Informasi
Hubungi Redaksi IAINews melalui email : humas@iai.id
Floating Left Ads
Floating Right Ads
banner 950x90

Dari Hulu ke Hilir, Apoteker Berperan Strategis dalam Rantai Pasok Obat di Indonesia

banner 120x600
banner 468x60

Makassar, IAINews – Suasana di Hotel Claro, Makassar, Jumat (29/8), tampak penuh sesak oleh ribuan peserta Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) 2025. Agenda yang digelar selama tiga hari, 28–30 Agustus ini, menghadirkan beragam narasumber dari pemerintah, akademisi, praktisi hingga pengusaha, membicarakan isu-isu terkini seputar dunia kefarmasian. Salah satu sesi yang menyita perhatian peserta adalah Simposium 26 yang menghadirkan apt. Dita Novianti Sugandi Argadiredja, S.Si., MM, Direktur Produksi dan Distribusi Farmasi Kementerian Kesehatan RI. Dengan penuh semangat, Dita membukakan cakrawala para apoteker yang hadir tentang peran strategis profesi ini dalam rantai penyediaan obat, mulai dari hulu hingga hilir.

Apoteker Dita Novianti

Iklan ×

Sejak awal pemaparannya, Dita menegaskan bahwa peran apoteker tidak bisa hanya dilihat dari sisi pelayanan di apotek atau rumah sakit saja. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 dengan jelas menempatkan penyediaan obat sebagai bagian integral dari penyelenggaraan upaya kesehatan nasional. Itu berarti apoteker memiliki tanggung jawab luas yang mencakup berbagai tahap, mulai dari produksi bahan baku, distribusi, hingga memastikan obat sampai ke tangan pasien dalam kondisi aman, bermutu, dan tepat waktu.

“Bapak dan Ibu yang hadir di sini tentu bertugas di berbagai sektor, tetapi saya ingin menekankan bahwa peran apoteker sebenarnya melintasi seluruh rantai pasok. Dari fasilitas produksi, distribusi, hingga pelayanan di masyarakat, apoteker selalu hadir dan menjadi garda pengawas mutu serta ketersediaan obat,” ujarnya.

Di tingkat industri farmasi, apoteker berperan vital dalam memastikan setiap proses produksi berjalan sesuai standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Tidak hanya menjaga agar produk yang dihasilkan memenuhi aspek mutu, keamanan, dan khasiat, apoteker juga dituntut mampu mendorong riset dan pengembangan formulasi baru. Penguasaan multidisiplin ilmu farmasi, kimia, bioteknologi, hingga fisika menjadi bekal penting bagi apoteker untuk terus beradaptasi dengan perkembangan teknologi.

Baca Juga  Mengungkap Jejak Tuberkulosis : Kenali Pemeriksaan Penunjangnya

“Apoteker di fasilitas produksi harus memastikan seluruh rantai pembuatan obat, mulai dari pemilihan bahan baku hingga produk akhir, berjalan sesuai ketentuan. Mereka adalah penjaga mutu sekaligus inovator,” jelas Dita.

Sementara itu, pada mata rantai distribusi, keberadaan apoteker di Pedagang Besar Farmasi (PBF) sangat menentukan kelancaran ketersediaan obat di seluruh Indonesia. Apoteker berperan dalam perencanaan obat berbasis data epidemiologi dan konsumsi, melakukan forecasting kebutuhan bersama pemasok, hingga menyusun sistem distribusi yang mampu menjangkau berbagai fasilitas kesehatan, termasuk daerah terpencil. Dalam praktiknya, apoteker juga memastikan seluruh kegiatan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat sesuai standar Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Tidak hanya itu, setiap PBF diwajibkan melaporkan stok melalui sistem e-Report yang diverifikasi langsung oleh apoteker.

“Laporan digital ini penting untuk memastikan tidak ada celah yang dapat menimbulkan kekosongan obat. Apotekerlah yang memastikan laporan itu akurat dan sesuai kondisi di lapangan,” tambahnya.

dok. Humas Farmalkes Kemenkes
dok. Humas Farmalkes Kemenkes

Masuk pada tataran pelayanan kesehatan, peran apoteker semakin kompleks dan dekat dengan masyarakat. Di rumah sakit maupun apotek, apoteker harus mampu menentukan pilihan obat terbaik yang tidak hanya efektif secara klinis, tetapi juga efisien dari segi biaya. Di sinilah kajian farmakoekonomi dan Health Technology Assessment (HTA) menjadi sangat penting. Apoteker dituntut memahami analisis cost-effectiveness sehingga ketika menentukan obat yang masuk ke formularium rumah sakit, pertimbangannya bukan sekadar mutu dan khasiat, melainkan juga kesesuaian dengan sumber pembiayaan kesehatan seperti JKN.

“Apoteker punya peran besar dalam memastikan pasien JKN mendapatkan obat yang berkualitas, aman, terjangkau, dan tepat sasaran,” tegas Dita.

