Informasi
Hubungi Redaksi IAINews melalui email : humas@iai.id
Floating Left Ads
Floating Right Ads
banner 950x90

Memutuskan Rantai Penularan Tuberkulosis dengan Penatalaksanaan Penyakit TB

banner 120x600
banner 468x60

PENATALAKSANAAN penyakit Tuberkulosis (TB) sangat penting untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, memutus rantai penularan, dan mencegah terjadinya resistensi obat.

Iklan ×

Literatur yang relevan, termasuk pedoman dari WHO dan Kementerian Kesehatan RI, menekankan beberapa prinsip utama dalam pengobatan TB:

  1. Diagnosis Dini dan Tepat:
  2. Diagnosis TB paru pada orang dewasa harus ditegakkan terlebih dahulu dengan pemeriksaan bakteriologis (mikroskopis BTA, Tes Cepat Molekuler/TCM, atau biakan).
  3. Pemeriksaan uji kepekaan obat universal (DST) juga penting, terutama pada kelompok risiko tinggi dan area dengan kasus TB resistan obat (TB RO) yang tinggi.
  4. Skrining sistematis pada kontak erat dan kelompok risiko tinggi sangat dianjurkan.
  5. Prinsip Pengobatan TB
  6. Panduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang Tepat:
  • Pengobatan diberikan dalam bentuk panduan OAT yang mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi.
  • Panduan ini biasanya terdiri dari obat-obatan primer seperti Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), dan Etambutol (E). Obat sekunder juga dapat digunakan dalam kasus tertentu atau TB resistan obat.
  • WHO dan IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) merekomendasikan penggunaan OAT kombinasi dosis tetap (KDT) atau kombipak untuk meningkatkan kepatuhan pasien dan mengurangi risiko resistensi.
  1. Dosis yang Tepat: Dosis OAT harus disesuaikan dengan berat badan pasien untuk memastikan efektivitas obat dan meminimalkan efek samping.
  2. Durasi Pengobatan yang Cukup: Umumnya, pengobatan TB berlangsung 6-8 bulan, dibagi menjadi dua fase:
  • Fase Intensif: Berlangsung selama 2 bulan pertama, di mana pasien mengonsumsi kombinasi OAT setiap hari (misalnya, HRZE). Fase ini bertujuan untuk membunuh sebagian besar kuman TB yang aktif bereplikasi.
  • Fase Lanjutan: Berlangsung selama 4-6 bulan berikutnya, dengan frekuensi pemberian obat yang lebih jarang (misalnya, 3 kali seminggu). Fase ini bertujuan untuk memusnahkan kuman TB yang tersisa (kuman persister) dan mencegah kekambuhan.
  • Pada kasus tertentu, durasi pengobatan bisa lebih lama, terutama pada TB resistan obat atau TB ekstra paru.
  1. Keteraturan Minum Obat (Kepatuhan Pasien):
  • Keteraturan dalam meminum OAT sampai dinyatakan sembuh adalah kunci keberhasilan pengobatan.
  • Peran Pengawas Menelan Obat (PMO) sangat penting untuk memastikan pasien menelan OAT secara teratur sesuai ketentuan yang ditetapkan dokter.
  1. Pengawasan Efek Samping Obat: Penggunaan OAT dapat menimbulkan berbagai efek samping. Penting untuk memonitor efek samping yang mungkin timbul dan segera melaporkannya kepada tenaga kesehatan.
  2. Regimen Pengobatan TB
Baca Juga  Farmakovigilans: Sistem Deteksi Reaksi Obat yang Menyelamatkan Nyawa

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Tata Laksana Tuberkulosis dari Kementerian Kesehatan RI dan WHO merekomendasikan berbagai regimen pengobatan, tergantung pada kategori pasien dan status resistensi obat. Beberapa contoh regimen standar:

  1. TB Sensitif Obat (Kategori 1):
  • 2RHZE / 4HR: 2 bulan Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol setiap hari, dilanjutkan 4 bulan Isoniazid, Rifampisin setiap hari.
  • 2RHZE / 4R3H3: 2 bulan Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol setiap hari, dilanjutkan 4 bulan Isoniazid, Rifampisin 3 kali seminggu (intermiten).
  1. TB Resistan Obat (TB RO):

Penatalaksanaan TB RO jauh lebih kompleks dan memerlukan paduan obat khusus serta durasi yang lebih panjang (misalnya, 6 bulan, 9 bulan, atau 18-20 bulan) dengan obat lini kedua yang lebih mahal dan memiliki efek samping yang lebih banyak. Contoh paduan yang disebutkan dalam literatur adalah BPaLM, BPaL, atau paduan jangka panjang. Penanganan TB RO juga harus dilakukan di fasilitas kesehatan yang memadai.

