Informasi
Hubungi Redaksi IAINews melalui email : humas@iainews.net
Floating Left Ads
Floating Right Ads
banner 950x90

BERMAKSUD MENGOBATI, BERUJUNG PADA PERMASALAHAN TUNTUTAN HUKUM

IMG 1128 scaled
apt. Daeng Agus Rizka Elok Auliyah, M.H(Kes), CMC
banner 120x600
banner 468x60

Artikel opini oleh apt. Daeng Agus Rizka Elok Auliyah, M.H(Kes), CMC.

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dengan pesat telah mengubah pola interaksi dalam masyarakat. Banyak aktivitas yang dulu harus dilakukan secara langsung, kini bisa dilakukan dari jarak jauh, tak terkecuali dalam memperoleh pengobatan.

Iklan ×

Di masa pandemi kemarin, masyarakat bisa mendapatkan layanan klinis secara daring (online). Bahkan pemerintah menyarankan masyarakat menempuh layanan daring tersebut untuk mengurangi kontak fisik.

Jauh sebelum pandemi, layanan kesehatan dalam bentuk telemedicine telah muncul. Bahkan di beberapa negara, layanan tersebut telah dipraktikkan. Di Indonesia, sebelum pandemi layanan telemedicine hanya diberlakukan dalam lingkup antar fasilitas layanan kesehatan (fasyankes).

Namun, praktik telemedicine dengan aplikasi bebas saat ini menjadi solusi sekaligus ancaman untuk disalahgunakan, rentan menyebabkan kesalahan diagnosis, malpraktik, pelanggaran etika kesehatan dan disiplin, serta pelanggaran hukum lainnya.

Kita pasti sudah familiar dengan layanan telemedicine. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Telemedicine Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan, disebutkan deskripsi dari telemedicine yaitu pemberian pelayanan kesehatan jarak jauh oleh profesional kesehatan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, meliputi pertukaran informasi diagnosis, pengobatan, pencegahan penyakit dan cedera, penelitian dan evaluasi, dan pendidikan berkelanjutan penyedia layanan kesehatan untuk kepentingan peningkatan kesehatan individu dan masyarakat.

Konsep telemedicine sendiri adalah pelayanan kesehatan yang dilaksanakan antara fasilitas pelayanan kesehatan satu dengan fasilitas pelayanan kesehatan yang lain berupa konsultasi untuk menegakkan diagnosis, terapi, dan/atau pencegahan penyakit yang mana dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang memiliki surat izin praktik di fasyankes penyelenggara.

Baca Juga  Edukasi Apoteker Karanganyar: Sosialisasi Suplemen dan Kosmetik Aman ke 1110 Siswa di World Pharmacy Day

Pelayanan telemedicine yang diberikan terdiri dari teleradiologi, teleelektrokardiografi, teleultrasonografi, telekonsultasi klinis dan pelayanan konsultasi telemedicine lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Konsultasi kesehatan secara daring dapat dikategorikan sebagai telekonsultasi klinis. Dalam Permenkes Nomor 20 Tahun 2019 juga disebutkan bahwa telekonsultasi klinis adalah pelayanan konsultasi klinis jarak jauh untuk membantu menegakkan diagnosis, dan/atau memberikan pertimbangan/saran tata laksana, yang dapat dilakukan secara tertulis, suara, dan/atau video dan harus terekam dan tercatat dalam rekam medis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Saat ini, Kementerian Kesehatan juga sedang mengembangkan layanan Telemedicine Indonesia (Temenin) yang terdiri dari empat unitmedis, termasuk salah satunya adalah telekonsultasi yang dimaksudkan untuk mempertemukan pasien dengan dokter ahli untuk konsultasi secara daring, mengetahui kondisi pasien, dan membuat rekomendasi pengobatan.

Permenkes Nomor 20 Tahun 2019 memberikan batasan bahwa fasyankes pemberi konsultasi hanya dapat dilakukan oleh rumah sakit sedangkan fasyankes peminta konsultasi dapat berupa rumah sakit, fasyankes tingkat pertama, dan fasyankes lainnya. Pelayanan telemedicine dalam aturan ini hanya diberlakukan untuk kebutuhan antar fasyankes sehingga belum mengatur pelayanan telemedicine bagi dokter atau fasyankes dengan pasien.

