Mataram, IAINews — Suasana di Hotel Lombok Raya pada Rabu, 28 Agustus 2024, terasa berbeda dengan hadirnya ratusan apoteker dari seluruh Indonesia yang berkumpul dalam acara Pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) dan Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) 2024.
Acara ini menjadi momentum penting untuk menyamakan pemahaman dan paradigma berpikir di kalangan tenaga kesehatan, khususnya apoteker, dengan para pemangku kebijakan di Indonesia.
Salah satu pembicara kunci yang tampil dalam acara ini adalah Dr. H. Edy Wuryanto, S.Kep., M.Kep., anggota DPR RI dari Komisi IX.
Di tengah jadwalnya yang padat, Dr. Edy hadir untuk menyampaikan pandangannya mengenai tantangan dan transformasi di sektor kesehatan Indonesia.
Dalam pemaparannya yang lugas, ia menekankan pentingnya menyamakan paradigma berpikir antara legislatif dan tenaga kesehatan, khususnya apoteker, yang selama ini kerap terjadi gesekan.
Pentingnya Menyamakan Paradigma Berpikir
Dr. Edy Wuryanto, dengan gaya bicara yang tegas dan jelas, mengakui adanya gesekan kuat antara DPR dan apoteker terkait berbagai regulasi yang ada di sektor kesehatan.
Menurutnya, gesekan ini muncul karena perbedaan perspektif dalam memahami urgensi dan kebutuhan dalam pelayanan kesehatan.
“Kita harus menyamakan cara pandang agar bisa berjalan seiring dalam memperkuat sistem kesehatan di Indonesia,” tegas Dr. Edy.
Ia juga menggarisbawahi bahwa di tengah perkembangan global dan tantangan kesehatan yang semakin kompleks, diperlukan inovasi dan pemikiran ‘out of the box’ dari semua pihak, termasuk dari para apoteker.
Hal ini, lanjutnya, tidak hanya penting untuk mencegah benturan antar kepentingan, tetapi juga untuk memastikan bahwa regulasi kesehatan di Indonesia tetap relevan dan adaptif terhadap perubahan.
UU Kesehatan dan Benturan yang Tak Terelakkan
Dr. Edy Wuryanto juga menyoroti berbagai undang-undang di sektor kesehatan yang sering kali menjadi sumber benturan antara pemerintah dan para praktisi kesehatan.
Ia menyebutkan bahwa saat ini terdapat banyak peraturan yang tumpang tindih dan tidak jarang menimbulkan kebingungan di lapangan. “Tidak sedikit UU di sektor kesehatan yang mengandung banyak benturan, baik secara konsep maupun implementasi,” ungkapnya.
Sebagai solusi, DPR bersama pemerintah telah menginisiasi evaluasi menyeluruh terhadap seluruh regulasi kesehatan.
Salah satu hasil dari evaluasi tersebut adalah lahirnya kebijakan Omnibus Law di bidang kesehatan. “Dengan adanya Omnibus Law, kita harapkan terjadi harmonisasi regulasi yang memudahkan dan mempercepat pelayanan kesehatan yang berkualitas,” jelas Dr. Edy.
Enam Pilar Transformasi Kesehatan
Dalam paparan lanjutannya, Dr. Edy menjelaskan bahwa evaluasi regulasi tersebut telah melahirkan enam pilar transformasi kesehatan yang menjadi prioritas pemerintah.
Pilar-pilar ini meliputi perbaikan layanan kesehatan primer, transformasi layanan kesehatan rujukan, peningkatan pembiayaan kesehatan, penguatan sumber daya manusia kesehatan, pemanfaatan teknologi kesehatan, serta penguatan sistem kesehatan masyarakat.
Ia menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan seluruh tenaga kesehatan, termasuk apoteker, dalam mewujudkan transformasi ini.
“Kita tidak bisa berjalan sendiri. Diperlukan kerja sama semua pihak, dari pemerintah hingga tenaga kesehatan di lapangan, untuk bisa mencapai visi kesehatan yang lebih baik di masa depan,” ujar Dr. Edy dengan penuh keyakinan.
Bisnis Kesehatan Antar Negara dan Implikasinya
Selain membahas regulasi dalam negeri, Dr. Edy Wuryanto juga menyoroti fenomena bisnis kesehatan antarnegara yang semakin terbuka.
Menurutnya, globalisasi di bidang kesehatan menciptakan peluang dan tantangan baru bagi Indonesia.
“Saat ini, bisnis kesehatan antar negara semakin terbuka. Kita harus siap menghadapi persaingan ini dengan memperkuat regulasi dan meningkatkan kualitas tenaga kesehatan kita,” tambahnya.
Dr. Edy menekankan bahwa di era digital dan keterbukaan ekonomi ini, semua regulasi harus dievaluasi agar tidak ketinggalan zaman dan mampu menjawab tantangan global.
“Omnibus Law di sektor kesehatan adalah langkah awal, tetapi perlu disertai dengan peningkatan kapasitas dan kompetensi tenaga kesehatan agar dapat bersaing di kancah internasional,” paparnya.
Kolaborasi untuk Masa Depan Kesehatan Indonesia
Di penghujung pidatonya, Dr. Edy mengajak semua pihak, baik dari pemerintah, legislator, maupun tenaga kesehatan, termasuk apoteker, untuk terus bersinergi dan berinovasi dalam menghadapi tantangan di sektor kesehatan.
“Kita harus terus berkolaborasi untuk menciptakan sistem kesehatan yang lebih baik, lebih inklusif, dan lebih adaptif terhadap perubahan,” tutupnya.
Acara pembukaan Rakernas dan PIT IAI 2024 ini bukan hanya menjadi ajang pertemuan bagi para apoteker dari seluruh Indonesia, tetapi juga menjadi momen penting untuk menguatkan komitmen bersama dalam menghadapi berbagai tantangan di bidang kesehatan.
Dengan semangat kolaborasi dan inovasi, diharapkan transformasi kesehatan di Indonesia dapat terwujud secara optimal dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat luas.