar global.
Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan solusi teknologi mutakhir yang dapat mempercepat dan memandirikan proses penemuan obat di dalam negeri.
Solusi teknologi masa kini yang ditawarkan adalah pendekatan in silico. Pendekatan ini meliputi simulasi komputer yang dilakukan bahkan sebelum uji laboratorium.
Dengan simulasi ini dilakukan prediksi interaksi antara senyawa kandidat obat dengan protein target di dalam tubuh, serta yang tak kalah penting adalah efisiensi biaya dan waktu yang signifikan.
“Dengan in silico, kita bisa menyaring ribuan hingga jutaan senyawa secara virtual,” tambahnya.
Peran in silico diperkuat lagi dengan kehadiran kecerdasan buatan (artificial intelligent/AI) bioinformatika.
Kolaborasi ini memungkinkan analisis terhadap jutaan data senyawa dan protein secara simultan, memprediksi kandidat obat mana yang paling potensial untuk dikembangkan lebih lanjut.
“Dampaknya sangat revolusioner, dimana proses penemuan obat yang biasanya memakan waktu tahunan, bisa dipersingkat menjadi hitungan bulan bahkan minggu,” tegasnya.
Kuliah pakar ini ditutup dengan penekanan pada dampak strategis penerapan in silico dan AI bioinformatika bagi Indonesia.
Teknologi ini bukan hanya sekadar tren, melainkan masa depan dari penelitian obat yang lebih cepat, hemat, dan efektif.
Dengan mengadopsi dan menguasai teknologi ini, Indonesia membuka peluang besar untuk mewujudkan kemandirian obat nasional, mengurangi ketergantungan impor, dan pada akhirnya meningkatkan ketahanan kesehatan bangsa secara berdaulat.***
