Dalam masa pandemi COVID-19, ada tiga instrumen peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan penerapan pelayanan telemedicine yang menjadi rujukan yaitu:

  1. Permenkes Nomor 20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Peraturan ini menjelaskan tentang penerapan pelayanan telemedicine antar fasyankes. Disebukan pada Pasal (5) Fasyankes Penyelenggara, fasyankes pemberi konsultasi adalah rumah sakit sedangkan fasyankes peminta konsultasi adalah rumah sakit, fasyankes tingkat pertama, dan fasyankes lain. Jika merujuk Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2016 tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan, terdapat penjelasan apa saja yang termasuk fasilitas pelayanan kesehatan. Seperti yang disebutkan pada Pasal 4 ayat (1), hanya ada sepuluh jenis fasilitas pelayanan kesehatan yaitu tempat praktik mandiri tenaga kesehatan, pusat kesehatan masyarakat, klinik, rumah sakit, apotek, unit transfusi darah, laboratorium kesehatan, optikal, fasilitas pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum, dan fasilitas pelayanan kesehatan tradisional.
  2. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/4829/2021 tentang Pedoman Pelayanan Kesehatan melalui Telemedicine pada Masa Pandemi COVID-19. Keputusan ini mencabut Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor HK.02.01/MENKES/303/2020 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan melalui Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam rangka Pencegahan Penyebaran COVID-19.
  3. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 74 Tahun 2020 tentang Kewenangan Klinis dan Praktik Kedokteran melalui Telemedicine pada Masa Pandemi COVID-19 di Indonesia. Merujuk pada peraturan ini, ada penjelasan bahwa yang dimaksud telemedicine adalah pemberian pelayanan kedokteran jarak jauh oleh dokter dan dokter gigi dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, meliputi pertukaran informasi diagnosis, pengobatan, pencegahan penyakit dan cedera, penelitian dan evaluasi, dan pendidikan berkelanjutan penyedia layanan kesehatan untuk kepentingan peningkatan kesehatan indiyidu dan masyarakat. Dokter dan dokter gigi dapat juga memberikan resep obat/alat kesehatan dan surat keterangan sakit dengan mempertimbangkan prinsip kehati-hatian dan akuntabilitas yang tinggi.
Baca Juga  Khamr dan Ditegurnya Sholat Ali

Tiga instrumen yang diuraikan diatas memiliki keterbatasan sebagai pedoman penerapan pelayanan telemedicine yang berkembang saat ini. Saat pemerintah mencabut situasi pandemi COVID-19, maka akan terjadi kekosongan instrumen yang menjadi petunjuk dalam pelaksanaan telemedicine.

Pengaturan telemedicine perlu memperhatikan kepentingan dan keselamatan pasien serta perlindungan bagi tenaga medis dan kesehatan. Pengaturan tersebut diharapkan selain memberi kemudahan bagi pasien dalam mengakses layanan kesehatan, juga memberikan kepastian hukum dan pedoman yang jelas bagi tenaga medis dan kesehatan dengan tetap menjaga mutu layanan. Sebelumnya, pernah ditetapkan Keputusan Menteri No. HK.01.07/MENKES/650/2017 tentang Rumah Sakit dan Puskesmas Penyelenggara Uji Coba Program Pelayanan Telemedicine.

Namun, isi konteksnya hanya pada kebolehan uji coba terbatas pelayanan telemedicine di rumah sakit dan puskesmas. Tidak hanya itu, masa berlaku peraturan ini juga telah berakhir pada 31 Desember 2019.

Baca Juga  7 Makna Berkurban bagi Apoteker dari Sisi Kesehatan

Praktik telemedicine dengan aplikasi bebas saat ini adalah solusi sekaligus ancaman untuk disalahgunakan. Rentan menyebabkan kesalahan diagnosis, malpraktik, pelanggaran etika kesehatan dan disiplin, serta pelanggaran hukum lainnya. Platform aplikasi telemedicine bukanlah fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit atau puskesmas. Belum ada kejelasan status, hak, kewajiban, dan tanggung jawab dari platform ini. Lalu, siapakah yang dapat diminta pertanggungjawaban jika terjadi malpraktik atau kebocoran data rekam medis pasien?

Mengingat pemerintah telah resmi mencabut status pandemi COVID-19 yang sudah ditetapkan dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023, bisa disimpulkan bahwa pelayanan telemedicine saat ini telah mengalami kekosongan peraturan. Harus segera ada Peraturan Menteri yang disusun untuk menyelesaikan masalah ini. Sebagai tenaga kesehatan yang lebih mengutamakan pelayanan terhadap pasien serta paham atas aturan hukum dan etika profesi, sebaiknya tetap mengikuti aturan kesehatan non-telemedicine dalam kegiatan praktik.

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

banner 950x90