TENTU yang berpraktik di apotek ialah apoteker atau tenaga vokasi farmasi. Namun, hal ini menjadi pertanyaan bagi orang awam. Ketika seorang sahabat menuturkan kisahnya saat hendak membeli obat di sebuah apotek.
“Mbak ada obat batuk herbal X?”
“Adanya obat batuk X yang berwarna merah, biru, dan hijau. Bapak mau yang mana?”
“Warna hijau mbak”
“Yang hijau ini natural pak”
“Iya yang hijau itu herbal mbak”
Sang sahabat mengakhiri percakapan sambil geleng-geleng kepala, walaupun akhirnya tetap membeli obat tersebut. Sambil melangkah menuju motornya yang terparkir di depan apotek lalu bertanya-tanya siapakah yang berpraktik tersebut? Lulusan SMK farmasi atau diploma farmasi atau bahkan apoteker?
Kita pun bisa menebak, seharusnya yang berpraktik di apotek tersebut ialah tenaga vokasi farmasi atau apoteker. Sebab, secara regulasi di UU Kesehatan No. 17 tahun 2023 menyebutkan bahwa tenaga kefarmasian ialah tenaga vokasi farmasi, apoteker, dan apoteker spesialis.
Namun, realitanya sekarang ini di beberapa apotek tidak hanya tenaga vokasi farmasi dan apoteker, bahkan orang yang tidak memiliki latar belakang farmasi pun turut ikut berpraktik.
Para pemilik sarana apotek beranggapan, ‘mereka’ yang tidak memiliki background farmasi pun masih bisa menjual obat-obatan yang ada di apotek.
Padahal yang dijual di apotek, jauh berbeda dengan yang dijual di minimarket-minimarket. Obat-obatan berbeda dengan makanan dan minuman.
Apoteker dan tenaga vokasi farmasi pun perlu menyadari kondisi yang ada sekarang ini yang memang sudah lama berjalan.
Ketika mengetahui kondisi ini, akan lebih bijak ketika apoteker turun tangan langsung berpraktik membersamai tenaga vokasi farmasi di apotek. Bukan memilih untuk menjadi apoteker ‘tekab’.
Serahkan kepada apoteker-apoteker yang baru lulus, mereka pun akan mau berpraktik setiap hari, sekaligus memutuskan rantai apoteker-apoteker ‘tekab’.
Terlebih sekarang di beberapa provinsi di luar pulau Jawa sudah memiliki banyak kampus yang meluluskan apoteker, sehingga apoteker-apoteker baru kebingungan pasca mereka lulus.
Kebingungan itu muncul karena lahan praktik masih sangat minim, kecuali memilih untuk ke daerah-daerah yang masih memerlukan apoteker.
Apotek adalah sarana kefarmasian yang digunakan untuk berpraktik, baik tenaga vokasi farmasi ataupun apoteker. Bukan malah orang yang tidak memiliki keilmuan farmasi yang berpraktik di sarana kefarmasian.
Semoga ke depannya, setiap apotek buka, di sana ada apoteker yang berpraktik, sehingga tidak membuat kebingungan orang awam yang hendak membeli atau berkonsultasi mengenai obat di apotek.
Sesuai dengan namanya apoteker, berarti orang yang berpraktik di apotek. Apoteker dibantu oleh tenaga vokasi farmasi dalam menjalankan praktik kefarmasian di apotek. Apoteker memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakat Indonesia.***