MAKASSAR, IAINews – Menurut catatan WHO, saat ini 80 persen penduduk negara berkembang dan 65 persen penduduk negara maju menggunakan obat bahan alam untuk pengobatan mereka. Itu menunjukan tren penggunaan bahan alam untuk pengobatan yang semakin meningkat.
Demikian disampaikan apt. Yuri Pratiwi Utami, M.Si, C.Herb, seorang praktisi Kesehatan dalam webinar bertajuk ‘Tren Global dan Peluang Besar Produk Farmasi Berbahan Alam’, yang diselenggarakan pada Kamis, 24 Juli 2025 lalu.

Webinar yang dilaksanakan oleh AIM Training Center ini dipandu oleh MC sekaligus moderator Dinda Zahrotudinniyah.
Trend Global Penggunaan Produk Bahan Alam
’’Pergeseran paradigma kesehatan global terjadi karena beberapa faktor. Diantaranya adalah peningkatan kesadaran akan kesehatan dan gaya hidup alami,’’ ungkap apt Yuri Pratiwi.
’’Selain itu, konstribusi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, isu keberlanjutan dan etika lingkungan yang memainkan peran krusial, pengaruh budaya dan tradisi lokal, dan kekuatan pemasaran dan media sosial tidak bisa diabaikan,” ujarnya lebih lanjut.
Obat bahan alam, adalah produk farmasi yang bahan aktif utamanya berasal dari sumber daya alam seperti tumbuhan, hewan, mineral, atau mikroorganisme.
Bukan hanya obat tradisional berupa jamu, tetapi juga mencakup obat herbal terstandar dan fitofarmaka, suplemen kesehatan, dan kosmetik medis dengan klaim khasiat tertentu.
Obat bahan alam harus memiliki dasar ilmiah dalam hal standardisasi, identifikasi, isolasi, dan uji klinis.
Perkembangan Produk Bahan Alam di Dunia
Saat ini trend peningkatan penggunaan bahan alam muncul dengan makin banyak masyarakat di berbagai belahan dunia, baik di negara berkembang maupun maju, beralih ke solusi alami untuk menjaga kesehatan dan mengobati penyakit.
Berdasarkan data WHO, 80% penduduk negara berkembang dan 65% penduduk negara maju telah menggunakan obat herbal dalam pengobatan mereka.
Pertumbuhan pasar untuk produk herbal diproyeksikan mencapai USD 178,4 miliar pada tahun 2026, dengan pertumbuhan tahunan (CAGR) sebesar 7,2%.
Diperkirakan nilai pasar global produk herbal bisa mencapai USD 400 miliar pada tahun 2030.
Potensi ini dapat dicapai dengan adanya inovasi dan kemajuan teknologi dalam hal ekstraksi bahan aktif, formulasi ramah lingkungan serta penggunaan nanoteknologi.
Digitalisasi yang juga merambah industri ini makin memperluas jangkaian distribusi.
Sejumlah penemuan senyawa baru dan perkembangan fitofarmaka juga menjadi pemicu terus berkembangkan produk bahan alam.
Dukungan Pemerintah dan Kebijakan Regulasi
Sejumlah negara aktif mendorong regulasi yang melindungi konsumen dan memperkuat daya saing produk farmasi berbahan alam.
Di Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) secara aktif mengeluarkan peraturan terkait pedoman klaim khasiat, keamanan, mutu, dan penandaan obat bahan alam.
Pemerintah juga mengeluarkan kebijakan untuk memprioritaskan penggunaan sediaan dan alat Kesehatan dalam negeri termasuk obat bahan alam.
Selain itu dorongan hilirisasi dan inisiatif riset oleh badan riset seperti BRIN merupakan upaya peningkatan penggunan produk bahan alam.
Diversifikasi Pasar dan Ekspor
Produk herbal tidak hanya digunakan sebagai obat (fitofarmaka), tetapi juga merambah ke berbagai sektor seperti suplemen kesehatan, kosmetik alami, minuman fungsional, dan aromaterapi, membuka peluang ekspor lintas sektor industri.
Negara-negara dengan kekayaan biodiversitas tinggi seperti Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemain utama di pasar global obat bahan alam. Ekspor industri farmasi dan obat bahan alam Indonesia menunjukkan peningkatan signifikan.
Potensi dan Peluang Pasar Produk Herbal Indonesia
Peluang produk herbal di Indonesia saat ini sangat menjanjikan dan terus berkembang pesat.
Ada beberapa faktor utama yang mendukung hal ini, diantaranya Adalah peningkatan kesadaran masyarakat akan gaya hidup sehat, sejak pandemi Covid-19 yang lalu.
Kesadaran itu mendorong masyarakaty menggunakan produk herbal dalam kehidupan kesehariannya.
Euromonitor International memperkirakan pasar produk herbal di Indonesia akan mencapai Rp23 triliun pada tahun 2025.
Industri obat tradisional sendiri menunjukkan pertumbuhan sekitar 6% per tahun, melampaui pertumbuhan ekonomi nasional.
Sementara kekayaan biodiversitas Indonesia Indonesia yang memiliki lebih dari 17.200 jenis tanaman obat, menjadikannya lumbung bahan baku herbal yang sangat melimpah. Ini adalah modal besar untuk pengembangan dan inovasi produk herbal.***