Informasi
Hubungi Redaksi IAINews melalui email : humas@iainews.net
Floating Left Ads
Floating Right Ads
banner 950x90

Minimalisasi dan Efektifitas Biaya Obat dalam Farmakoekonomi

young ill woman wearing mask scarf holding money packs capsules looking front isolated purple wall with copy space 141793 85527
banner 120x600
banner 468x60

UPAYA kendali mutu dan kendali biaya obat dalam pelayanan kesehatan sangat dibutuhkan, terutama ketika diterapkan sistem jaminan kesehatan.

Keterbatasan anggaran biaya pelayanan kesehatan di satu sisi, namun di sisi lain dituntut agar pelayanan kesehatan tetap bermutu, menjadi pemicu agar dilakukan penilaian terhadap teknologi kesehatan (health technology assessment, HTA).

Iklan ×

Regulasi di Indonesia yang menyangkut Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah mengatur agar biaya obat dapat ditekan, namun tidak mengabaikan mutu obat yang digunakan.

Dalam hal ini, analisis Farmakoekonomi sebagai salah satu aspek yang dinilai dalam HTA,  menjadi tools yang penting dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan.

Analisis ini juga menjadi alat bagi pemerintah dalam menentukan obat apa saja yang akan digunakan dalam skema JKN, melalui penetapan Formularium Nasional

Pada analisis atau kajian farmakoekonomi dikenal empat metode analisis utama yang paling sering digunakan.

Karena aspek ekonomi atau unit moneter menjadi prinsip dasar kajian farmakoekonomi, hasil kajian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan masukan untuk menetapkan penggunaan yang paling efisien dari sumber daya kesehatan yang terbatas jumlahnya.

Di antara empat metode tersebut, analisis minimalisasi-biaya (Cost Minimization Analysis, CMA) adalah metode yang paling sederhana.

CMA digunakan untuk membandingkan dua intervensi (atau teknologi) kesehatan yang terbukti memiliki efek (outcome) yang sama, atau setara secara klinis. Maka yang perlu dibandingkan hanya biayanya.

Jenis atau merek obat yang menjanjikan nilai terbaik adalah yang membutuhkan biaya paling kecil per periode terapi yang harus dikeluarkan untuk mencapai efek (outcome) yang diharapkan.

Baca Juga  Efisiensi Pengadaan Obat JKN 2024: Integrasi Data dan Katalog Elektronik Sektoral

Untuk membandingkan dua atau lebih intervensi kesehatan yang memberikan besaran efek berbeda, dapat digunakan analisis efektivitas-biaya (Cost effectiveness analysis, CEA).

Pada CEA, hasil pengobatan tidak diukur dalam unit moneter, melainkan didefinisikan dan diukur dalam unit alamiah, baik yang secara langsung menunjukkan efek suatu terapi atau obat.

Outcome tersebut dapat berupa intermediate outcome (misalnya, penurunan kadar LDL darah dalam mg/dL, penurunan tekanan darah diastolik dalam mm Hg) maupun hasil selanjutnya dari efek terapi tersebut atau final outcome (misalnya, jumlah kematian atau serangan jantung yang dapat dicegah, radang tukak lambung yang tersembuhkan).

Metode analisis farmakoekonomi lainnya yang juga banyak digunakan adalah analisis utilitas-biaya (Cost utility analysis, CUA).

Seperti CEA, biaya pada CUA juga diukur dalam unit moneter (mata uang), tetapi hasil pengobatan (outcome) dinyatakan dalam unit utilitas, misalnya QALY.

Karena hasil pengobatannya tidak bergantung secara langsung pada keadaan penyakit (disease state), secara teoretis CUA dapat digunakan untuk membandingkan dua area pengobatan yang berbeda.

Misalnya biaya per QALY operasi jantung koroner versus biaya per QALY erythropoietin pada penyakit ginjal.

Namun demikian, pembandingan antar-area pengobatan ini tidak mudah, karena QALY diperoleh pada waktu dan dengan cara berbeda sehingga tak dapat begitu saja diperbandingkan.

Untuk membandingkan dua atau lebih intervensi kesehatan yang memiliki tujuan berbeda atau dua program yang memberikan hasil pengobatan dengan unit berbeda, dapat digunakan analisis manfaat-biaya (Cost benefit analysis, CBA).

