GORONTALO, IAINews — PD IAI Gorontalo menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertema “Regulasi Farmasi dan Implikasinya terhadap Operasional Apotek dan Penjualan Produk Kesehatan” pada Minggu, 11 Mei 2025, Hotel Elji, Kota Gorontalo.
Acara ini menghadirkan lembaga survei internasional NielseniQ sebagai narasumber utama yang memberikan pandangan strategis berdasarkan data dan riset pasar terkini.
Kegiatan dibuka oleh Ketua Pengurus Daerah (PD) IAI Gorontalo. FGD ini dihadiri oleh jajaran pengurus daerah IAI, antara lain Sekretaris PD, Dewan Pengawas PD, dan anggota Majelis Kehormatan Etik Apoteker Indonesia (MKEAI) PD IAI Gorontalo, serta Ketua-Ketua Pengurus Cabang (PC) IAI dari seluruh kabupaten/kota se-Provinsi Gorontalo. Selain itu, hadir pula para peserta yang merupakan perwakilan apoteker dari masing-masing PC IAI.
FGD ini bertujuan untuk memberikan pemahaman komprehensif kepada apoteker terkait dinamika regulasi farmasi yang tengah berkembang, serta dampaknya terhadap praktik kefarmasian dan sistem distribusi produk kesehatan.
Kolaborasi dengan NielseniQ dimaksudkan untuk menjembatani kebutuhan informasi berbasis data antara regulator, pelaku usaha kefarmasian, dan tenaga profesional di bidang farmasi.
Dalam sambutannya, Ketua PD IAI Gorontalo menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan langkah penting untuk memperkuat kapabilitas dan wawasan apoteker di daerah terhadap perubahan-perubahan regulasi, serta untuk meningkatkan kesiapan mereka dalam menghadapi tantangan operasional sehari-hari di lapangan.
Perwakilan dari NielseniQ menyampaikan materi yang menyoroti perubahan kebijakan dalam pendistribusian obat, pengawasan terhadap penjualan obat bebas terbatas, serta perkembangan regulasi terkait digitalisasi pelayanan kefarmasian. Mereka juga mengulas dampak dari kebijakan harga eceran tertinggi (HET) dan sistem pelaporan digital yang mulai diwajibkan di sejumlah wilayah.
Salah satu poin penting yang disampaikan adalah bagaimana regulasi dapat mempengaruhi daya saing apotek dan klinik, terutama yang berada di wilayah nonperkotaan. Selain itu, NielseniQ juga menekankan pentingnya efisiensi dalam rantai pasok dan pengelolaan inventori sebagai kunci untuk tetap kompetitif di tengah perubahan kebijakan pasar.
Dalam sesi khusus yang sangat diminati peserta, NielseniQ memberikan sejumlah tips dan trik praktis bagi pemilik apotek dan klinik agar dapat meningkatkan omzet dan efisiensi operasional. Beberapa strategi yang disampaikan antara lain:
- Analisis Data Penjualan Secara Berkala
Pelaku usaha didorong untuk rutin menganalisis tren penjualan produk guna mengetahui pola permintaan masyarakat dan menyesuaikan stok yang tersedia di apotek. - Pengelolaan Stok yang Lebih Tertib dan Efisien
NielseniQ menyarankan penggunaan sistem manajemen inventori yang terintegrasi untuk meminimalisasi kelebihan stok dan mencegah kadaluarsa produk. - Segmentasi Konsumen Berdasarkan Kebutuhan Lokal
Apotek dan klinik dianjurkan untuk memahami kebutuhan khas masyarakat sekitar, misalnya produk kesehatan anak, vitamin musiman, atau obat-obat tertentu yang menjadi langganan permintaan di daerah setempat. - Pemanfaatan Platform Digital untuk Promosi dan Edukasi
Peningkatan omzet bisa dicapai melalui pemanfaatan media sosial dan platform daring untuk mengedukasi masyarakat sekaligus mempromosikan layanan kefarmasian yang dimiliki. - Pelatihan Tim Apotek
Ditekankan pula pentingnya meningkatkan kompetensi staf apotek, termasuk dalam memberikan layanan konsultasi yang baik kepada pelanggan agar tercipta loyalitas jangka panjang.
Menurut NielseniQ, apotek yang mampu menyesuaikan diri dengan cepat terhadap perubahan perilaku konsumen dan kebijakan pemerintah, memiliki peluang besar untuk tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan.
Selama sesi diskusi terbuka, para peserta menyampaikan pandangan dan tantangan yang mereka alami dalam implementasi kebijakan baru, khususnya pada aspek administrasi digital dan pelaporan daring. Banyak apoteker menyampaikan perlunya bimbingan teknis yang lebih konkret serta pendampingan dari organisasi profesi dalam menavigasi perubahan regulasi yang cepat.
Pengurus PD IAI Gorontalo merespons hal ini dengan komitmen untuk menyusun program tindak lanjut berupa pelatihan teknis dan forum komunikasi berkala yang melibatkan pemangku kepentingan, termasuk Dinas Kesehatan dan penyedia sistem farmasi digital.
Kegiatan FGD ini ditutup dengan kesimpulan bahwa keberhasilan adaptasi terhadap regulasi bukan hanya ditentukan oleh pemahaman terhadap aturan, tetapi juga oleh kemampuan manajerial dan strategi bisnis apotek dalam menjawab kebutuhan masyarakat. Sinergi antara organisasi profesi, lembaga riset, dan pelaku usaha sangat diperlukan untuk memastikan pelayanan kefarmasian tetap relevan dan berdaya saing.
Ketua PD IAI Gorontalo berharap kegiatan serupa dapat terus dilakukan secara berkala sebagai bentuk penguatan kapasitas profesi, serta sebagai ruang berbagi informasi yang konstruktif dan berbasis data akurat.***