KITA berharap, bahwa apapun program yang telah diluncurkan bukan sekedar lips servis belaka.
Bukan hal yang baru, ketika program program unggulan awalnya digagas dengan manis, namun berakhir tragis.
Sebatas iklan dan sekedar jargon. Pembuat kebijakan sibuk menebar janji, promosi kanan-kiri sambil memperbaiki citra diri, lantas melupakan substansi.
Dimana janji kesejahteraan untuk rakyat, pelayanan kesehatan yang layak memadai, kesehatan gratis dan lain sebagainya.
Kenyataannya dilapangan masyarakat masih tetap miskin, gizi buruk tetap berlangsung, masyarakat kesulitan memperoleh akses pelayanan, biaya kesehatan mahal, dan ketidaksejahteraan serta kesakitan menjadi saudara kandung yang tetap diderita oleh rakyat.
Menarik untuk dikaji bersama, bahwa disebalik isu kesehatan yang kadang dianggap remeh temeh, sebenarnya terdapat sebuah ancaman besar yang mengintai nasib anak bangsa bahkan eksistensi negeri ini.
Isu isu sentral kesehatan mengarah pada fenomena memprihatinkan. Kajian terhadap UU Nomer 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU Nomer 24 Tahun 2011 tentang BPJS memberikan kita alarm bahaya, karena negara telah mempertaruhkan nasib jutaan rakyatnya kepada kuasa pasar.
Semangat kerakusan predatorik yang dikendalikan oleh kekuasaan kapitialis global diyakini akan mampu merongrong hak sosial rakyat, melalui badan-badan usaha asuransi salah satunya.
Dalam pusaran arus politik, isu kesehatan tetap akan menjadi sorotan publik, seperti halnya dengan posisi isu pendidikan dan ekonomi yang dijadikan sebagai indikator dalam menilai tingkat kesejahteraan suatu bangsa.
Semestinya, kesehatan harus dipandang dan ditempatkan sebagai investasi buat masa depan bangsa, olehnya itu pembangunan kesehatan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan nasional.
Bukankah untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas membutuhkan kesehatan sebagai salah satu modal utamanya ?
Ivestasi yang dimaksud disini bukan dalam rangka kapitalisasi dunia kesehatan. Memahami kata “investasi” jangan sampai menjadi salah kaprah yang berimbas pada pergeseran nilai bahwa yang namanya kesehatan merupakan kebutuhan dasar yang seharusnya didapatkan secara gratis atau setidaknya lebih murah.
Karena pada galibnya, kini kesehatan justru dijadikan sebagai objek ladang bisnis serta ajang mencari keuntungan.pelayanan kesehatan pun bergeser dari orientasi kemanusiaan menjadi profit oriented.
Dunia Kesehatan Terkapitalisasi?
Salah satu indikasi bahwa dunia kesehatan telah terkapitalisasi adalah kecenderungan negara dalam mengalihkan tanggung jawabnya, dimana jaminan kesehatan yang merupakan hak dasar setiap warga yang wajib dipenuhi oleh penguasa dengan pemaksimalan pemenuhan kebutuhan fasilitas kesehatan, mudah terakses dengan biaya terjangkau kalau perlu gratis, malah dialihkan menjadi tanggung jawab rakyat.
Di era JKN kekinian, masyarakat diwajibkan untuk saling membiayai pelayanan kesehatan di antara mereka melalui program asuransi.
Alhasil, didepan mata kita menyaksikan sebuah kebijakan yang telah mengubah kewajiban negara yang seharusnya menjamin hak rakyat atas kesehatan dihilangkan.
Kata “hak” beralih menjadi “kewajiban” atas rakyat. Parahnya lagi, kewajiban tersebut berkonsekuensi hukum, dimana rakyat yang gagal menunaikan kewajibannya membayar premi asuransi akan dikenakan sanksi hukum.
Jika ditilik lebih dalam lagi, kebijakan seperti ini telah memposisikan hak sosial rakyat menjadi sebuah komoditas bisnis.
Rakyat dalam kondisi dieksploitasi oleh negaranya sendiri demi keuntungan pengelola asuransi.
Posisi rakyat yang awalnya merupakan sentral subtansial direduksi menjadi marjinal residual. Sementara kepentingan bisnis mendapat posisi utama sebagai sentral substansial.
Arus Perubahan
Semua hal hal yang terevaluasi negatif selayaknya digantikan oleh semangat pembaharuan yang mengarah pada perbaikan positif.
Menghidupkan kembali forum forum diskusi menjadi sarana ampuh untuk menghadirkan ide ide perubahan yang membangun.
Kebijakan kebijakan publik yang diselenggarakan oleh penguasa yang diindikasikan bermasalah seyogyanya dikaji ulang oleh semua pihak yang berkompeten.
Pembangunan dunia kesehatan tentunya akan banyak beririsan dengan sektor pembangunan lainnya. Maka pembicaraan lintas sektoral dan lintas profesi menjadi mutlak dilakukan.
Dunia kampus bertabur guru besar dan akademisi mumpuni untuk memberikan sumbang saran berdasarkan kajian ilmiah yang mereka miliki.
Demikian pula halnya para praktisi yang begitu dekat dengan fakta dan pengalaman dilapangan. Para pengamat dan pemerhati sosial dapat pula dilibatkan untuk menghadirkan diskusi yang hangat.
Bisa di gedung kampus atau sekedar pelataran warung kopi. Sebuah kolaborasi apik dari anak bangsa yang tetap peduli dengan kondisi negeri ***
.