  1. Penatalaksanaan Tambahan
Baca Juga  Apoteker Sulawesi Tenggara Meriahkan PIT 2025 Di Makassar

Selain pemberian OAT, penatalaksanaan TB juga mencakup:

  1. Edukasi Pasien dan Keluarga:
  • Memberikan pemahaman tentang penyakit TB, pentingnya kepatuhan pengobatan, cara penularan, dan upaya pencegahan.
  • Edukasi tentang diet gizi seimbang (tinggi kalori dan tinggi protein) dan pentingnya menjaga kesehatan jasmani melalui aktivitas fisik rutin.
  • Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit TB, pentingnya pengobatan, efek samping obat, dan cara pencegahan penularan.
  • Memberikan dukungan psikososial untuk meredakan kecemasan atau ketakutan terkait pengobatan.
  • Mendorong pasien untuk makan makanan bergizi (tinggi kalori dan tinggi protein) dan menjaga kesehatan jasmani melalui aktivitas olahraga rutin.
  • Kunjungan rutin dari petugas puskesmas untuk memonitor keluhan yang dialami pasien.
  1. Upaya Preventif, edukasi pasien dan masyarakat tentang cara mencegah penularan TB, seperti:
  • Menjaga kebersihan diri (cuci tangan).
  • Melakukan etika batuk dan bersin.
  • Tidak membuang dahak sembarangan.
  • Menggunakan masker di tempat ramai atau saat berinteraksi dengan orang lain.
  • Memastikan ventilasi rumah dan tempat kerja yang cukup.
  • Pemberian Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) pada kelompok berisiko tinggi (misalnya, kontak erat pasien TB, orang dengan HIV).
  • Vaksinasi BCG pada bayi (untuk mengurangi risiko TB paru berat pada anak).
  1. Kolaborasi Layanan : Integrasi penanganan TB dengan kondisi medis lain yang relevan (misalnya, TB-HIV, TB-Diabetes Mellitus).
  2. Pemantauan dan Evaluasi:
  3. Pencatatan dan pelaporan kegiatan TB menggunakan Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB).
  4. Pemeriksaan Dahak Ulang: Dilakukan secara berkala (misalnya pada akhir bulan ke-2, bulan ke-5, dan akhir pengobatan) untuk mengevaluasi respons terhadap terapi.
  5. Pemantauan Efek Samping Obat: Petugas kesehatan akan memantau kemungkinan munculnya efek samping OAT, seperti:
  • Gangguan pencernaan: Mual, muntah, nyeri perut.
  • Gangguan hati: Mata dan kulit kuning (ikterus), nyeri ulu hati.
  • Gangguan saraf: Kesemutan, kebas, nyeri sendi (akibat peningkatan asam urat). Perubahan warna urine dan keringat: Menjadi kemerahan (akibat rifampisin).
  • Gangguan penglihatan: Penurunan ketajaman penglihatan (akibat etambutol).
  • Reaksi alergi: Ruam kulit, gatal. Penanganan efek samping akan disesuaikan, kadang dengan pemberian obat tambahan atau penyesuaian dosis OAT di bawah pengawasan dokter. Penting untuk tidak menghentikan OAT secara mandiri.
  • Penimbangan Berat Badan: Memantau status gizi pasien.
  • Kunjungan Rutin/Pendampingan PMO: Untuk memantau kepatuhan minum obat dan memberikan dukungan psikososial
Baca Juga  Perhatikan Dosis, Frekuensi dan Waktu Mengonsumsi Obat

Secara keseluruhan, penatalaksanaan TB harus dilakukan secara komprehensif, melibatkan diagnosis yang tepat, pemberian OAT yang sesuai dan teratur, dukungan pasien yang memadai, serta upaya pencegahan untuk memutus rantai penularan. Seluruh pedoman ini terus diperbarui sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan penemuan obat baru.

Kementerian Kesehatan RI secara berkala memperbarui pedoman penatalaksanaan TB, termasuk untuk TB resistan obat, sebagai bagian dari upaya nasional untuk eliminasi TB di Indonesia.***

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

banner 950x90