JAKARTA, IAINews – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) meresmikan pembukaan kegiatan Asistensi Regulatori Obat Terpadu untuk Wilyah DKI, Banten dan Sumatera yang diadakan di Jakarta pada Senin 19 Mei 2025.
Kegiatan ini merupakan kelanjutan kegiatan serupa yang telah diawali pada Januari di Jawa Barat, Februari di Surabaya lalu April di Jawa Tengah.
Ada hal yang berbeda, yang melengkapi kegiatan Asistensi Regulatori Obat Terpadu kali ini,
Pada kesempatan yang sama BPOM bersama para pemangku kepentingan meluncurkan program kolaborasi.
Program ini diharapkan dapat meningkatkan peran industri farmasi, sehingga kemandirian obat nasional dapat tercapai.
Dalam sambutannya Deputi 1 BPOM, apt Rita Mayona menyampaikan bahwa kegiatan asistensi ini juga bertujuan untuk membangun komunikasi dua arah.
Dari BPOM akan menyampaikan kebijakan-kebijakan Regulasi dan dari pelaku usaha baik Industri farmasi maupun PBF bisa menyampaikan aspirasi, tantangan dan kendala apa yang dihadapi.
‘’Para pelaku usaha juga bisa menyampaikan harapan yang diinginkan kepada pemerintah atau kami khususnya regulator di bidang obat dan makanan,’’ ungkap Rita Mayona.
Tujuan kedua adalah meminimalkan temuan-temuan terkait dengan inspeksi, sertifikasi maupun resertifikasi yang dilakukan dalam rangka GMP (Good Manufacturing Products) di industri farmasi ataupun GDP (Good Distribution Products) di PBF.
Asistensi ini juga untuk menekan permintaan yang berlarut-larut dari tambahan data pada proses evaluasi dalam rangka NIE (Nomor Ijin Edar).
Pada Kegiatan Asistensi Regulatori kali ini mengusung tema Mendorong Kemandirian Obat yang Aman, Berkhasiat dan Bermutu dalam Mendukung Asta Cita.
Kepala BPOM, Taruna Ikrar dalam upacara peluncuran ‘Tiga Program Strategis BPOM’ memperkenalkan tiga inisiatif utama untuk meningkatkan kemandirian obat nasional.
Ketiga inisiatif tersebut yang pertama adalah Joint Audit Pemasok yang diinisiasi oleh GP Farmasi Indonesia. Joint Audit Pemasuk ini adalah program kolaborasi antara BPOM dengan GP Farmasi Indonesia untuk menilai dan memastikan kualitas pemasok bahan baku obat.
Inisiatif kedua adalah Sigap Klinik, sebuah program Kolaborasi Gebrakan Akselerasi Perizinan Uji Klinik (Sigap Klinik) untuk mempercepat proses penerbitan persetujuan pelaksanaan uji klinik dengan tetap mengutamakan aspek keamanan dan kualitas.
Selanjutnya Pengembangan Kompetensi Apoteker yang bekerja sama dengan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) untuk meningkatkan kapasitas tenaga farmasi.
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PP IAI), apt. Noffendri menyambut dengan baik ketiga program strategis ini.
Dalam sambutannya menyampaikan terkait realita setelah apoteker lulus, khusus untuk pengusahaan kompetensi apoteker belum terstruktur dengan baik.
‘’Alhamdulillah kami diajak bekerjasama oleh Deputi 1 untuk membuat pelatihan peningkatan jenjang karir apoteker, karena memang profesi apoteker tertinggal jauh dari profesi dokter,’’ ungkap apt Noffendri Roestam.
‘’Bayangkan dokter pendidikannya sudah sampai sub spesialis, Apoteker baru satu spesialis di Fakultas Farmasi Unpad yaitu Spesialis Farmasi Nuklir yang baru dimulai tahun ini,’’ jelas Ketua Umum PP IAI tersebut .
‘’Tapi kita ketahui Pendidikan spesialis itu umumnya untuk di pelayanan, tidak bisa disetting untuk non pelayanan seperti di industri maupun distribusi. Maka tawaran ibu Deputi ini, melegakan yang ditindaklanjuti dengan pembuatan roadmap peningkatan kompetensi apoteker mulai dari tahun 2025 ini hingga tahun berikutnya,’’ lanjut apt Noffendri Roestam.
‘’PP IAI juga telah bersiap dengan membuat tim kurikulum dan modul, supaya terstandar se Indonesia. Sehingga bisa dilaksanakan oleh teman-teman didaerah untuk melaksanakan pelatihan,’’ kata apt Noffendri.
Dalam kesempatan itu, Ketua Umum PP IAI juga menyampaikan harapan, kedepannya lowongan kerja yang dikeluarkan oleh GP Farmasi dan IPMG menjadi dibutuhkan apoteker yang memiliki STRA, Certified untuk Registrasi, Certified untuk Quality Assurance dan tidak menanyakan pengalaman lagi.
Pada kesempatan yang sama, Deputi 1 BPOM, Rita Mayona juga menyampaikan, BPOM dan IAI akan berkolaborasi untuk mempersiapkan apoteker anggota IAI lebih memahami regulasi khususnya terkait temuan-temuan berulang dari BPOM.
‘’Kolaborasi ini akan dilaksanakan dengan roadmap seperti yang disampaikan apt. Noffendri sebelumnya,’’ terang Rita Mayona.
‘’Dengan begitu apoteker memiliki value /nilai tambah untuk dia masuk dan bermanfaat di masyarakat, di Industri farmasi dan juga PBF. Serta juga dapat menjadi talent pool / tim adhoc percepatan penyelesaian CAPA,’’ harap Rita Mayona.
Sejak dua tahun yang lalu, IAI sudah memiliki Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) yang telah tersertifikasi A dalam bidang Kesehatan.
Noffendri juga menyampaikan saat ini IAI telah juga membuat Lembaga sertifikasi profesi person yang mengacu pada Badan Sertifikasi Nasional dengan bersandar pada ISO 17024.
Pada kesempatan yang sama, turut ditandangani perjanjian Kerjasama antara BPOM dengan PP IAI yang perjanjian sebelumnya akan berakhir di bulan Mei 2025 ini.
MoU ini sebagai payung hukum kolaborasi antara BPOM dan IAI selama 5 tahun ke depan.***