Makassar, IAINews – Empat hari penuh, 27–30 Agustus 2025, Hotel Claro Makassar menjadi pusat pertemuan ribuan apoteker dari seluruh Indonesia. Rapat Kerja Nasional (Rakernas) dan Pekan Ilmiah Tahunan (PIT) Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) 2025 menghadirkan lebih dari 1.500 peserta, mulai dari akademisi, praktisi, pengurus organisasi, hingga mahasiswa.
Di dalam ruang-ruang simposium, diskusi hangat terjadi mengenai masa depan profesi apoteker. Di luar, deretan booth instansi pemerintah, industri farmasi, dan alat kesehatan memamerkan inovasi terbaru. Malam hari, canda tawa mengalir dalam gala dinner yang penuh keakraban.
Namun di balik gegap gempita itu, ada sosok-sosok lain yang bekerja dalam diam: Tim Kesehatan. Mereka tidak tampil di panggung utama, tidak pula menjadi pembicara simposium, tetapi peran mereka tak tergantikan – memastikan ribuan peserta tetap sehat dan selamat selama acara.
Malam Migrain di Tengah Gala Dinner
Jumat malam, 29 Agustus. Di ballroom lantai dua, gala dinner berlangsung meriah. Musik, santap malam, dan lampu panggung menambah semarak. Namun di salah satu kamar hotel lantai delapan, seorang peserta justru terbaring lemah.
Yanti (bukan nama sebenarnya), apoteker asal Jakarta, sejak sore merasakan migrain hebat. Obat bebas yang selalu ia bawa ke mana pun tak lagi manjur. “Saya coba bertahan, tapi sakitnya makin kuat. Sampai bingung harus minta tolong siapa,” kenangnya.
Situasi semakin sulit karena di luar hotel, terjadi kerusuhan massa yang berujung pembakaran gedung DPRD Kota Makassar. Kondisi ini menambah kecemasan, membuat Yanti semakin terisolasi di kamarnya.
Dalam kepanikan, ia teringat seorang panitia yang dikenalnya, apt. Hendra Herman, Koordinator Tim Kesehatan dari Panitia lokal. Meski suara gala dinner bising di belakangnya, Hendra sigap menerima panggilan. Tak butuh waktu lama, ia mengirim seorang anggota tim kesehatan untuk mengetuk pintu kamar Yanti, membawa obat ibuprofen dan memastikan pasien sementara aman.
Pesan “HELP” Jelang Tengah Malam
Waktu terus berjalan, tetapi sakit tak juga reda. Pukul 22.30, Yanti menulis pesan singkat ke Hendra: “HELP”. Satu kata itu sudah cukup untuk membuat tim kesehatan kembali bergerak.
Tiga tenaga kesehatan perempuan segera naik ke lantai delapan. Mereka mengecek tekanan darah, denyut nadi, serta kondisi umum pasien. “Tekanan darah cukup tinggi, tapi masih dalam batas aman. Ibu sudah minum obat dan makan apa?” tanya salah seorang perawat.
Tidak banyak yang bisa dilakukan malam itu selain observasi. Obat sudah diminum, kondisi relatif stabil, namun rasa sakit masih bertahan. Setidaknya, kehadiran tim memberi ketenangan. “Saya merasa tidak sendiri lagi. Walau sakit belum hilang, ada orang-orang yang siap membantu,” ujar Yanti kemudian.
Pagi yang Berat dan Pertolongan yang Ringan Tangan
Sabtu pagi, 30 Agustus, Yanti mencoba memaksakan diri sarapan di restoran hotel. Namun tubuhnya masih lemah. Tak lama kemudian, tanpa sanggup mengikuti pertemuan lagi, ia kembali ke kamar, dan kali ini migrain disertai nyeri di seluruh tubuh. Teman sekamarnya sudah lebih dulu menuju bandara, membuat Yanti benar-benar sendirian.
Dengan sisa tenaga, ia menghubungi sahabatnya, apt. Ira, rekan kerjanya yang juga asal Makassar. Kaget mendengar suara Yanti yang lemah, Ira langsung bergegas naik ke kamar bersama petugas hotel. Tak menunggu lama, tim medis kembali dipanggil.
Seorang dokter dan dua perawat datang memeriksa. Tekanan darah Yanti kembali tinggi. Nyeri lambung dan menggigil di seluruh tubuh, hingga sesak napas dialaminya. Mereka memberi obat penurun tekanan darah, obat pereda nyeri lambung, vitamin, serta terapi sederhana berupa akupresur dan pijatan refleksi. “Kadang sentuhan ringan bisa melancarkan aliran darah dan mengurangi nyeri,” ujar salah satu perawat sambil menekan titik refleksi di telapak tangan pasien.
“Sepertinya Ibu kelelahan. Makanya badan lemas dan aliran darah tidak lancar, jadi nyeri sebelah di kepala dan leher,” ujarnya sambil memijat ujung jari kaki Yanti.
“Tadi juga ada peserta laki-laki dari Jakarta yang juga sakit migrain di posko medis. Setelah saya pijat sedikit dengan tehnik ini, Ia tidur pulas selama satu jam, dan bangun sudah lebih sehat,” sambungnya sambil tersenyum dan menunjukkan foto di layar ponselnya.
