Informasi
Hubungi Redaksi IAINews melalui email : humas@iai.id
Floating Left Ads
Floating Right Ads
banner 950x90

Jaminan Keamanan Obat Dalam Kajian Farmakovigilans

pexels rdne 7362882 1
banner 120x600
banner 468x60

SURVEI pemutakhiran profil obat beredar skala nasional menunjukkan adanya ribuan variasi obat yang beredar di Indonesia.

Rinciannya sebagai berikut, 97.759 item obat beredar di 34 provinsi, 10.546 item obat dengan 1 Nomor Izin Edar (NIE) baik terdaftar maupun tidak terdaftar, 14.263 item obat terdaftar di registrasi BPOM dari tahun 2013 hingga 2019.

Iklan ×

Dari sisi industri, berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan tahun 2021, terdapat 241 industri pembuatan obat-obatan, 17 industri bahan baku obat-obatan, 132 industri obat-obatan tradisional, dan 18 industri ekstraksi produk alami di Indonesia.

pexels rdne 7362882 1

Selain itu, ada 220 perusahaan yang bergerak di industri farmasi, dengan 90% di antaranya fokus pada sektor hilir (downstream) dalam produksi obat-obatan.

Adapun tingkat belanja obat di Indonesia pada tahun 2022, rata-rata pengeluaran per kapita untuk membeli obat adalah Rp4.044 per bulan.

Mengingat besaran jumlah jenis obat-obatan yang beredar luas di masyarakat, maka pemantauan aspek keamanan obat menjadi salah satu komponen penting dalam sistem regulasi obat, praktik klinik dan kesehatan masyarakat secara umum.

Kajian Farmakovigilans

Dahulu, pernah kejadian “kasus Thalidomide” di Eropa. Ceritanya, saat itu di Jerman pada tahun 1957, Thalidomide pertamakali digunakan sebagai obat untuk mengatasi mual pada ibu hamil.

Tak dinyana, penggunaan obat ini mengakibatkan cacat lahir pada janin (Phocomelia) yang dilahirkan oleh ibu yang mengkonsumsi Thalidomide.

Baca Juga  Prof Andi Dian Permana, Guru Besar Farmasi Universitas Hasanuddin Lolos Finalis The New L-Men of The Year 2025

Saat itu, ada kurang lebih 10.000 kasus terkait efek samping Thalidomide dari 46 negara yang dilaporkan oleh WHO. Alhasil, Thalidomide serta merta ditarik dari peredaran.

Sebagai bentuk respon atas kejadian tersebut, sekitar tahun 1960an mulai dicanangkan apa yang disebut sebagai kajian Farmakovigilans .

Dalam khazanah ilmu kefarmasian, Farmakovigilans  didefinisikan sebagai ilmu dan kegiatan yang berhubungan dengan pendeteksian, penilaian, pemahaman, serta mencegah efek samping obat dan masalah terkait obat yang mungkin ada.

Ruang lingkup Farmakovigilans diatas lazimnya dilakukan oleh industri farmasi. Adapun bagi  tenaga kesehatan dalam menerapkan Farmakovigilans dapat dilakukan dengan memantau dan melaporkan kejadian yang dicurigai sebagai efek samping baik yang sudah diketahui maupun efek samping yang belum diketahui.

Jalannya Pengawasan dan Pelaporan

Beberapa peraturan terkait farmakovigilans diantaranya, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 bahwa industri farmasi wajib melakukan farmakovigilans (pasal 9).

Selain itu terdapat  Peraturan Kepala BPOM Nomor HK.03.1.23.12.11.10690 tahun 2011 tentang Penerapan Farmakovigilans Bagi Industri Farmasi, dan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 15 Tahun 2022 tentang Penerapan Farmakovigilans.

Masih terdapat pula Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.

Baca Juga  Rakerda IAI Jawa Tengah 2025: Peran Apoteker dalam Penanggulangan TBC dan Meningkatkan Kesehatan Masyarakat

Ketiga peraturan ini sama sama mencantumkan bahwa Tenaga Kesehatan harus memantau efek samping obat dan melaporkannya.

Peraturan tersebut disertai Pedoman Pemantauan Efek Samping Obat Bagi Tenaga Kesehatan yang dikeluarkan oleh BPOM tahun 2015.

Selain pengawasan yang dilakukan oleh Badan POM, industri farmasi  juga memiliki peran dan tanggung jawab untuk menjamin keamanan obat yang diedarkannya.

Dengan melakukan pengawalan dan pemantauan aspek keamanan obat pasca pemasaran, penggunaan obat pada kondisi kehidupan nyata (pada praktik klinik yang sebenarnya) dapat diketahui efektivitas dan keamanan penggunaannya.

Dengan pengawalan dan pemantauan tersebut, efek samping suatu obat setidaknya dapat dicegah dengan semakin bertambahnya pengetahuan terkait obat sebagai bagian dari hasil kajian Farmakovigilans.

Aktivitas pengawasan pasca pemasaran (post-market surveillance) yang dilakukan oleh industri farmasi ini diharapkan dapat menjadi kegiatan strategis dalam rangka menjamin keamanan obat (ensuring drug safety), yang pada gilirannya akan berdampak pada jaminan keamanan terhadap pasien (ensuring patient safety) selaku pengguna akhir obat.

Pelaporan Farmakovigilans yang dilakukan oleh industri farmasi berupa pelaporan spontan (spontaneous reporting), pelaporan berkala pasca pemasaran (periodic safety update report), pelaporan studi keamanan pasca pemasaran.

Baca Juga  Layanan Apoteker untuk Perempuan di Masa Menopause

Selain itu adalah pelaporan publikasi/literature ilmiah, pelaporan tindak lanjut regulatori Badan Otoritas Negara lain, pelaporan tindak lanjut pemegang izin edar di Negara lain, dan pelaporan dari perencanaan manajemen resiko.

Kesemua laporan Farmakovigilans tersebut dikirimkan ke BPOM berdasar tata cara dan pedoman teknis yang telah ditetapkan.

Untuk tenaga kesehatan, pemantauan efek samping obat di fasilitas layanan kesehatan dilakukan dengan saling bekerja sama dengan tenaga kesehatan lainya.

Pemantauan selanjutnya dilaporkan  ke BPOM setelah mengisi  form Pemantauan Efek Samping Obat dan informasi lain dari rekam medik pasien.

Hasil Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Nasional akan digunakan sebagai bahan materi dalam re-evaluasi terhadap obat yang telah beredar untuk selanjutnya diterapkan satu tindakan pengamanan yang dianggap perlu.

Masyarakat Bisa Ikut Andil

Dalam urusan jaminan  keamanan obat, masyarakat dapat ikut andil dan mengambil peran.

Jika suatu waktu, pasca mengkonsumsi suatu obat tertentu, masyarakat/si pasien mengalami kejadian yang tidak diinginkan, maka sebaiknya segera mengkonfirmasi hal tersebut kepada tenaga kesehatan terkait.

Konfirmasi kejadian juga bisa dilakukan dengan menghubungi bagian Farmakovigilans pihak produsen pada nomor kontak layanan keluhan konsumen yang lazim tertera pada kemasan produk.

Dengan demikian, setiap potensi terjadinya efek samping penggunaan obat dapat terpantau  sedini mungkin.***

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

banner 950x90