
SOLO, IAINews – Apoteker di Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) mampu berpartisipasi dalam penggunaan dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), sesuai dengan tupoksi yang dimiliki.
Sebelum turut berpartisipasi apoteker Puskesmas harus terlebih dulu memahami penggunaan dana BOK untuk program pelayanan kefarmasian di Puskesmas.
‘’Teman-teman harus menguasai dulu, apa itu dana BOK mulai dari perencanaan, dari sana kemudian kita analisa, apoteker bisa berpartisipasi dimana,’’ tutur apt Maria Ulfah, S,Si, MM, Ketua PP Hisfarkesmas pada simposium 5 Pekan Ilmiah Tahunan (PIT) 2023, Pemenuhan Standar Pelayanan Program Kefarmasian Puskesmas, di hotel Grand Mercure Solo Baru, Kamis, 24 Agustus 2023.
Dalam simposium 5 tersebut, Maria Ulfah bersama apt Medindia Ferolita S, Farm, MBA dan apt Dra Raiyan, MKM didampingi moderator apt. Meliasi Mora Pratamarta.
Menurut Maria Ulfah, dana BOK diperuntukkan program prioritas dalam upaya mendorong pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang merupakan tolak ukur kinerja puskesmas baik di tingkat Kabupaten maupunPropinsi.
Meskipun fokus pendanaannya pada program prioritas, namun apoteker dapat turut ambil bagian dalam pelaksanaannya.
Keikutsertaan apoteker antara lain sebagai moderator pada pelaksanaan kelas ibu hamil, kelas balita, serta ikut serta dalam kegiatan pemberian obat cacing.
Apoteker juga dapat berperan pada edukasi mengenai penggunaan tablet tambah darah pada remaja putri, juga berperan aktif dalam pengawasan minum obat pada penderita Tuberkulosis (TB) dan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).
Diakhir pemaparannya, Maria Ulfah kembali menyampaikan pentingnya peran apoteker di garda terdepan dalam pelayanan kefarmasian di Puskesmas.
Peran Apoteker Dalam Akreditasi Puskesmas
Dalam kesempatan yang sama Medindia Ferolita yang akrab disapa Rori menyampaikan materi ‘Pemenuhan Standar Pelayanan Kefarmasian dalam Akreditasi Puskesmas Terbaru’.
Menurut Medindia Ferolita, akreditasi adalah pengakuan terhadap mutu pelayanan fasilitas kesehatan yang telah memenuhi standar akreditasi.
‘’Standar akreditasi ini merupakan pedoman yang berisi tingkat pencapaian yang harus dipenuhi oleh fasilitas kesehatan dalam meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien,’’ tutur Medindia Ferolita.
Setelah dua tahun pelaksanaan reakreditasi terhenti karena adanya pandemi covid-19, terjadinya tsunami akreditasi, dimana proses reakreditasi yang tertunda dilakukan secara bersamaan.
‘’Untuk itu apoteker harus mempersiapkan diri, mempersiapkan dokumen untuk memenuhi kebutuhan elemen penilaian surveyor akreditasi sesuai PMK No. 34 Tahun 2022,’’ lanjut Medindia Ferolita.
Penilaian akreditasi terdiri atas 5 Bab, 32 standar 82 kriteria dan 328 elemen penilaian. Dan khusus untuk pelayanan kefarmasian adalah standar 3.10 dengan 7 elemen penilaian.
‘’Kabar baiknya adalah tidak ada yang baru dari pedoman akreditasi yang sebelumnya, hanya akan lebih kepada penguatan sesuai dengan regulasi saat ini, yaitu Permenkes no. 74 Tahun 2016,’’ jelas Medindia Ferolita.
Dalam kesempatan itu, Medindia Ferolita membagikan tips berdasarkan pengalamannya dalam reakreditasi.
‘’Pertama teman – teman agar pahami dulu makna pokok pikiran, standar, kriteria dan kemudian masuk keelemen penilaian,’’ jelas Rori.
‘’Berikutnya, perhatikan keterkaitan farmasi dengan bab lain, kemudian siapkan dokumen eksternal terbaru sesuai aturan dalam Permenkes, Kepmenkes, Pedoman, Juknis dan Formularium Nasional,’’ lanjut Rori.
