Informasi
Hubungi Redaksi IAINews melalui email : humas@iai.id
Floating Left Ads
Floating Right Ads
banner 950x90

BPJS, Jaminan Sosial Atau Asuransi Sosial?

bpjs naik Aulia Yahya
banner 120x600
banner 468x60

PEMERINTAH berencana menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan pada 2026 mendatang.

Rencana kenaikan tarif ini tertuang dalam Buku II Nota Keuangan beserta Rancangan Anggaran Pendapatan Negara (RAPBN) 2026.

Iklan ×

Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan diperlukan demi menjaga keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang selama ini menjadi andalan jutaan masyarakat Indonesia.

bpjs naik Aulia Yahya

“Dalam kerangka pendanaan, skema pembiayaan perlu disusun secara komprehensif untuk menjaga keseimbangan kewajiban antara tiga pilar utama yakni masyarakat/peserta, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah,” kata Sri Mulyani, Senin, 18 Agustus 2025.

Berbicara tentang jaminan sosial, termasuk jaminan kesehatan, maka yang pertama kali perlu untuk didudukkan adalah bahwa hal tersebut merupakan kewajiban negara, bukan kewajiban pribadi atau kelompok masyarakat.

Sebagai kewajiban negara, maka wajib hukumnya dilaksanakan, tak boleh diabaikan, apatah lagi jika sengaja ditinggalkan sembari dialihkan kepada warga negara baik kepada pribadi atau kelompok masyarakat.

Setidaknya ada dua dasar kita berbicara tentang jaminan kesehatan di Indonesia, yakni UU Nomer 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU Nomer 24 Tahun 2011 tentang BPJS.

Jaminan sosial yang mencakup bagi seluruh rakyat dalam sebuah negara adalah perkara yang sangat penting.

Melalui program itu bisa dipastikan bahwa seluruh rakyat akan mendapatkan kesejahteraan sosial baik dalam bidang kesehatan, ketenagakerjaan, pendidikan maupun jaminan hari tua.

Baca Juga  Kemana Aku Berpraktik Setelah Disumpah?

Jaminan Sosial Vs Asuransi Sosial?

Sedikit mereview kedua UU diatas, maka akan kita dapatkan bahwa dalam kedua UU tersebut jauh dari spirit jaminan sosial, akan tetapi justru mengatur tentang “asuransi sosial” yang  dikelola oleh Badan Pelaksana Jaminan Sosial.

Hal ini ditegaskan oleh UU 40/2004 pasal 19 ayat 1 yang berbunyi:

Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. Juga Pasal 29, 35, 39, dan 43. Semua pasal tersebut menyebutkan secara jelas bahwa jaminan sosisal itu diselenggarakan berdasarkan prinsip asuransi sosial.

Dalam Pasal 17 ayat (1), (2), (3) juga disebutkan bahwa peserta harus membeli premi guna melindungi dirinya sendiri dari bencana sosial. Apalagi ayat (2) Pasal 17, mengharuskan pemberi kerja memungut sebagian upah pekerjanya untuk dibayarkan ke pihak ke tiga yang notabene milik Pemerintah.

Tentang prinsip asuransi sosial juga terlihat dalam UU Nomer 24 Tahun 2011 tentang BPJS dimana pada Pasal 1 huruf g) dan Pasal 14 serta Pasal 16 disebutkan bahwa BPJS menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan prinsip kepesertaan yang bersifat wajib.

Bila ini asuransi, dan bersifat gotongroyong (huruf a Pasal 4), mengapa peserta diwajibkan.

Juga disebutkan dalam huruf b) prinsip nirlaba. Tapi mengapa dibolehkan adanya investasi dan pencarian manfaat (istilah lain dari keuntungan), yang tentu saja terbuka kemungkinan terjadi kerugian.

Baca Juga  Lontarak Pabbura; Kearifan Lokal Pengobatan Masyarakat Bugis

Berdasarkan inilah, mengapa kemudian dapat disebut bahwa negara secara fundamental telah mengubah kewajiban negara dalam memberikan jaminan sosial menjadi kewajiban rakyat, serta mengubah jaminan sosial menjadi asuransi sosial.

Padahal makna ‘jaminan sosial’ jelas berbeda sama sekali dengan ‘asuransi sosial’.

Jaminan sosial adalah kewajiban Pemerintah dan merupakan hak rakyat, sedangkan dalam asuransi sosial, rakyat sebagai peserta harus membayar premi sendiri.

Itu artinya rakyat harus melindungi dirinya sendiri. Pada jaminan sosial, pelayanan kesehatan diberikan sebagai hak dengan tidak membedakan usia dan penyakit yang diderita, sedangkan pada asuransi sosial peserta yang ikut dibatasi baik dari segi usia, profesi maupun penyakit yang diderita.

Dengan meninggalkan kewajiban ini berarti negara telah mengkhianati kewajibannya kepada rakyat. Tak cukup sampai disitu, negara malah melanjutkan kezalimannya dengan mengalihkan beban kewajiban tersebut kepada rakyat (dibalut dengan frase manis “semangat gotong royong dan subsidi silang).

Pengkhianatan dan pelemparan tanggung jawab inipun disempurnakan dengan kezaliman berikutnya yakni negara akan menjatuhkan sanksi kepada rakyat yang tidak bisa menunaikan kewajiban pembayaran premi pada waktu yang sudah ditetapkan.

Membangun Paradigma

Pertanyaan besar yang pasti akan terbesit ketika mewacanakan ulang paradigma “layanan terbaik” serta “biaya gratis” sebagai antitesa dari “layanan buruk” dan “biaya mahal” dari sistem kesehatan yang ada sekarang adalah.

Bisakah jaminan kesehatan seperti itu diwujudkan ?

Maka jawabannya adalah iya. Sekali lagi, jika berpegang pada paradigma bahwa kesehatan merupakan kebutuhan dasar masyarakat, dan merupakan kewajiban negara, yang secara langsung harus dipenuhi oleh negara, maka negara akan bersungguh sungguh dengan segenap daya upayanya untuk memberikan layanan yang terbaik.

Baca Juga  Menilik Jejak Sejarah, Apotek Pertama di Makassar

Disinilah publik dapat menilai soal political will (kemauan politik) dari penyelenggara negara. Memang diakui butuh dana yang sangat besar untuk mewujudkannya.

Terbayang bagaimana negara berhasil menghadirkan rumah sakit, puskesmas, klinik, dan fasilitas pelayanan kesehatan mobile yang dapat berkeliling menjangkau masyarakat di titik titik tertentu, semua terlayani dengan baik dan secepat mungkin tanpa administrasi yang berbelit, dengan pelayanan kesehatan secara gratis; mulai dari jasa dokter, perawat, ruang opname, obat dan tindakan medis.

Dananya tentu bukan dari premi bulanan yang dipaksakan kepada rakyat, bukan pula dari kutipan bea cukai rokok untuk menutupi defisit anggaran, terlebih bukan dari harapan semu hasil keuntungan pengalihan dana premi menjadi dana investasi infrastruktur, termasuk bukan pula dari pinjaman utang riba yang justru mencekik dikemudian hari.

Jika negara ini dikelola secara benar, maka pembiayaannya akan murni menggunakan dana dari harta negara, BUMN yang sehat dapat menjadi lumbung pemasukan dana yang memadai, belum lagi pengelolaan sumber kekayaan alam yang sangat melimpah adalah kartu garansi bagi kemakmuran serta kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.***

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

banner 950x90