Informasi
Hubungi Redaksi IAINews melalui email : humas@iai.id
Floating Left Ads
Floating Right Ads
banner 950x90

Apa Peran Yang Dapat Diambil Oleh Apoteker Rumah Sakit Pada Penanganan Pasien Chronic Kidney Disease?

Seminar dan Workshop Kefarmasian, Himpunan Seminat Farmasi Rumah Sakit PD IAI Lampung

banner 120x600
banner 468x60

LAMPUNG, IAINews – Penanganan pasien Chronic Kidney Disease (CKD) menjadi topik bahasan seminar dan workshop yang digelar Hisfarsi (Himpunan Seminar Farmasi Rumah Sakit PD IAI Lampung, pada Sabtu, 24 Agustus 2024 lalu.

Kegiatan yang mengusung tema Peningkatan Kompetensi Apoteker Rumah Sakit: Pemantauan Terapi Obat pada Pasien Chronic Kidney Disease ini diselenggarakan di hotel Santika Premiere Lampung dan dihadiri oleh lebih kurang 200 apoteker.

Iklan ×

Seminar dan workshop ini dilakukan bekerjasama dengan Badan Diklat Pengurus Pusat (PP) IAI yang merupakan salah satu institusi penyelenggara pelatihan bidang kesehatan dengan akreditasi A.

Ini adalah pertama kalinya kegiatan apoteker yang menggunakan SKP Platform dilakukan secara offline di Lampung.

Apoteker Martianus Perangin-angin, S.Farm.,M.Farm.Klin selaku ketua Hisfarsi PD IAI Lampung membuka kegiatan seminar dan workshop sekaligus mengisi materi terkait Roadmap Pengembangan Apoteker Spesialis di Indonesia.

Pada materi yang disampaikannya, apt Martianus menyatakan semenjak dikeluarkannya Undang-Undang (UU) No 17 tahun 2023 tentang Kesehatan, terdapat berbagai macam tantangan untuk seluruh profesi kesehatan, termasuk apoteker.

Salah satu tantangan bagi apoteker adalah terkait apoteker spesialis.

Pada pemaparannya, apt Martianus juga menceritakan bahwa pada 26 Mei 2022, beberapa kolegium dokter spesialis telah menyatakan dukungannya untuk pengembangan apoteker spesialis.

Hingga saat ini, sudah terdapat beberapa apoteker spesialis di indonesia, yaitu apoteker speasialis farmasi nuklir, apoteker speasialis onkologi, apoteker spesialis farmasi intensif, apoteker spesialis neonatus dan anak, serta apoteker spesialis interna.

Pengembangan apoteker spesialis yang dilakukan oleh PP IAI, keolegium ilmu farmasi Indonesia (KIFI), serta perguruan tinggi ini dilakukan dengan proses adopsi dan adaptasi dari advance practice yang dilakukan oleh federation international Pharmacist (FIP).

Namun, pendaftaran apoteker spesialis melalui Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) yang direncanakan dibuka melalui website KIFI pada tanggal 16 Mei 2024 hingga saat ini masih di tunda.

Baca Juga  Pengurus IYPG Lampung Resmi Dilantik dan Gelar Upgrading: Wujudkan Organisasi Harmonis dan Progresif

Pemantauan Terapi Obat

Sementara itu, dalam sambutannya, apt Joko Sunowo M.Clin.Pharm, selaku ketua panitia penyelenggara menyampaikan bahwa Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses komprehensif.

Proses itu dimulai dari seleksi pasien, pengumpulan data pasien, identifikasi masalah terkait obat, rekomendasi terapi, rencana pemantauan, sampai dengan tindak lanjut.

Dalam melakukan pelayanan kefarmasian tersebut, apoteker perlu bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain.

Apt Joko Sunowo menyampaikan terkait kompleksitas penyakit dan penggunaan obat, serta respon pasien yang sangat individual dapat meningkatkan munculnya permasalahan terkait obat.

Data yang panitia temukan, 12-87 % permasalahan terkait obat terjadi pada pasien Chronic Kidney Disease.

Oleh karena itu, PTO menjadi hal yang perlu dilakukan pada pasien Chronic Kidney Disease, agar tidak terjadi peristiwa yang tidak diinginkan.

‘’Hal inilah yang menjadi latar belakang pemilihan topik seminar dan workshop kali ini,’’ ujar apt Joko Sunowo.

Materi inti diawali dengan seminar yang disampaikan oleh dr. Emilia, SP.PD, KGH, FINASIM, dokter spesialis penyakit dalam konsultan ginjal-hipertensi  di RSUD Ahmad Yani Metro, Lampung.

Dr Emilia mengangkat tema peran apoteker rumah sakit dalam pemantauan terapi farmakologis pada Penyakit Chronic Kidney Disease.

Chronic Kidney Disease merupakan kelainan struktur dan/atau fungsi ginjal yang berlangsung lebih dari tiga bulan dengan berbagai implikasi terhadap kesehatan.

Terapi utama pasien Chronic Kidney Disease ditujukan untuk mencegah dan memperlambat progresivitas dari penyakit.

Dr Emilia menyatakan bahwa assesment pengobatan dan peresepan pada pasien Chronic Kidney Disease dilakukan dengan 5 proses, yaitu mengidentifikasi fungsi ginjal, menganalisis riwayat pengobatan, melakukan pengkajian pengobatan, melakukan penyesuain regimen pengobatan dan terakhir melakukan pemantauan terapi.