Setelah itu semua dilakukan, maka yang dilakukan selanjutnya adalah mereview dokumen internal yang sudah ada, seperti SK, Pedoman, Panduan dan SOP.
Revisi dokumen sesuai pokok pikiran, standar, kriteria dan elemen penilaian dan yang terakhir sesuaikan catatan bukti kegiatan dengan SOP.
Diakhir presentasi, Rori menitipkan tips lagi, yakni dalam persiapan akreditasi harus dipenuhi indikator mutu nasional, indikator mutu prioritas puskesmas, indikator pencegahan pengendalian infeksi, formularium puskesmas, daftar obat LASA dan High Alert, B3.
Begitu juga perlu dipersiapkan daftar obat emergensi dan monitoringnya, kesesuaian stok fisik dan kartu stok, kesesuain peresepan dengan formularium puskesmas serta kesesuaiann ketersediaan dengan formularium.
Sebagai pembicara terakhir, apt. Dra. Raiyan, MKM membawakan tema ‘Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar Menuju Akreditasi Puskesmas Paripurna’.
Menurut Raiyan, akreditasi ini sangat bermanfaat bagi tenaga kefarmasian.
Diantaranya pengakuan terhadap mutu bahwa pelayanan di puskesmas telah memenuhi standar akreditasi.
Disamping itu, akreditasi merupakan momen pembelajaran yang sangat berharga, update/ penyegaran ilmu yang muaranya adalah kepuasan pasien, terjalinnya kebersamaan dan saling menghargai.
Dalam proses akreditas akan tumbuh perasaan saling membutuhkan dan terjadinya interaksi serta integrasi lintas tenaga kessehatan.
Hal itu terjadi karena tidak ada yang mampu mengerjakan banyak hal dalam waktu bersamaan.
Proses akreditas juga memunculkan pengakuan risiko baik pada pelayanan pasien dan keamanan dalam bekerja, terwujudnya ketertiban pendokumentasian, sehingga pelayanan akan terukur, teratur dan siap kapan saja diaudit.
Dengan begitu, akhirnya pelayanan kefarmasian dapat sesuai standar, branding kebutuhan tenaga farmasi dipuskesmas terus bertambah, karena peran apoteker tidak tergantikan.
Proses ini juga akan memunculkan penghargaan terhadap profesi apoteker, terjadinya kolaborasi antar tenaga kesehatan.
Dengan adanya analisa beban kerja (ABK) dalam proses akreditasi, dapat diketahui kebutuhan tenaga kerja di puskesmas.
Namun Raiyan berpesan, jika melakukan analisa beban kerja apoteker, maka dihitung beban kerja pada pukul 09.00 sampai 12.00.
Itu karena di jam-jam inilah sering terjadinya kemacetan pelayanan, karena pada jam tersebut resep berdatangan dari segala penjuru, baik dari poli umum, poli gigi, poli KIA, UGD dan rawat inap.
Akibatnya terjadi penumpukan dan proses pelayanan menjadi lama, karena kurangnya tenaga apoteker.
Di bagian lain, Raiyan mengingatkan, pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai di puskesmas harus dibuatkan standar pelayanan operasional.
Mulai dari perencanaan kebutuhan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengelolaan, pencatatan, pelaporan, pengarsipan, pemantauan dan evaluasi pengelolaan, Begitupun, seluruh kegiatan kefarmasian dapat dilaksanakan sesuai SOP, sehingga akan menghasilkan akreditasi paripurna.
Dengan paripurnanya pelayanan kefarmasian di puskesmas maka akan berkontribusi bagi puskesmas untuk paripurna, keselamatan pasien, peningkatan mutu pelayanan dan peningkatan mutu kesehatan.
Diakhir pemaparan, Raiyan menegaskan proses akreditasi adalah kesiapan regulasi berupa SK, pedoman dan SOP sesuai pelayanan dipuskesmas.
Juga kesiapan dokumentasi semua kegiatan dan pelaporan yang dapat dibuktikan dan ditelusur, implementasi regulasi dapat diobservasi, diwawancara, simulasi dan verifikasi.
Juga dilakukan monitoring evaluasi kegiatan pelayanan kefarmasian. (apt. Tuty)***