Pembandingan ini dimungkinkan karena, pada metode CBA, manfaat (benefit) diukur sebagai manfaat ekonomi yang terkait (associated economic benefit) dan dinyatakan dengan unit yang sama, yaitu unit moneter.

Baca Juga  Mengukur Kualitas Hidup Pasien dan Manfaat Obat terhadap Biaya

Analisis minimalisasi-biaya (CMA) hanya dapat digunakan untuk membandingkan dua atau lebih intervensi kesehatan, termasuk obat, yang memberikan hasil yang sama, serupa, atau setara atau dapat diasumsikan setara secara klinis.

Karena hasil pengobatan dari intervensi (diasumsikan) sama, yang perlu dibandingkan hanya satu sisi, yaitu biaya.

Dengan demikian, langkah terpenting yang harus dilakukan sebelum melakukan CMA adalah menentukan kesetaraan (equivalence) dari intervensi (misalnya obat) yang akan dikaji.

Tetapi, karena jarang ditemukan dua terapi, termasuk obat, yang setara atau dapat dengan mudah dibuktikan setara, penggunaan CMA agak terbatas.

Misalnya untuk membandingkan obat generik berlogo (OGB) dengan obat generik bermerek dengan bahan kimia obat sejenis dan telah dibuktikan kesetaraannya melalui uji bioavailabilitas-bioekuivalen (BA/BE).

Atau membandingkan obat standar dengan obat baru yang memiliki efek setara.

Analisis efektivitas biaya (CEA) banyak digunakan untuk membandingkan dua atau lebih intervensi kesehatan yang memberikan besaran efek berbeda (Rascati et al., 2009).

Melalui CEA pengguna dapat untuk memilih intervensi kesehatan yang memberikan nilai tertinggi dengan dana yang terbatas jumlahnya (cost-effective).

Misalnya membandingkan dua atau lebih jenis obat dari kelas terapi yang sama tetapi memberikan outcome berbeda atau membandingkan dua atau lebih terapi yang hasil pengobatannya dapat diukur dengan unit alamiah yang sama, walau mekanisme kerjanya berbeda.

Pada CEA, biaya intervensi kesehatan diukur dalam unit moneter (rupiah) dan hasil dari intervensi tersebut dalam unit alamiah/indikator kesehatan baik klinis maupun non klinis (non-moneter).

Baca Juga  Diabetes Mellitus, Kenali Gejala, Tipe dan Pengobatannya

Tidak seperti unit moneter yang seragam atau mudah dikonversikan, indikator kesehatan sangat beragam—mulai dari mmHg penurunan tekanan darah diastolik (oleh obat antihipertensi), banyaknya pasien katarak yang dapat dioperasi dengan sejumlah biaya tertentu (dengan prosedur yang berbeda), sampai jumlah kematian yang dapat dicegah, jumlah tahun hidup yang diperoleh (Life Years Gained, LYG), dan lain-lain.

Sebab itu, CEA hanya dapat digunakan untuk membandingkan intervensi kesehatan yang memiliki tujuan sama, atau jika intervensi tersebut ditujukan untuk mencapai beberapa tujuan yang muaranya sama (Drummond et al., 1997).

Jika hasil intervensinya berbeda, misalnya penurunan kadar gula darah (oleh obat antidiabetes) dan penurunan kadar LDL atau kolesterol total (oleh obat antikolesterol), CEA tak dapat digunakan.

Oleh pengambil kebijakan, metode Kajian Farmakoekonomi ini terutama digunakan untuk memilih alternatif terbaik di antara sejumlah intervensi kesehatan, termasuk obat, yang memberikan hasil maksimal untuk sejumlah dana yang tersedia.

Sumber :

Bootman J.L, et al, 2005, Principles of Pharmacoeconomics, 3rd ed, Harvey Whitney Books Company : USA

Drummond, M.F., M.J. Sculpher, G.W. Torrance, B.J. O’Brien, and G.L. Stoddard, 2005. Methods for the Economic Evaluation of Health Care Programmes, 3rd Edition, Oxford University Press, Oxford.

Kementerian Kesehatan RI, 2013. Pedoman Penerapan Kajian Farmakoekonomi, Kemenkes RI, Jakarta.

Rascati, K.L., et al, 2009, Essentials of Pharmacoeconomics, Lippincott Williams & Wilkies, Philadelphia.

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

banner 950x90