“Apoteker harus bisa menentukan obat apa yang akan digunakan dalam pelayanan kesehatan. Bagi bapak/ibu yang bekerja di rumah sakit, ketika memilih obat untuk masuk dalam Formularium Rumah Sakit, maka harus melakukan kajian farmakoekonomi atau merujuk pada kajian yang sudah ada untuk memilih obat yang efektif dan efisien,” tegas Dita lebih lanjut.

Baca Juga  Sajikan Berbagai Layanan Informasi, Booth IAI Jadi Wajah Organisasi

Apoteker harus menjadi bagian dalam mendukung upaya pengendalian mutu dan biaya obat di fasilitas pelayanan kesehatan, serta memastikan pasien JKN memperoleh akses ke obat berkualitas, terjangkau dan sesuai kebutuhan, dan membantu dalam penyediaan data dan bukti untuk mendukung rekomendasi kebijakan kesehatan khususnya terkait pemilihan obat.

Proses Bisnis Special Access Scheme melalui SiDiLaS Kemenkes

Selain itu, ada pula situasi khusus di mana obat yang dibutuhkan pasien tidak tersedia di pasar karena belum memiliki izin edar atau ketersediaannya terbatas. Untuk itu, pemerintah membuka mekanisme Special Access Scheme (SAS) sebagai jalur masuk obat secara khusus. Dalam hal ini, apoteker berperan mulai dari menghitung kebutuhan obat, mengajukan rekomendasi SAS ke rumah sakit rujukan nasional (PRON), memilih importir, hingga mencatat dan melaporkan penggunaan obat SAS tersebut. Proses ini menuntut ketelitian tinggi dan tanggung jawab besar agar pasien tetap mendapatkan akses terhadap obat inovatif yang dibutuhkan, dengan tetap terjamin mutu dan keamanannya.

https://e-pharm.kemkes.go.id/front/home/front/sidilas

Transformasi digital juga menjadi sorotan penting. Kementerian Kesehatan sedang mengembangkan SATUSEHAT Logistik, sebuah Digital Inventory Nasional yang memungkinkan pemantauan stok obat secara real-time di seluruh fasilitas. Sistem ini diharapkan mampu mendeteksi lebih dini potensi kekosongan obat sehingga langkah mitigasi dapat segera dilakukan. Selain itu, perkembangan Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi (PSEF) menjadi bukti nyata adaptasi profesi apoteker dengan era digital. Hingga 2025, sebanyak 21 platform elektronik resmi telah bermitra dengan ribuan apotek di Indonesia, memberikan layanan telefarmasi mulai dari pembelian obat, pelayanan resep, swamedikasi, hingga pengantaran obat langsung ke rumah pasien. Apoteker berperan sebagai penanggung jawab PSEF, memastikan layanan digital tetap sesuai standar pelayanan kefarmasian dan regulasi yang berlaku.

Baca Juga  Mitos vs. Fakta: Keamanan Obat Herbal untuk Kanker

Tidak hanya mempermudah akses masyarakat, sistem elektronik ini juga membuka peluang baru bagi apotek untuk memperluas jangkauan dan meningkatkan pendapatan. “Dengan telefarmasi, apotek bisa menjangkau pasien yang lebih luas. Namun tetap harus diingat, apoteker adalah pengawas utama agar layanan ini berjalan tertib, aman, dan sesuai regulasi,” tegas Dita.

Dari sisi kebijakan, pemerintah terus mendorong penggunaan produk farmasi dalam negeri melalui kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Data menunjukkan pada tahun 2024, transaksi obat produksi dalam negeri sudah mencapai 63% dari total pengadaan nasional. Apoteker kembali dituntut berperan aktif, baik di lini produksi untuk memastikan mutu produk lokal, maupun di fasilitas kesehatan untuk memprioritaskan pengadaan produk dalam negeri. Edukasi kepada masyarakat juga menjadi bagian penting, agar kepercayaan terhadap obat lokal semakin meningkat dan program Bangga Buatan Indonesia benar-benar terwujud.

https://iainews.net/menuju-kemandirian-farmasi-produk-dalam-negeri-kian-didorong-di-fasilitas-kesehatan/

dok. Humas Farmalkes Kemenkes
dok. Humas Farmalkes Kemenkes

Mengakhiri pemaparannya, Dita menekankan bahwa PIT IAI bukan hanya forum ilmiah, melainkan ruang strategis bagi apoteker untuk bertukar pikiran dan memperkuat peran profesi dalam pembangunan kesehatan nasional. “Mari kita bersama-sama mewujudkan Indonesia yang lebih kuat dan sehat, melalui penyediaan obat yang terjamin mutu, aman, berkhasiat, dan terjangkau bagi seluruh masyarakat,” pungkasnya dengan penuh semangat.

Paparan tersebut menjadi pengingat bahwa apoteker bukan sekadar pelengkap dalam sistem kesehatan, melainkan aktor utama dalam menjaga ketersediaan obat di tanah air. Dari sarana produksi, gudang distribusi, ruang pelayanan di rumah sakit, hingga platform digital, apoteker hadir memastikan masyarakat mendapatkan haknya atas obat yang bermutu.

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

banner 950x90