Informasi
Hubungi Redaksi IAINews melalui email : humas@iainews.net
Floating Left Ads
Floating Right Ads
banner 950x90

Melalui Gradasi Noda, Loka POM Sorong Ajak Apoteker Perangi Resistensi Antimikroba

AMR Sorong 1
banner 120x600
banner 468x60

SORONG, IAINews – Loka POM Kabupaten Sorong mencanangkan program Gradasi Noda dalam upaya pengendalian resistensi antimikroba di Papupa Barat Daya.

Pencanangan Gradasi Noda dilakukan dengan mengajak seluruh apoteker di Kabupaten Sorong dan Kota Sorong di ruang pertemuan Loka POM Kabupaten Sorong, pada Jumat, 26 Juli 2024 lalu.

Iklan ×

Pada kesempatan tersebut, apt. Rizki Okprastowo, Kepala Loka POM Kabupaten Sorong mengungkapkan berdasarkan pemeriksaan, selama semester I tahun 2024, ditemukan lebih dari 50% dari total sarana pelayanan kefarmasian yang diperiksa melakukan kegiatan penyerahan antibiotik yang tidak sesuai dengan ketentuan.

Adapun antimikroba yang paling sering diserahkan tanpa resep adalah Amoxicillin, diikuti oleh Ampicillin dan Cefadroxil (oral).

Oleh sebab itu, untuk menunjang upaya pencegahan resistensi, salah satu langkah strategis yang dapat diupayakan adalah dengan meningkatkan keterlibatan profesi apoteker dan pelaku usaha untuk mengambil peran dalam mencegah penggunaan antimikroba yang misuse (salah) dan overuse (berlebihan).

Loka POM Kabupaten Sorong juga mengajak apoteker dan pelaku usaha untuk ikut serta dalam memberikan edukasi kepada masyarakat untuk bijak menggunakan antimikroba.

Dengan demikian, sarana-sarana pelayanan kefarmasian seperti apotek, puskesmas, dan klinik dapat menjadi tempat dimana masyarakat menjadi teredukasi untuk bijak menggunakan antimikroba dan bukan sebaliknya.

Dalam kesempatan yang sama, apt. Rudin, ketua Pengurus Daerah Ikatan Apoteker Indonesia Papua Barat Daya menyampaikan kegiatan IAI dalam upaya pencegahan resistensi antimikroba ini.

Baca Juga  Pengurus Daerah IAI Sulsel Hadiri Radiopharmaceutical Conference di Kanazawa, Jepang

‘’Organisasi profesi Apoteker sangat mendukung kegiatan ini, kami pun juga telah melakukan beberapa kegiatan serupa baik tingkat Pengurus Daerah ataupun tingkat Pengurus Cabang,’’ tutur apt Rudin.

‘’Salah satu kegiatannya adalah terbentuknya Kampung ASK ME Dagusibu di Jalan Warmasen RT. 005/RW 005, Kelurahan Klamana Kota Sorong Papua Barat,’’ jelas apt Rudin.

‘’Semoga peserta yang hadir dapat mengambil peran dalam upaya pengendalian antimkroba, serta Loka POM dapat mengajak lebih banyak pula lintas sektor di bidang kesehatan sehingga makin banyak masyarakat yang paham akan pentingnya penggunaan antimikroba yang benar dan menurunkan tingkat resistensi antimikroba,’’ harap apt Rudin.

Tujuan dilakukan kegiatan Gradasi Noda ini untuk meningkatkan kesadaran organisasi profesi, pelaku usaha, masyarakat, maupun pengelola sarana pelayanan kefarmasian akan pentingnya penggunaan antimikroba dengan tepat dan tuntas sehingga tidak terjadi bahaya AMR.

Gradasi Noda juga bertujuan mengedukasi masyarakat untuk selalu mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di dalam pengelolaan obat khususnya antimikroba untuk mendukung upaya pengendalian AMR.

