
KEDIRI, IAINews – Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus gagal ginjal akut yang melibatkan PT AFI Farma, Senin, 23 Oktober 2023 membacakan replik atas pledoi kuasa hukum karyawan PT AFI Farma.
Kasus ini menyeret tiga apoteker karyawan PT AFI Farma, yakni Nony Satya Anugrah (Terdakwa II), Aynarwati Suwito (Terdakwa III) dan Istikhomah (Terdakwa IV) berlangsung di ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Kota Kediri membacakan Replik
Menanggapi hal ini apt Noffendri Roestam, S.Si, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia menyatakan dukungannya terhadap ketiga terdakwa.
‘’Sebagai organisasi yang menaungi ketiga terdakma, kami selalu memberikan dukungan dan terus memantai perkembangan kasusnya,’’ ungkap apt Noffendri Roestam.
Hal itu, sebagai wujud dukungan dan upaya agar secara mental ketiga terdakwa tetap kuat dalam menghadapi kasus ini.
‘’Selain itu, PP IAI juga menyediakan penanganan hukum gratis tidak dipungut biaya apapun bagi anggotanya, yang terkena permasalahan hukum dalam melakukan pekerjaan kefarmasian,’’ lanjut Noffendri Roestam.
‘’Kami berharap agar Hakim dalam memberikan putusan akan seadil adilnya, mengingat mereka adalah karyawan PT. AFI Farma yang bekerja menjalankan pekerjaan kefarmasian hanya mendapatkan gaji yang dipergunakan untuk bertahan hidup bersama keluarga,’’ tutur Noffendri Roestam.
Seperti diketahui dalam tuntutannya, JPU menuntut Direktur Utama PT Afi Farma, Arief Prasetya Harahap (Terdakwa I), dengan 9 tahun penjara.
Sedangkan tiga terdakwa lainnya yaitu Nony Satya Anugrah (Terdakwa II), Aynarwati Suwito (Terdakwa III) dan Istikhomah (Terdakwa IV) dituntut masing-masing 7 tahun penjara.
Mereka juga dikenakan pidana denda sebesar Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) subsidair 6 (enam) bulan kurungan.
Ke empat terdakwa didakwa melanggar pasal 196 jo pasal 98 ayat 2 dan 3 UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP
Yunus Adhi Prabowo, selaku kuasa Hukum Nony Satya Anugrah (Terdakwa II), Aynarwati Suwito (Terdakwa III) dan Istikhomah (Terdakwa IV) dari advokat PP Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) mengatakan Replik ini diajukan oleh Jaksa dikarenakan Jaksa Penuntut Umum harus menyanggah pledoi yang dibuat.
Menurut Yunus Adhi Prabowo, dalam perkara ini dugaan tindak pidana ini dilakukan oleh Perusahaan Koorporasi.
Sesuai dengan UU Perseroan Terbatas, Direktur PT AFI Farma merupakan penanggungjawab puncak dalam proses pembuatan obat dan pengedarannya.
Akan tetapi, lanjut Yunus Adhi Prabowo, dalam dakwaan dan surat tuntutan, JPU melakukan penuntutan pidana kepada Terdakwa I, II, III, IV secara pribadi sebagai pihak yang bertanggungjawab, bukan kepada direktur PT. Afifarma selaku korporasi.
‘’Tindakan Terdakwa II, III dan IV sebagai karyawan dilakukan untuk Perseroan dalam menjalankan fungsi, dari sana kemudian ada keuntungan untuk korporasi,’’ lanjut Yunus Adhi Prabowo.
‘’Karena ada keuntungan yang diterima korporasi, maka hal itu dianggap sebagai tindak pidana korporasi,’’ tegas Yunus Adhi Prabowo.
‘’Jadi penempatan Terdakwa I, II, III, IV sebagai perorangan yang bertanggung jawab secara pribadi tidak dapat dibenarkan, karena PT. AFI Farma adalah perusahaan yang sudah memiliki legalitas dan CPOB dalam melakukan kegiatannya,’’ lanjut Yunus Adhi Prabowo.
Dalam kesempatan tersebut, Yunus menyampaikan, secara garis besar ada 2 (dua) cara kematian. Yaitu kematian yang wajar akibat sakit dan kematian tidak wajar bukan akibat penyakit, seperti pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan, keracunan dan lain-lain.
Dalam hal kasus gagal ginjal akut pada anak ini, tidak ada data hasil visum, otopsi, dan biopsi dari masing-masing korban yang menyatakan EG dan DEG adalah penyebab kematian mereka.
Karena untuk mengetahui penyebab kematian pasti harus disampaikan hasil otopsi, rekam medis, biopsi, precondition berkaitan kondisi keluarga, kondisi gaya hidup anak serta makanan anak.
Untuk mengetahui penyebab kematian anak secara pasti, Visum et Repertum berperan sebagai alat penerangan bagi Hakim serta alat bukti yang cukup vital.
Dalam hal kasus gagal ginjal akut pada anak, kematian mereka dianggap tidak wajar akibat keracunan EG dan DEG.
‘’Dengan persangkaan kematian karena racun EG dan DEG, maka sangat penting dilakukan visum, otopsi dan biopsi untuk memberikan petunjuk kepada Hakim, mengenai tanda-tanda dan sebab-sebab kematian secara jelas dan pasti,’’ jelas Yunus Adhi Prabowo.
“Pada sidang selanjutnya kita akan melakukan duplik untuk membalas Replik JPU,’’ tutup Yunus Adhi Prabowo.
Sebaimana diketahui tahun lalu Indonesia dikejutkan dengan munculnya kasus Gagal Ginjal Akut Atipikal yang menyerang balita dan anak-anak usia 0 – 18 tahun.
Pemerintah kemudian memutuskan menghentikan sementara peredaran obat sirup yang mengandung Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) yang dituduh sebagai penyebab kasus tersebut.
Namun sejauh ini pemerintah tidak melakukan otopsi dan visum atas kasus tersebut, sehingga tidak ada data yang pasti, apakah gagal ginjal akut atipikal ini disebabkan oleh EG dan DEG.
Salah satu produsen obat sirup yang tersangkut kasus ini adalah PT AFI Farma yang berlokasi di Kediri.***