DIARE masih menjadi salah satu masalah kesehatan utama di Indonesia. Meski kerap dianggap ringan, penyakit ini dapat menimbulkan komplikasi serius bila tidak ditangani dengan tepat. Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, diare menempati urutan kedua penyebab kematian balita usia 12–59 bulan, dengan prevalensi mencapai 7,6 % pada kelompok anak 1–4 tahun. Fakta ini menegaskan pentingnya peran tenaga farmasi dalam memberikan edukasi, skrining dini, dan rekomendasi obat yang rasional kepada masyarakat.
Sebagai upaya memperkuat pemahaman tersebut, Solusi Farma Indonesia bekerja sama dengan PT Harsen Laboratory, OTC Digest, dan RS Akademik UGM menyelenggarakan Webinar Kefarmasian bertema “Optimalisasi Terapi Diare: Membandingkan Efektivitas Attapulgite dan Zat Antidiare Lainnya” pada Selasa, 30 September 2025. Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber, yakni apt. Yuri Pratiwi Utami, S.Farm, M.Si, C.Herbs dan Imanuel Aryo Dhirgantoro, dengan moderator Hanida Syafriani.
Pemateri pertama, apt. Yuri Pratiwi Utami, memaparkan secara mendalam tentang penanganan rasional diare dan peran Attapulgite sebagai agen adsorben. Ia menjelaskan mulai dari kondisi diare dan klasifikasinya, peran tenaga farmasi dalam memastikan masyarakat melakukan swamedikasi yang aman dan rasional, dan mencegah komplikasi jangka panjang.
Di setiap provinsi yang memiliki prevalesi terbesar, diare umumnya disebabkan sanitasi buruk, akses air bersih terbatas, dan kepadatan penduduk tinggi, sehingga cenderung memiliki prevalensi diare yang lebih tinggi. Hal ini menjadi masalah kesehatan yang signifikan dan merupakan penyakit menular yang perlu diwaspadai. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemilihan obat secara rasional dan tepat jenis (farmakoterapi). Sehingga dapat memutuskan rantai progresivitas diare menuju komplikasi yang mengancam jiwa.
Definisi Diare dan Kategori Diare
Diare merupakan kondisi dimana intensitas keluar tinja lebih dari tiga kali dalam sehari dengan konsistensi yang lebih cair dan encer daripada biasanya (World Health Organization, 2024).
Selain itu, diare juga didefinisikan sebagai suatu kondisi di mana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja, dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Kemenkes RI, 2023).
Klasifikasi diare dibagi menjadi tiga yaitu berdasarkan waktu atau lamanya diare berlangsung yaitu diare akut, diare persisten dan diare kronis. Berdasarkan karakteristik fisiknya meliputi: diare akut, disentri, diare persisten dan diare dengan masalah lainnya. Sedangkan berdasarkan tingkat dehidrasinya meliputi: tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan/sedang dan dehidrasi berat.
Berdasarkan kategori atau klasifikasi diare, sehingga perlu diketahui penyebab diare yakni penyebab langsung (faktor internal) dan penyebab tidak langsung (faktor eksternal).
Penyebab langsung
- Faktor Infeksi: Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab diare yang paling sering terjadi, yang umumnya menyebar melalui jalur fekal-oral (makanan atau air yang terkontaminasi tinja).
- Faktor Malabsorbsi: Diare terjadi karena usus gagal menyerap nutrisi tertentu, sehingga meningkatkan tekanan osmotik dalam usus dan menarik cairan keluar.
- Intoleransi Laktosa: Gula susu tidak dapat dicerna karena kekurangan enzim laktase, menyebabkan diare osmotik. Ini adalah penyebab diare penting pada bayi dan anak.
- Malabsorpsi Lemak dan Protein (sering terkait dengan penyakit pankreas atau usus).
- Faktor Makanan
- Makanan Terkontaminasi: makanan basi, beracun, atau kurang higienis (tidak dimasak matang).
- Alergi Makanan tertentu.