Peserta yang hadir dalam pencanangan Gradasi Noda adalah perwakilan dari Ketua dan Pengurus PD IAI Papua Barat Daya, PC IAI Kota Sorong, PC IAI Kabupaten Sorong, apoteker pengelola apotek dan penanggung jawab farmasi puskesmas dan pelaku usaha obat di Kota Sorong dan Kabupaten Sorong.

Baca Juga  Kegiatan APORE Hadir di 4 SMA di Bali!

‘’Besar harapan kami melalui kegiatan Pencanangan Gerakan Pengendalian Resistensi Antimikroba di Papua Barat Daya (Gradasi Noda) peserta yang hadir dapat mengambil peran dalam upaya pengendalian antimkroba,’’ harap apt. Rizki Okprastowo.

Upaya pengendalian resistensi antimikroba ini bukanlah suatu hal yang mudah dilakukan.

Pengendalian AMR akan memiliki dampak yang luas di masa yang akan datang jika seluruh pihak memiliki komitmen untuk ikut berperan.

Keikutsertaan semua pihak penting, karena pengendalian resistensi antimikroba ini merupakan tanggungjawab  bersama.

Lawan dengan 4T

Dalam kesempatan tersebut, apt Rizki Okprastowo menyampaikan upaya melawan resistensi antimikroba dengan 4T.

T yang pertama adalah tidak membeli antimikroba tanpa resep dokter.

T kedua,  teruskan pengobatan antimikroba meskipun merasa kondisi membaik.

T ketiga, tidak membuang antimikroba rusak/kadaluwarsa sembarangan.

T keempat, tegur dan laporkan sarana yang menjual antimikroba sembarangan.

Resistensi antimikroba memunculkan ancaman serius bagi Indonesia dan seluruh dunia.

WHO (World Health Organization) memprediksi pada tahun 2050 jika resistensi antimikroba tidak dapat dikendalikan maka total kematian akan mencapai sepuluh juta jiwa per tahun.

Di sisi lain, jumlah penemuan terhadap antimikroba baru sangat kecil dibanding dengan kejadian mikroba yang resisten terhadap antimikroba.

Baca Juga  Peringati WPD 2024: PSPA UII Dukung Program APOTEKER BERTAMU PP IAI dengan Gelar Workshop IPE Promosi Kesehatan

Strategi one health approach diharapkan menjadi langkah terbaik yang harus dijalankan semua kementerian/lembaga termasuk organisasi profesi dalam mencegah dampak buruk resistensi antimikroba.

Resistensi antimikroba adalah berkurangnya kemampuan antimikroba untuk membunuh atau menghambat perkembangan mikroba yang menyebabkan penyakit dikarenakan mikroba tersebut sudah kebal terhadap antimikroba tertentu.

Resistensi terhadap antimikroba menyebabkan penggunaan antimikroba tertentu sudah tidak optimal dalam menangani infeksi pada pasien.

Dengan adanya kejadian resistensi antimikroba dapat memperburuk kesehatan masyarakat hingga meningkatkan biaya pengobatan nasional dan global.

Menurut Global Burden of Bacterial Antimicrobial Resistancen in 2019 : Systematic Analysis (The Lancet Vol. 399, Februari 2022), kejadian resistensi antimikroba (AMR/antimicrobial resistance) di seluruh dunia semakin buruk. AMR menimbulkan kerugian moriil dan materiil.

Menurut perkiraan terbaru, pada tahun 2019, 1,27 juta kematian secara global disebabkan oleh infeksi yang resisten terhadap obat.

Pada tahun 2050, jumlah itu meningkat hingga 10 juta kematian dapat terjadi setiap tahunnya.

Kematian akibat AMR lebih tinggi dari kematian yang disebabkan HIV/AIDS dan Malaria.

Jika tidak dikendalikan, AMR dapat mengurangi PDB sebesar 3,4 triliun dolar AS setiap tahunnya dan mendorong 24 juta orang ke dalam kemiskinan ekstrem pada dekade berikutnya.***

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

banner 950x90