Mataram, IAINews – Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia (PIT IAI) 2024 dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan dalam dunia kefarmasian dan kesehatan.
Dalam kesempatan ini, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dr. Taruna Ikrar, M.Biomed., MD., Ph.D., menyampaikan keynote speech yang menyoroti peran penting apoteker dalam sistem kesehatan Indonesia dan global.
Dr. Taruna Ikrar membuka pidatonya dengan mengucapkan apresiasi kepada Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) atas komitmen dan konsistensi dalam menyelenggarakan PIT IAI secara rutin.
“Forum ini adalah wadah yang sangat baik untuk berbagi informasi terkini di bidang ilmu kefarmasian serta memperkuat jejaring profesional apoteker Indonesia,” ujar dr. Taruna.
Beliau juga menyampaikan bahwa tema kegiatan tahun ini, “Weaving Progress: Integrating Pharmaceutical Sciences into the Global Health System,” selaras dengan upaya penguatan integrasi ilmu kefarmasian ke dalam sistem kesehatan nasional dan global.
Apoteker sebagai Mitra Strategis BPOM
Menurut dr. Taruna, IAI adalah mitra strategis bagi BPOM dalam melaksanakan tugas pengawasan obat dan makanan yang efektif.
IAI, sebagai wadah profesi apoteker, berperan penting dalam pembinaan dan pengembangan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) Apoteker Indonesia. “Apoteker adalah tulang punggung dari sistem regulatori obat yang efektif dan berkualitas,” tegasnya.
Peran apoteker diperlukan di seluruh mata rantai distribusi sediaan farmasi, mulai dari industri farmasi, Pedagang Besar Farmasi (PBF), hingga apotek.
Beliau menambahkan, sebagai garda terdepan dalam menjaga keamanan, mutu, dan khasiat obat serta makanan, apoteker harus selalu menjunjung tinggi profesionalisme dan integritas.
Apoteker diharapkan tidak hanya menjadi pelaku di lapangan, tetapi juga berperan aktif dalam mengedukasi masyarakat untuk menjadi konsumen yang cerdas dan berdaya dalam memilih dan menggunakan obat dengan tepat.
“Oleh karena itu, apoteker perlu terus mengembangkan kompetensi keprofesiannya sebagai bagian dari life-long learning, baik melalui jalur pendidikan formal maupun non-formal,” tambahnya.
Inovasi dan Kolaborasi dalam Pengembangan Obat
Dr. Taruna Ikrar menekankan pentingnya inovasi dan kolaborasi di antara berbagai pihak dalam pengembangan obat di Indonesia.
Menurutnya, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan peraturan pelaksananya adalah kerangka hukum yang kuat untuk pengembangan riset kesehatan di Indonesia.
Pemerintah, industri farmasi, lembaga penelitian, akademisi, dan organisasi profesi perlu bersinergi dalam mengupayakan inovasi di bidang obat.
“Kita perlu membangun kesadaran bersama bahwa penelitian dan pengembangan sediaan farmasi harus menjadi prioritas untuk memperkuat sistem kesehatan nasional,” ujarnya.
Dalam mendukung pengembangan obat, BPOM melakukan beberapa upaya, seperti memfasilitasi pengembangan obat untuk meningkatkan akses dan ketersediaan obat di masyarakat, menyederhanakan prosedur sertifikasi fasilitas produksi, serta melakukan penilaian atau evaluasi obat guna mendukung investasi di sektor industri farmasi.
“Dengan sinergi berbagai pihak, diharapkan dapat terwujud peningkatan maturitas industri farmasi serta akses obat yang aman, berkhasiat, dan bermutu bagi masyarakat,” katanya.
Upaya Menurunkan Harga Obat
Lebih lanjut, dr. Taruna Ikrar menyampaikan bahwa salah satu mandat utama BPOM adalah mempermudah akses obat dengan harga terjangkau di dalam negeri.
Menurutnya, harga obat di Indonesia saat ini masih dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti biaya promosi dan keterbatasan opsi obat esensial di dalam negeri. “Upaya menurunkan harga obat perlu dilakukan melalui kebijakan dan regulasi serta inovasi yang mendukung,” ungkapnya.
BPOM telah melakukan evaluasi untuk menyederhanakan prosedur registrasi obat dan mempercepat timeline registrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
BPOM juga terbuka untuk berdialog dan berkolaborasi dengan para pemangku kepentingan, termasuk asosiasi dan pelaku usaha, untuk menemukan solusi terbaik dalam menurunkan harga obat.
Salah satu langkah konkret yang dilakukan adalah mewajibkan industri farmasi mencantumkan Harga Eceran Tertinggi (HET) pada kemasan obat.
Selain itu, BPOM juga tengah berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan untuk mengintegrasikan data HET dan Harga Netto Apotek (HNA) dalam platform SATUSEHAT Kementerian Kesehatan.
Menuju WHO Listed Authority (WLA)
Dalam pidatonya, dr. Taruna Ikrar juga mengungkapkan upaya BPOM untuk mencapai status WHO Listed Authority (WLA). WLA adalah framework berbasis bukti yang menilai dan menetapkan otoritas regulatori dengan kinerja yang diakui secara global.
Berdasarkan penilaian Global Benchmarking Tools (GBT) WHO, fungsi regulatori BPOM telah berada pada maturity level 3 (dari skala 4).
“Kami telah menyelesaikan self-assessment kesiapan menjadi WLA dan dalam tahap akhir untuk menyerahkan hasil asesmen tersebut kepada WHO,” kata dr. Taruna.
Jika BPOM berhasil mendapatkan status WLA, Indonesia akan diakui memiliki standar regulatori obat yang setara dengan negara maju seperti Amerika Serikat, Swiss, dan Korea Selatan.
Hal ini akan meningkatkan daya saing produk farmasi Indonesia di pasar global dan mempermudah akses obat inovatif dari luar negeri yang belum bisa diproduksi di dalam negeri.
“Kami mohon dukungan agar proses ini berjalan lancar dan BPOM dapat meraih status WLA pada 2025,” harapnya.
Penguatan Regulasi dan Standar
Untuk mendukung transformasi kesehatan di Indonesia, BPOM berkomitmen memperkuat regulasi dan standar pengawasan obat dan makanan.
Salah satu contoh terbaru adalah Peraturan BPOM Nomor 7 Tahun 2024 tentang Standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
Regulasi ini telah disesuaikan dengan kebutuhan dan pedoman internasional terkini untuk menjamin mutu produk farmasi. “Penguatan regulasi ini diharapkan dapat memberikan manfaat optimal bagi masyarakat,” jelas dr. Taruna.
Penutup
Dr. Taruna Ikrar menutup keynote speech-nya dengan mengucapkan terima kasih dan apresiasi atas dukungan serta kerja sama IAI dengan BPOM.
“Kami berharap sinergi yang telah terjalin dapat terus dijaga dan ditingkatkan untuk mencapai dunia farmasi Indonesia yang kuat dan mandiri,” tutupnya.
Dengan sinergi yang kuat antara BPOM, IAI, dan seluruh pemangku kepentingan, diharapkan kontribusi apoteker dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan daya saing bangsa dapat semakin diperkuat.