- Pemanis Buatan: konsumsi pemanis pengganti gula yang tidak diserap (seperti sorbitol atau manitol) dalam jumlah banyak, yang bertindak sebagai agen osmotik.
- Faktor Psikologis: rasa takut dan cemas (stres) dapat memengaruhi motilitas (pergerakan) usus, meskipun faktor ini lebih sering ditemukan pada anak yang lebih besar atau orang dewasa.
- Faktor Kondisi Medis Kronis: penyebab ini sering dihubungkan dengan diare yang berlangsung lama (Diare Kronis, ≥14 hari).
- Irritable Bowel Syndrome (IBS),
- Inflammatory Bowel Disease (IBD) seperti Penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa.
- Efek samping obat tertentu (misalnya antibiotik, obat kemoterapi, antasida magnesium).
Penyebab Tidak langsung
- Faktor Lingkungan (Sanitasi): Kondisi sanitasi yang buruk adalah jalur utama penularan diare karena mencemari sumber air dan makanan.
- Faktor Perilaku (Personal Hygiene): Kebiasaan atau praktik sehari-hari yang tidak sehat memindahkan kuman dari lingkungan ke mulut.
- Faktor Penjamu (Kondisi Individu): Faktor pada individu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare.
- Faktor Sosial-Ekonomi dan Demografi: Kondisi sosial masyarakat yang memengaruhi akses terhadap sanitasi dan pengetahuan.
Komplikasi yang mungkin muncul bila diare tidak ditangani dengan tepat antara lain:
- Dehidrasi Berat (Kekurangan Cairan): Syok Hipovolemik dan Gangguan Kesadaran
- Gangguan Keseimbangan Elektronik: Hipokalemia (Kekurangan Kalium), Asidosis Metabolik dan Kejang
- Kerusakan Organ: Gagal Ginjal Akut dan kerusakan otak
- Komplikasi Jangka Panjang (Khusus Untuk Diare Kronis): Malnutrisi dan Gangguan Tumbuh Kembang, Anemia, Penurunan Kualitas Hidup.
- Komplikasi Lokal: Iritasi Usus
Alur Swamedikasi Diare
Berdasarkan prinsip penanganan diare dan pedoman kesehatan di Indonesia, Alur Swamedikasi untuk Pengobatan Diare Akut yaitu “Swamedikasi hanya aman dilakukan pada kasus diare akut ringan hingga sedang dan tanpa tanda dehidrasi berat atau tanda bahaya”.
Langkah 1: Deteksi Dini Tanda Bahaya (Kondisi Wajib Rujuk)
Langkah 2: Rehidrasi (Penggantian Cairan dan Elektrolit)
Langkah 3: Terapi Penunjang (Khusus Anak/Balita)
Langkah 4: Penggunaan Obat Penghenti Diare (Antiperistaltik/Adsorben)
Langkah 5: Evaluasi dan Keputusan Rujuk
Pilihan Obat Antidiare, dimana letak Attapuligite
Attapulgite adalah salah satu jenis obat antidiare yang sering digunakan dalam swamedikasi (pengobatan mandiri) untuk diare akut ringan hingga sedang. Perannya penting sebagai agen adsorben yang membantu meredakan gejala, namun perlu dipahami batasannya dan cara penggunaannya yang tepat.
Berdasarkan struktur kimia, attapulgite adalah magnesium aluminium phyllosilicate. Struktur ini menunjukkan pengaturan atom magnesium (Mg), aluminium (Al), silikon (Si), oksigen (O), dan hidrogen (H) dalam bentuk pita dan lapisan. Attapulgite adalah mineral lempung alami (magnesium aluminium phyllosilicate) yang memiliki struktur berlapis dan berpori.
Mekanisme Kerja Attapulgite
Adsorpsi Toksin dan Bakteri: attapulgite memiliki kemampuan untuk mengikat (adsorb) berbagai zat di lumen usus, termasuk toksin yang dihasilkan oleh bakteri penyebab diare, serta bakteri itu sendiri. Dengan mengikat zat-zat ini, attapulgite membantu mengurangi iritasi pada dinding usus yang dapat memicu diare.
