KANKER, suatu penyakit akibat abnormalitas pertumbuhan sel tak terkontrol, menjadi momok yang menakutkan di masyarakat modern.
Bagaimana tidak, tingkat penderita penyakit ini semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Seperti dilansir oleh Kementerian Kesehatan RI dalam artikel di situs sehatnegeriku.kemkes.go.id dalam rangka memperingati Hari Kanker Sedunia tanggal 4 Februari lalu, tiap tahun terdeteksi 400 ribu kasus baru kanker dan mortalitas kanker mencapai 240 ribu kasus (Redaksi Sehat Negeriku (Rokom), 2025).
Sedangkan berdasarkan data kematian akibat penyakit tidak menular (PTM) oleh WHO di tahun 2021, kanker menduduki urutan kedua sebagai penyebab kematian tertinggi di dunia dengan jumlah 10 juta kematian di tahun 2021 (World Health Organization, 2024).

Angka-angka kasus kanker tersebut menunjukkan bahwa kanker membutuhkan perhatian yang lebih, baik dalam hal pencegahan maupun pengobatan.
Di Indonesia, pengobatan untuk kanker dilakukan secara konvensional dan juga dilakukan secara tradisional.
Pengobatan secara tradisional ini umumnya dilakukan oleh masyarakat sebagai terapi tambahan atau adjuvan selain terapi kanker konvensional.
Mayoritas masyarakat Indonesia juga menggunakan terapi tradisional khususnya dalam bentuk obat herbal, sebagai terapi utama kanker.
Alasan utama dari penggunaan obat herbal yang tinggi dalam terapi kanker karena tingkat kepercayaan masyarakat yang besar terhadap obat-obatan herbal, yang merupakan warisan kekayaan etnomedisin turun temurun dari nenek moyang tiap daerah.
Selain itu akses perawatan medis yang rendah, khususnya untuk pasien kanker di daerah-daerah terpencil Indonesia, menjadi salah satu penyebab penggunaan obat herbal tradisional untuk terapi kanker.
Wardani dkk. (2021) dalam penelitian di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap penggunaan obat herbal mencapai 85% (Wardani, 2021).
Begitu pula yang ditemukan oleh Khamidah Achyar dan Sawitri Dewi (2018) di RSUD Margono Soekarjo di Jawa Tengah, bahwa dari 30 pasien kanker payudara yang dirawat, 80% di antaranya menggunakan obat herbal tradisional (Achyar and Dewi, 2018).
Namun, bagaimanakah sebenarnya keamanan dan efektivitas dari penggunaan obat herbal untuk terapi kanker?
Efektivitas untuk terapi kanker dengan berbagai obat-obatan herbal sudah sering terdengar di kalangan masyarakat, tetapi berdasarkan penelitian-penelitian dan penggunaannya di dunia Kesehatan, bukti statistik untuk keberhasilan terapi herbal sebagai terapi tunggal kanker masih sangat minim.
Kurangnya bukti ini menunjukkan bahwa untuk memastikan keberhasilan terapi pasien kanker, sebaiknya dilakukan terapi secara konvensional dan terapi herbal digunakan sebagai adjuvant atau komplementer terapi.
Jangan sampai penggunaan obat herbal sebagai terapi tunggal tanpa adanya intervensi medis konvensional dan pengawasan dari tenaga medis.
Fenomena tersebut terjadi di masyarakat, terlihat pada penelitian oleh Hanum dkk. (2016) dengan judul Riwayat Penggunaan Herbal Sebagai Faktor Risiko terhadap Keterlambatan Melakukan Pengobatan pada Penderita Kanker Payudara di Surakarta.
Dari penelitian itu ditemukan, 60,9% pasien yang terlambat berobat memiliki riwayat terapi dengan obat herbal dan 67% pasien yang terlambat berobat telah mencapai kanker payudara stadium III (Hanum, Yarso and Pesik, 2016).
Kondisi yang pelik ini patutnya dapat dihindari dengan penyebaran informasi dan edukasi masyarakat tentang pentingnya memulai terapi medis sedari dini pada penyakit kanker untuk meningkatkan tingkat kesembuhan dan menekan angka mortalitas.
Apakah ini berarti penggunaan obat herbal sebaiknya dihindari pada penyakit kanker? Tentu tidak.
Penggunaan obat herbal tetap dapat digunakan dan disarankan sebagai terapi komplementer atau adjuvan yang membantu terapi konvensional untuk mengeliminasi sel-sel kanker dalam tubuh pasien.
