BANDUNG, IAINews – Apoteker komunitas adalah ujung tombak pemberian obat pada pasien. Karena itu profesionalisme pelayanan apoteker di apotek dan klinik adalah hal yang sangat penting.
Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Farmasi dan Alat Kesehatan (Dirjen Farmalkes) Kementerian Kesehatan RI, Dr apt L Rizka Andalucia, M.Pharm, MARS dalam pembukaan Musyawarah Kerja Nasional dan Kegiatan Ilmiah Tahunan Himpunan Seminat Farmasi Masyarakat (Mukernas dan KIT HIsfarma) 2024 di Bandung pada Jum’at, 26 Juli 2024.
KIT Hisfarma diselenggarakan pada Jumat – Minggu, 26 – 28 Juli 2024 dan diikuti lebih dari 900 apoteker komunitas dari seluruh Indonesia.
Diselenggarakan di Harris Hotel and Convention Festival Citylink Bandung, Mukernas dan KIT Hisfarma 2024 mengambil tema ‘Profesionalisme Pelayanan Apoteker di Apotik dan Klinik’
Sebagai ujung tombak, apoteker bertanggung jawab dalam memastikan obat yang diberikan pada pasien sesuai dengan rencana terapi yang sudah disusun oleh tenaga medis dan berkualitas serta aman.
Dengan pentingnya peran apoteker di sarana pelayanan kefarmasian komunitas, maka apoteker sangat diharapkan untuk menjaga profesionalisme dalam membangun masyarakat Indonesisa yang sehat, unggul, dan berdaya saing.
Profesionalisme pelayanan apoteker di sarana kefarmasian komunitas ini akan sangat berperan dalam pencapaian visi Indonesia Emas 2045 yaitu menjadi negara yang berdaulat, maju, dan berkelanjutan.
Salah satu agenda dalam mencapai visi Indonesia Emas 2045 adalah dengan transformasi sosial yang di dalamnya terdapat satu komponen penting adalah transformasi di bidang Kesehatan.
Kesehatan menjadi bagian pertama dalam tranformasi sosial karena aspek kesehatan masyarakat harus diperhatikan bahkan sebelum seorang manusia lahir.
Kesehatan ibu hamil dan janin harus diperhatikan agar bayi yang dilahirkan kelak juga sehat dan berpotensi menjadi manusia yang unggul.
Pelayanan kesehatan primer di Indonesia menjadi tonggak utama, diharapkan peran apoteker komunitas dapat mengubah pelayanan kesehatan yang saat ini masih berbasis kuratif menjadi berbasis promotif dan preventif.
Pelayanan promotif dan preventif bukan hanya fokus pada penyembuhan, tapi juga mencegah dan menyehatkan masyarakat.
Data yang ada saat ini menunjukkan jumlah apotek yang ada di seluruh Indonesia berada di sekitar angka 35 ribu apotek yang aktif.
Dirjen Farmalkes kemudian mengajak para apoteker yang hadir untuk berefleksi apa yang sudah dilakukan oleh apoteker di apotek dalam menunjang transformasi kesehatan di Indonesia.
Apoteker maupun organisasi profesi diminta untuk terus mengembangkan dan meningkatkan pelayanan kesehatan di sarana pelayanan kefarmasian primer seperti apotek dan klinik.
Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Farmalkes juga menyoroti satu persoalan utama kesehatan yang sedang dihadapi dan berusaha ditangani yaitu penggunaan antibiotik yang tidak tepat.
Data tahun 2023 menunjukkan bahwa lebih dari 60% masyarakat mendapatkan antibiotik tanpa resep di sarana pelayanan primer seperti apotek dan toko obat berizin.
Hal ini disoroti karena bila praktik apoteker dilaksanakan dengan bertanggungjawab maka penjualan obat antibiotik tanpa resep dapat ditekan.
Oleh karena itu Dirjen Farmalkes meminta agar apoteker bekerja sama dengan baik untuk menekan penjualan antibiotik tanpa resep di sarana pelayanan kefarmasian primer.
Pada akhir paparannya, apoteker yang hadir diajak untuk menjaga profesinalisme pelayanan apoteker, untuk dapat mewujudkan masyarakat Indonesia yang sehat, cerdas, dan berdaya saing untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Apoteker sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan yang langsung berhadapan dengan masyarakat bisa menjaga profesionalisme dalam memberikan pelayanan kefarmasian yang berkualitas.