Proses analisis riwayat pengobatan tidak hanya sebatas reaksi alergi pasien, namun juga dilakukan analisis seluruh riwayat obat resep, obat bebas dan obat herbal serta diskontinuitas obat/toksisitas terutama obat yang dihentikan karena menyebabkan gagal fungsi ginjal.

Baca Juga  Kemenkes Keluarkan Surat Edaran Tentang GGAPA dan Obat Sirup

Pada tahapan pengkajian pengobatan, dr Emilia menyatakan terdapat beberapa pertanyaan yang harus dicari jawabannya.

Yaitu terkait apakah obat nefrotoksik atau dikontraindikasikan dengan stadium CKD?

Juga terakit, apakah metabolit obat waktu paruhnya diperpanjang karena Chronic Kidney Disease? Apakah risiko efek samping dan interaksi obat meningkat dengan Chronic Kidney Disease? Dan terakhir perlu juga dipertanyakan terkait, apakah obat memiliki rentang terapeutik sempit?

Peran apoteker bekerjasama dengan profesi kesehatan lainnya menjadi kunci pada penanganan pasien Chronic Kidney Disease.

Dr Emilia memberikan beberapa contoh hasil penelitian yang memperlihatkan peran apoteker pada pasien Chronic Kidney Disease.

Salah satunya adalah progam PTO oleh apoteker dalam uji klinis di Spanyol dapat mencegah penurunan fungsi ginjal pada kelompok pasien dengan CKD Stadium IV-V.

Pepatah lama mengatakan bahwa mempraktekan langsung suatu ilmu dapat lebih menjamin pemahaman dibandingkan hanya melihat saja, mendengar saja dan atau keduanya.

Pada kegiatan ini, materi inti kedua diisi dengan kegiatan workshop terkait studi kasus PTO pada pasien CKD.

Workshop diawali dengan pemaparan materi terkait pemantauan terapi obat melalui metode subjek, objektif, assessment dan planning atau dikenal dengan singkatan SOAP oleh apt Joko Sunowo.

Subjektif yang perlu diketahui oleh apoteker adalah terkait karakteristik pasien termasuk di dalamnya usia, tahap CKD, penyebab CKD serta alergi obat, riwayat medis pasien sebelumnya, riwayat sosial serta obat-obatan yang sedang digunakan.

Setelah memperoleh data subjektif pasien, apoteker perlu mengumpulkan data objektif pasien, seperti tanda-tanda vital (TTV), berat dan tinggin badan, hasil laboratorium dan hasil penunjang lainya.

Pada tahapan assesment, apoteker perlu memperhatikan beberapa hal terkait estimasi fungsi ginjal.

Juga diperhatikan perlu-tidaknya penyesuaian dosis, mengetahui metabolisme, aktivitas, dan metode ekskresi setiap obat yang diberikan.

Karena itu perlu dilakukan pemilihan obat dengan nefrotoksisitas minimal, menilai obat dengan highly protein bound (ikatan protein>80%), serta melakukan penilaian terkait natrium dan retensi air, TTV.

Baca Juga  IAI Mengecam Serangan Israel di Gaza, Sebut Melanggar Hukum Internasional

Pada tahap terakhir, yaitu planning, apoteker dapat memberikan rekomendasi terapi obat berdasarkan hasil assesmen dan melakukan edukasi kepada pasien.

Panitia membagi peserta menjadi 22 kelompok yang dibimbing oleh 5 fasilitator yang merupakan apoteker klinis dari beberapa rumah sakit.

Fasilitator tersebut yaitu, apt Martianus, apoteker klinis di RS Immanuel, apt Joko Sunowo yang berpraktek di RS Mitra Husada,  apt  Anton Pratama, S.Farm., M.Sc dan apt Mirza Junando, M.Farm.Klin  yang berpraktek di RSUD Hi. Abdul Moeloek Provinsi Lampung dan yang terakhir Apoteker Devina Harti Syahputri, S.Farm. M.Farm yang berpraktek bersama dengan dr.Emilia di RSUD Ahmad Yani, Metro.

Pada workshop tersebut diangkat kasus CKD dengan berbagai permasalahan medik yang berbeda.

Dipaparkan sebelumnya oleh apt Joko Sunowo, permasalah medis yang umum terjadi pada pasien CKD diantaranya adalah anemia, kelainan hematologi, hipertensi yang tidak terkontrol, uremia, asidosis, hiperurisemia, hiperkalemia/ hipokalemia serta gangguan gastrointestinal.

Pada studi kasus di workshop, fasilitator berusa meramu kasus dengan permasalahan medis yang berbeda-beda.

Fasilitator memberikan 5 kasus dengan topik CKD dengan Anemia, CKD dengan asidosis metabolik, CKD dengan gangguan elektrolit dan cairan, CKD dengan kardiovaskular dan hipertensi dan terakhir kasus terkait CKD dengan MBD mineral born disease.

Posisi terkait apoteker spesialis hingga saat ini memang masih ditunda. Selama menunggu realisasi program tersebut, apoteker di rumah sakit dapat terus meningkatkan kompetensinya, salah satunya dengan melakukan pendidikan berkelanjutan.

Seminar dan workshop yang merupakan salah satu program kerja bidang farmasi klinik hisfarsi PD IAI Lampung ini diagendakan dilakukan minimal 1 tahun sekali.

Apt Devina selaku ketua bidang farmasi klinik berharap, program ini dapat dijalankan hingga kepengurusan Hisfarsi yang diamanahkan kepada dirinya selesai.***

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

banner 950x90