Selain itu beberapa obat herbal, baik segar ataupun sudah dalam bentuk sediaan farmasi seperti tablet, dapat digunakan sebagai pencegah efek samping dari terapi konvensional kanker.
Seperti yang telah diketahui oleh masyarakat umum, terapi kanker umumnya adalah kemoterapi dan radioterapi, kedua jenis terapi ini dikenal memiliki efek samping yang cukup buruk pada pasien.
Beberapa jenis herbal dapat digunakan dan terbukti dapat memberikan efek klinis yang baik pada pasien kanker.
Contohnya, analisis meta dan ulasan sistematis oleh Dharman (2021) terhadap penggunaan kurkumin yang berasal dari kunyit (Curcuma longa), menunjukkan bahwa obat herbal tersebut terbukti mampu mencegah dan mengurangi keparahan mukositis oral pada pasien kanker leher dan kepala yang menjalani radioterapi (Dharman et al., 2021).
Obat herbal lain yang sering disebut-sebut sebagai terapi andalan untuk kanker adalah daun sirsak atau Annona muricata.
Tumbuhan ini telah sering diteliti sifat maupun mekanisme kerjanya terhadap sel-sel kanker, tetapi masih belum ada data klinis tentang penggunaan obat ini dikombinasikan dengan terapi kanker konvensional.
Ketiadaan data ini umumnya diakibatkan oleh keengganan dari pasien untuk menceritakan riwayat terapi obat herbal yang dikonsumsi.
Hal ini dapat diakibatkan masih banyak masyarakat yang berpikiran bahwa terapi obat herbal yang digunakan tidak akan berpengaruh terhadap terapi konvensional yang akan dijalani.
Dari berbagai fakta yang terlihat, baik dari penelitian, data statistik dan kondisi yang terlihat di masyarakat, terlihat pentingnya edukasi dan penyebaran informasi tentang penggunaan obat herbal pada penyakit kanker di masyarakat.
Edukasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk segera memeriksakan diri dan berobat lebih awal jika terdiagnosis kanker, serta lebih berhati-hati dalam menggunakan terapi herbal untuk kanker.
Informasi yang tepat mendorong masyarakat untuk mendiskusikan jenis terapi herbal yang dapat digunakan bersama terapi konvensional, serta keterbukaan dalam menceritakan riwayat terapi herbal kepada dokter atau tenaga kesehatan lainnya, yang dapat menentukan keberhasilan terapi pasien kanker.
Referensi artikel:
Achyar, K. and Dewi, S. (2018) ‘Konsumsi Obat Herbal Pada pasien Kanker Payudara Di Rumah Sakit Umum Daerah Margono Soekarjo’, Jurnal Riset Kebidanan Indonesia, 2(2), pp. 62–68. Available at: https://doi.org/10.32536/jrki.v2i2.26.
Dharman, S. et al. (2021) ‘A Systematic Review and Meta-Analysis on the Efficacy of Curcumin/Turmeric for the Prevention and Amelioration of Radiotherapy/Radiochemotherapy Induced Oral Mucositis in Head and Neck Cancer Patients.’, Asian Pacific journal of cancer prevention : APJCP, 22(6), pp. 1671–1684. Available at: https://doi.org/10.31557/APJCP.2021.22.6.1671.
HanuM, N.A.A., Yarso, K.Y. and Pesik, R.N. (2016) ‘Riwayat Penggunaan Herbal Sebagai Faktor Risiko terhadap Keterlambatan Melakukan Pengobatan pada Penderita Kanker Payudara di Surakarta’, NEXSUS KEDOKTERAN KLINIK, 5(3), pp. 188–195.
Redaksi Sehat Negeriku (Rokom) (2025) Kasus Kanker Diprediksi Meningkat 70 Persen pada 2050, Kemenkes Perkuat Deteksi Dini, Situs sehatnegeriku.kemkes.go.id.
Wardani, H.A. (2021) ‘GAMBARAN TINGKAT KEPERCAYAAN MASYARAKAT TERHADAP PENGOBATAN TRADISIONAL DI DESA MAMAMPANG KECAMATAN EREMMERASA KABUPATEN BANTAENG TAHUN 2021’, Jurnal Farmasi Pelamonia, 1(1), pp. 5–10.
World Health Organization (2024) Noncommunicable diseases, Fact Sheets: Noncommunicable Diseases (who.int/news-rrom/fact-sheets).