Adsorpsi Air dan Elektrolit Berlebih: Struktur pori-porinya juga memungkinkan attapulgite untuk menyerap air dan elektrolit berlebih di feses. Ini membantu mengurangi konsistensi cair dari tinja dan membuatnya menjadi lebih padat.
Pembentukan Lapisan Pelindung: Attapulgite dapat membentuk lapisan pelindung pada mukosa usus, yang mungkin membantu melindungi dinding usus dari iritasi lebih lanjut.
Attapulgite direkomendasikan untuk swamedikasi pada kondisi:
- Diare Akut Non-Spesifik: Ini adalah diare yang penyebabnya tidak jelas (bukan diare berdarah atau diare parah yang jelas disebabkan infeksi berat) dan berlangsung kurang dari 14 hari.
- Diare Ringan hingga Sedang: Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda dehidrasi berat atau gejala bahaya lainnya (demam tinggi, nyeri perut hebat, dll.).
Peran Attapulgite dalam mencegah komplikasi diare bersifat tidak langsung. Attapulgite tidak secara langsung mencegah dehidrasi seperti Oralit. Namun, dengan mengurangi frekuensi buang air besar dan memadatkan tinja, Attapulgite dapat:
- Mengurangi Kehilangan Cairan: dengan memperlambat transit feses dan menyerap air, Attapulgite secara tidak langsung membantu mengurangi kehilangan cairan yang cepat. Namun, ini tidak menggantikan peran vital Oralit dalam mengganti cairan dan elektrolit yang sudah hilang.
- Meningkatkan Kenyamanan Pasien: meredakan gejala diare (frekuensi BAB dan konsistensi encer) dapat meningkatkan kenyamanan pasien, memungkinkan mereka untuk lebih aktif minum Oralit dan beristirahat.
Batasan dan Perhatian dalam Swamedikasi Attapulgite
- Bukan Pengganti Oralit: Attapulgite TIDAK menggantikan kebutuhan akan rehidrasi oral (Oralit)
- Tidak Mengobati Penyebab
- Interaksi Obat
- Diare Berdarah/Demam Tinggi
- Dosis dan Durasi
Peran Apoteker dalam Swamedikasi Attapulgite
Apoteker memainkan peran krusial dalam mengedukasi pasien mengenai penggunaan Attapulgite:
- Penilaian Awal: Apoteker harus selalu melakukan skrining tanda bahaya sebelum merekomendasikan Attapulgite.
- Prioritas Oralit: Menekankan bahwa Oralit adalah terapi utama dan Attapulgite hanya pendukung gejala.
- Edukasi Interaksi: Memberi tahu pasien tentang potensi interaksi obat dan pentingnya jeda konsumsi.
- Batasan dan Waktu Rujuk: Menginformasikan kapan pasien harus berhenti swamedikasi dan segera mencari pertolongan medis.
Sehingga dapat disimpulkan peran tenaga farmasi dalam mencegah komplikasi diare adalah multifaset: mulai dari skrining dan rujukan dini, merekomendasikan Oralit dan Zink sebagai prioritas, hingga memposisikan Attapulgite secara tepat sebagai terapi simtomatik tambahan dengan segala perhatiannya, serta memberikan edukasi menyeluruh kepada pasien.
apt. Yuri Pratiwi Utami menegaskan bahwa peran apoteker sangat vital dalam mencegah komplikasi diare melalui edukasi, pendampingan, dan pemilihan obat yang rasional. Attapulgite dapat membantu meredakan gejala, namun tidak boleh menggantikan terapi utama seperti Oralit dan Zink. Dengan memberikan informasi yang benar mengenai cara penggunaan obat, tanda bahaya, dan waktu rujuk yang tepat, apoteker menjadi garda terdepan dalam memastikan swamedikasi diare dilakukan secara aman, efektif, dan berorientasi pada keselamatan pasien.-


















