Site icon IAI NEWS

Menuju Kemandirian Farmasi: Produk Dalam Negeri Kian Didorong di Fasilitas Kesehatan

Makassar, IAINews – Suasana ruang konferensi di Hotel Claro, Makassar, terasa penuh antusias pada Jumat (29/8/2025) saat Pekan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia (PIT IAI) 2025 memasuki salah satu sesi penting. Di hadapan para apoteker, akademisi, praktisi kesehatan, serta pemangku kebijakan, Erie Gusnellyanti, S.Si., Apt., MKM menyampaikan presentasi ilmiah oral bertajuk “Implementasi Kebijakan Penggunaan Sediaan Farmasi Produk Dalam Negeri di Fasilitas Pelayanan Kesehatan”.

Presentasi yang dipandu oleh apt. Benni Iskandar, S.Farm., M.Si., Ph.D ini merupakan kelanjutan dari paparan sebelumnya tentang “Analisis Belanja Sediaan Farmasi Produksi Dalam Negeri di Rumah Sakit Vertikal Kemenkes RI”. Topik ini disampaikan pada tema presentasi ilmiah yaitu Farmasi Klinis, Farmasi Pendidikan, Farmakoekonomi, dan Farmasi Sosial Administratif termasuk pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.

https://iainews.net/rumah-sakit-vertikal-kemenkes-jadi-motor-kemandirian-farmasi-nasional/

Dalam pemaparannya, pemateri yang akrab disapa Nelly ini menekankan bahwa kebijakan penggunaan sediaan farmasi produk dalam negeri bukan sekadar anjuran, melainkan amanat regulasi nasional. Pemerintah melalui berbagai regulasi yang telah diterbitkan sejak 2014, hingga Keputusan Menteri Kesehatan No. HK.01.07/MENKES/1333/2023 telah menegaskan kewajiban instansi pemerintah pusat, daerah, hingga institusi swasta untuk mengutamakan produk farmasi berbahan baku produksi dalam negeri.

Langkah ini merupakan bagian dari strategi besar menuju kemandirian farmasi nasional, dengan tujuan mengurangi ketergantungan impor, memperkuat daya saing produk lokal, serta memastikan ketahanan pasokan obat, vaksin, serum, dan sediaan farmasi lainnya. “Utamakan obat dalam negeri, pastikan kebijakan terimplementasi,” menjadi pesan utama yang diulang dalam sesi tersebut.

https://kemkes.go.id/id/3-langkah-percepat-produksi-bahan-baku-obat-dalam-negeri

Survei Nasional: Cakupan dan Metodologi

Untuk menilai sejauh mana kebijakan ini berjalan, Direktorat Produksi dan Distribusi Farmasi Kemenkes RI melakukan survei online pada 15–31 Oktober 2024. Survei ini menggunakan Google Forms dan disebarkan melalui surat resmi maupun komunikasi langsung kepada Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit Pemerintah maupun Swasta di seluruh Indonesia.

Dari 952 responden yang mengisi kuesioner, terdiri dari Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota, Rumah Sakit Vertikal Kemenkes, RSUD, hingga rumah sakit swasta yang bermitra dengan BPJS Kesehatan. Survei dilakukan dengan pendekatan deskriptif kuantitatif, menganalisis distribusi frekuensi, persentase, hingga faktor penghambat implementasi kebijakan.

Temuan Utama: Antara Harapan dan Realitas

Hasil survei menunjukkan capaian yang patut diapresiasi sekaligus catatan perbaikan ke depan:

Dalam sesi diskusi, peserta bernama apt. Ira Miranti mengajukan pertanyaan tajam:

“Apakah telah dilakukan upaya sosialisasi penggunaan produk dalam negeri di rumah sakit?”

Menjawab pertanyaan itu, Nelly menegaskan bahwa sosialisasi sudah menjadi bagian dari indikator kinerja Direktorat Produksi dan Distribusi Farmasi. Sejak Rencana Strategis (Renstra) 2020–2024, Kemenkes melakukan berbagai pertemuan, evaluasi, dan koordinasi melalui Dinas Kesehatan, rumah sakit, hingga Puskesmas. Setiap forum menjadi wadah untuk menyampaikan tantangan, kendala, sekaligus mengumpulkan masukan.

“Survei ini sendiri merupakan cara kami untuk mendokumentasikan data secara ilmiah, sehingga bisa digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan dan perumusan kebijakan terkait produk dalam negeri ke depan,” jelas Nelly, yang merupakan Ketua Tim Kerja Analisis Farmakoekonomi dan Obat Inovatif, Direktorat Produksi dan Distribusi Farmasi, Kemenkes RI.

 

Dampak Strategis bagi Kemandirian Nasional

Implementasi kebijakan ini memiliki makna strategis jauh melampaui urusan pengadaan. Jika konsisten diterapkan, kebijakan tersebut akan:

  1. Mendukung kemandirian industri farmasi nasional dengan memperbesar pangsa pasar produk lokal.
  2. Mengurangi ketergantungan impor yang selama ini menjadi risiko dalam situasi krisis global, seperti pandemi.
  3. Meningkatkan daya saing produk dalam negeri, baik dari segi kualitas maupun harga.
  4. Memberikan kepastian pasar bagi industri dalam negeri untuk terus berinovasi.

Namun, untuk mewujudkan tujuan itu, perlu sinergi lintas sektor. Akademisi, praktisi, industri farmasi, dan pemerintah daerah harus bersama-sama mengatasi hambatan bahan baku serta memperluas variasi produk dengan sertifikat TKDN tinggi.

 

Kesimpulan: Jalan Panjang Menuju Ketahanan Farmasi

Kebijakan penggunaan sediaan farmasi produk dalam negeri jelas bukan sekadar aturan administratif, melainkan langkah strategis untuk mendukung kemandirian industri farmasi nasional, meningkatkan daya saing produk lokal, sekaligus mengurangi ketergantungan pada produk impor.

Hasil survei dan evaluasi menunjukkan bahwa implementasi kebijakan ini di berbagai fasilitas pelayanan kesehatan sudah berjalan cukup baik, meski belum sepenuhnya optimal.

Karena itu, upaya peningkatan harus dilakukan lebih intensif dan komprehensif, mulai dari penguatan riset bahan baku, dukungan regulasi, hingga insentif bagi industri.

“Menuju kemandirian farmasi nasional, penggunaan produk dalam negeri harus semakin meningkat. Tantangan memang ada, tetapi dengan komitmen bersama, kita bisa mewujudkan ketahanan farmasi Indonesia,” tegas Erie Gusnellyanti menutup presentasinya.

PIT IAI tahun ini kembali menjadi panggung penting untuk mempertemukan berbagai pemangku kepentingan, menyatukan suara, serta memperkuat komitmen bersama dalam membangun masa depan farmasi di Indonesia.

Dengan semangat kolaborasi, kemandirian farmasi nasional bukan sekadar mimpi, melainkan sebuah keniscayaan yang perlahan namun pasti semakin dekat diwujudkan.

 

Exit mobile version