Yanti merasakan badannya mulai hangat, tidak lagi menggigil, hanya sedikit nyeri kepala yang masih terasa. Ia juga diberikan obat untuk menurunkan kolesterol jika kondisi belum membaik untuk diminum malam hari.
Minyak Bajakah dan Kepedulian Sejawat
Tak lama berselang setelah Tim Kesehatan tersebut beranjak pergi, giliran apt. Sri Muntani, Ketua Apoteker Tanggap Bencana Sulsel, yang datang menjenguk. Ia bergegas ke kamar Yanti Ketika diberitahukan oleh Ketua PD IAI Sulawesi Selatan. Tanpa basa-basi, panitia yang juga termasuk tim kesehatan tersebut menawarkan untuk memijat seluruh tubuh Yanti.
Yanti yang sudah bersiap keluar kamar karena sudah melewati dua jam dari waktu check out hotel, memandang heran padanya.
“Saya bisa ngurut dikit-dikit kalo mau, biar badannya enakan,” sambung Sri meyakinkan.
Setelah berembug sebentar dengan Ira, dan menghubungi teman yang masih menginap di hotel tersebut untuk menumpang sejenak di kamarnya, Yanti dipapah Sri untuk pindah kamar ke lantai enam.
Sesampainya di kamar pengurus IAI lain, dengan sigap Sri Muntani mengambil posisi untuk memijat badan Yanti yang sangat lelah. Mengoleskan Minyak Bajakah asli Makassar yang diberikan oleh Ira, perlahan tangannya menari di atas tubuh Yanti yang lemah. Minyak Gosok Bajakah ini menurut Ira adalah salah satu obat tradisional yang dipercaya membantu mengurangi pegal dan nyeri. Diproduksi dalam skala rumah tangga, kakaknya menjadi salah satu distributor minyak tersebut.
https://shopee.co.id/MINYAK-GOSOK-BAJAKAH-AREA-MAKASSAR-i.8916795.42856671874
“Kalau di lokasi bencana, kadang saya juga lakukan ini untuk pengungsi atau petugas yang kelelahan. Sekarang saya coba bantu Mbak Yanti,” ujarnya sambil tersenyum.
Sri dengan sabar memijat tubuh Yanti, mengoleskan minyak Bajakah di pundak dan leher. Perlahan, otot yang tegang mulai mengendur. Yanti merasa tubuhnya hangat, nyeri berkurang, dan bisa kembali tidur lebih nyenyak.
“Tidak banyak yang bisa saya lakukan, tapi saya ingin membantu semampu saya,” kata Sri yang tahun depan memasuki masa pensiun sebagai PNS di Dinas Kesehatan Kabupaten Wajo.

Garda Depan yang Tak Terlihat
Kisah Yanti hanyalah satu dari ratusan kasus yang ditangani Tim Kesehatan selama Rakernas dan PIT IAI 2025. Sesuai surat tugas Dinas Kesehatan Kota Makassar, tujuh puskesmas dikerahkan secara bergantian. Setiap hari ada dua shift, masing-masing terdiri dari seorang dokter, dua perawat, dan seorang sopir ambulans.
“Sejak pagi hingga malam kami siaga. Mobil ambulans dilengkapi tandu, oksigen, hingga AED. Semua untuk memastikan peserta aman,” jelas Hendra.
Tak hanya peserta, beberapa panitia, petugas hotel, bahkan pengunjung pameran juga sempat mendapat layanan medis dari tim kesehatan ini. Keluhan terbanyak adalah migrain, kelelahan, dan gangguan lambung. Semua ditangani dengan cepat dan penuh empati.
“Obat yang tersedia hanya untuk emergency, sedangkan banyak peserta yang datang dengan kondisi kronik seperti hipertesi, diabetes,” lanjut Hendra.
Persediaan obat dari puskesmas memang terbatas, sehingga tidak semua permasalahan kesehatan peserta tidak dapat diselesaikan di tempat. Namun Tim Kesehatan yang disediakan Panitia Rakernas dan PIT IAI 2025 ini sudah bekerja optimal.
https://iainews.net/maksimalkan-layanan-panitia-hadirkan-posko-medis-di-arena-rakernas-pit-2025/
Kenangan yang Membekas
Bagi Yanti, pengalaman ini lebih dari sekadar sakit yang Ia derita. Ia merasakan kepedulian sejawat yang hadir dalam bentuk paling sederhana dan berulangkali: sigap menerima telepon, mengetuk pintu kamar di malam hari, hingga memijat dengan minyak tradisional.
“Tanpa mereka, saya tidak tahu bagaimana harus melewati malam itu. Mereka benar-benar pahlawan tanpa tepuk tangan,” ucapnya haru dan penuh apresiasi pada tim kesehatan.
Rakernas dan PIT IAI 2025 boleh saja telah usai. Lampu panggung sudah padam, peserta kembali ke kota masing-masing, dan berita besar tentang kerusuhan di luar hotel menjadi sorotan nasional. Namun, di balik semua itu, ada kisah lain yang akan selalu dikenang: tentang tim kesehatan yang senyap, tetapi sigap, menjaga setiap jiwa yang hadir pada pertemuan apoteker terbesar di Makassar. (EgN)