
JAKARTA, IAINews – Ancaman mogok kerja dari para tenaga medis dan tenaga kesehatan mengiringi berlanjutnya pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law ke tingkat II.
RUU Kesehatan bakal berlanjut ke pembicaraan tingkat II di Paripurna besok, Selasa, 20 Juni 2023.
Dalam kesepakatan yang dilakukan pada pertemuan Senin, 19 Juni 2023, tujuh fraksi menyetujui kelanjutan RUU Kesehatan, sementara fraksi Demokrat dan PKS memilih menolak.
Menanggapi hal ini, 5 Organisasi Profesi Kesehatan, yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) mempertimbangkan opsi mogok kerja.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Adib Khumaidi, SpOT menegaskan pihaknya bersama organisasi profesi lain juga akan melanjutkan tuntutan judicial review jika pembahasan RUU Kesehatan tidak disetop.
“Prinsipnya, ada langkah advokasi yang akan terus kita lakukan, opsi mogok tetap menjadi satu pilihan yang bukan tidak mungkin akan kita lakukan,” terang dr Adib dalam konferensi pers Senin, 19 Juni 2023.
Adib Khumaidi menilai pembahasan RUU Kesehatan tidak melibatkan kelima organisasi profesi, dilakukan secara tidak transparan.
Hilangnya peran organisasi profesi disebutnya bakal merugikan masyarakat terkait etik dan kompetensi masing-masing dokter yang selama ini dipantau ketat.
“Bayangkan ada perbedaan standar jika ada dalam pelayanan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan. Siapa yang akan dirugikan?” lanjut Adib Khumaidi.
Senada dengan hal itu, Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah juga mengingatkan tanggung jawab atau pengawalan organisasi profesi saat ada kasus malpraktik yang dilakukan perawat.
Dalam kasus semacam itu, organisasi profesi seperti PPNI disebutnya memiliki peran besar untuk memberikan sanksi etik.
drg Paulus Januar Satyawan, MS Ketua Biro Hukum dan Kerjasama Antar Lembaga PDGI dalam kesempatan yang sama, memastikan pihaknya akan terus memperjuangkan hak para organisasi profesi, baik melalui jalur hukum dan opsi mogok nasional.
Tak hanya itu, pihak organisasi profesi juga mempersoalkan kemudahan masuknya tenaga asing ke Tanah Air melalui RUU Kesehatan sehingga kualitas nakes-nya dipertanyakan.
“Yang jelas kami tidak akan meratapi nasib kami, kami akan terus berjuang untuk kemajuan kesehatan di Indonesia,” terang Paulus Januar Satyawan.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum PP IAI, apt Noffendri Roestam, S.Si, menyayangkan, dalam proses penyusunan RUU Kesehatan Omnibus Law ini, pemerintah melakukan upaya politik belah bambu.
‘’Kita tahu, masukan yang diberikan oleh 5 OP besar di Indonesia sama sekali tidak digubris, namun dengan terang benderang, pemerintah mengakomodir organisasi yang mengaku sebagai organisasi profesi yang tidak jelas kiprahnya selama ini,’’ tutur Noffendri.
Sebagai informasi, dalam berbagai kesempatan, Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikit sempat menyoroti dominasi profesi dalam ranah profesi kesehatan.
Organisasi profesi seolah menjadi sumber masalah dalam system pelayanan kesehatan di Indonesia.
‘’ Ada pihak2 yang memframing seolah-olah pelayanan kesehatan di Indonesia belum berjalan baik disebabkan organisasi profesi,’’ ungkap Noffendri Roestam.
‘’Padahal peran organisasi profesi tidak begitu signifikan dibandingkan tugas dan fungsi pemerintah,’’ kata Noffendri Roestam.***