Site icon IAI NEWS

Liputan Khusus: Nikmati Sejarah di Fort Rotterdam

Makassar, IAINews – Di tengah padatnya jadwal Rapat Kerja Nasional (Rakernas) dan Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) tahun 2025, sejenak para panitia mengambil waktu untuk melepas penat dengan menikmati udara sore di salah satu ikon bersejarah Kota Makassar, Benteng Fort Rotterdam.

Kegiatan santai ini menjadi momen langka sekaligus menyegarkan, mengingat intensitas persiapan dan pelaksanaan Rakernas dan PIT IAI 2025 yang menguras energi. Dikelilingi suasana historis dan semilir angin laut, para panitia menikmati suasana Benteng Fort Rotterdam sambil berjalan menyusuri lorong-lorong batu peninggalan abad ke-17.

“Ini semacam hadiah kecil untuk diri sendiri setelah beberapa hari yang padat. Fort Rotterdam punya atmosfer yang damai dan menyimpan banyak cerita sejarah. Rasanya pas sekali untuk jeda sejenak dari kegiatan formal,” ujar salah satu panitia sambil tersenyum.

Selain menikmati pemandangan, sebagian panitia juga menyempatkan diri mengikuti tur singkat mengenal sejarah benteng yang dulunya merupakan pusat pertahanan Kesultanan Gowa sebelum dikuasai Belanda. Bangunan bergaya arsitektur Eropa yang masih terawat ini menjadi saksi bisu perjalanan panjang Makassar sebagai kota pelabuhan penting di Nusantara.

Kunjungan singkat ke Fort Rotterdam ini tak hanya menjadi penyegar di tengah jadwal yang padat, tapi juga menjadi pengingat bahwa setiap kota yang dikunjungi dalam rangka kegiatan nasional, selalu menyimpan kearifan lokal dan sejarah yang patut diapresiasi.

“Rakernas dan PIT bukan hanya ajang kerja dan keilmuan, tapi juga momen untuk mempererat kebersamaan dan mengenal lebih dalam kekayaan budaya Indonesia,” tutup seorang panitia yang terlihat antusias mengabadikan momen bersama rekan-rekannya di depan gerbang utama benteng.

Sejarah Fort Rotterdam

Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang adalah sebuah benteng peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo, berada di pinggir pantai sebelah barat Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9, Daeng Matanre Karaeng, Tumapa’risi’ Kallona, sebagai bagian dari pembangunan program benteng yang dilakukan oleh penguasa Makassar untuk memperkuat pertahanan. Pada tahun 1673–1679, lima bastion benteng ini memiliki bentuk seperti penyu dan bentuk itu bertahan hingga kini, oleh karena itu benteng ini diberi julukan “Benteng Penyu”.

Benteng aslinya yang bernama Jum Pandan (diperkirakan dinamai dari nama pohon pandan yang tumbuh di sekitarnya), menjadi asal muasal nama kota Ujung Pandang, nama lain kota Makassar. Situs ini kemudian diserahkan kepada VOC Belanda di bawah Perjanjian Bungaya 1667, setelah kekalahan Kerajaan Gowa pada Perang Makassar.

Pada tahun-tahun berikutnya, benteng dibangun kembali secara keseluruhan atas prakarsa laksamana Belanda Cornelis Speelman, untuk menjadi markas militer dan pusat kekuasaan kolonial Belanda di Sulawesi hingga tahun 1930-an.

Berganti nama menjadi Fort Rotterdam, dinamai dari kota tempat lahir Speelman, Rotterdam. Pada 1937 kepemilikan Benteng Rotterdam oleh pemerintah Hindia Belanda diserahkan kepada Yayasan Fort Rotterdam. Setelah tahun 1937, benteng tersebut tidak lagi digunakan sebagai pertahanan. Selama pendudukan Jepang yang singkat, benteng ini digunakan untuk melakukan penelitian ilmiah di bidang linguistik dan pertanian. Pada tahun 1970-an, benteng ini dipugar secara besar-besaran.

Benteng ini terdaftar sebagai bangunan bersejarah pada 23 Mei 1940, dipugar secara ekstensif pada tahun 1970-an dan sekarang menjadi pusat budaya dan pendidikan, tempat untuk berbagai acara musik dan tarian, serta tujuan wisata.

Saat ini, situs berada di bawah pengelolaan Museum dan Cagar Budaya, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia.

Litografi Fort Rotterdam di akhir abad ke-19, berdasarkan lukisan oleh Josias Cornelis Rappard  (1883-1889)

Batuan yang digunakan untuk membangun benteng ini diambil dari pegunungan karst yang ada di Maros, batu kapur dari Selayar, dan kayu dari Tanete dan Bantaeng. Setelah Perang Jawa (1825–1830), Pangeran Diponegoro dipenjara di benteng tersebut setelah diasingkan ke Makassar pada tahun 1830 hingga kematiannya pada tahun 1855. Benteng ini juga digunakan sebagai kamp tawanan perang Jepang selama Perang Dunia II.

Fort Rotterdam bukan sekadar benteng tua, ia adalah pengingat bahwa sejarah hidup di antara kita. Kunjungi dan rasakan sendiri keanggunan masa lalu yang masih berdiri kokoh di jantung Makassar.***

Exit mobile version