Site icon IAI NEWS

Kesenjangan Pendidikan Farmasi di Indonesia

FARMASI merupakan salah satu jurusan yang banyak diminati oleh siswa/i yang akan melanjutkan studi ke Perguruan Tinggi.

Tingginya minat tersebut dapat dipicu karena pemahaman masyarakat yang meyakini bahwa lulusan farmasi akan memiliki kesempatan peluang kerja yang sangat luas mulai dari apotek, rumah sakit, industri farmasi dan makanan, industri kosmetik, distributor farmasi, badan regulasi dan pemerintahan, pendidikan, dan lain sebagainya.

Selain itu, farmasi kerap kali menjadi pilihan bagi siswa/i yang tidak berhasil lolos saringan masuk ke jurusan kedokteran.

Banyak juga siswa/i yang menyukai mata pelajaran kimia kemudian memilih untuk melanjutkan studi ke jurusan farmasi karena anggapan bahwa dunia farmasi itu sebagian besar didominasi oleh ilmu kimia.

Tingkat pendidikan farmasi cukup beragam mulai dari pendidikan vokasi berupa D3 Farmasi, sarjana S1 Farmasi, hingga Pogram Profesi Apoteker.

Tingkat pendidikan yang bervariasi ini memberikan pilihan bagi siswa/i yang berminat untuk melanjutkan studi ke jurusan farmasi.

Bagi siswa/i yang ingin langsung bekerja setelah kuliah dapat memilih pendidikan vokasi D3 farmasi.

Lulusan D3 Farmasi yang tersertifikasi dapat langsung berpraktik sebagai Asisten Apoter di fasilitas pelayanan kesehatan tanpa harus melanjutkan studi ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

Berbeda dengan lulusan D3 Farmasi, mereka yang memilih untuk lanjut ke program sarjana S1 Farmasi cenderung karena memiliki keinginan untuk bisa melanjutkan studi ke program Profesi Apoteker dan memperoleh gelar Apoteker.

Banyaknya peminat jurusan farmasi menjadi daya tarik tersendiri bagi kampus negeri maupun swasta untuk membuka program studi farmasi.

Beberapa tahun terakhir, pembukaan program studi baru sarjana S1 Farmasi terjadi besar-besaran yang mengakibatkan ketidakseimbangan antara program sarjana dan profesi.

Berdasarkan informasi yang ditarik per Januari 2025 dari laman Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT), terdapat 272 program studi sarjana S1 Farmasi dan 81 program studi Profesi Apoteker di Indonesia.

Dari data ini dapat disimpulkan bahwa lebih kurang terdapat 191 Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta yang memiliki program studi sarjana S1 Farmasi tanpa didukung dengan fasilitas program studi lanjutan ke Profesi Apoteker.

Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana nasib dari mahasiswa/i lulusan S1 Farmasi yang ingin melanjutkan studi ke Profesi Apoteker namun kampusnya tidak memiliki program studi lanjutan tersebut?

Ya, mereka harus berkompetisi untuk bisa memperoleh kursi di 81 pilihan program studi Profesi Apoteker yang tersedia.

Hal yang cukup menjadi perhatian adalah mereka bukan hanya bersaing dengan mahasiswa/i lain, namun juga memperebutkan kursi yang hanya disediakan sedikit oleh Perguruan Tinggi yang bersangkutan.

Perguruan Tinggi penyelenggara program studi Profesi Apoteker tentu saja akan lebih memprioritaskan lulusan S1 Farmasi yang berasal dari kampusnya sendiri sehingga kuota penerimaan bagi lulusan kampus lain disediakan dalam jumlah terbatas.

Selain itu, program Profesi Apoteker itu sendiri hanya diperbolehkan untuk menerima mahasiswa/i dalam jumlah terbatas.

Faktor lainnya yang menjadi perhatian adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk melanjutkan studi ke Profesi Apoteker tidaklah sedikit.

Banyaknya lulusan sarjana S1 Farmasi menjadi target pasar bagi Perguran Tinggi yang telah membuka program studi Profesi Apoteker.

Tidak sedikit Perguran Tinggi Negeri maupun Swasta menawarkan biaya masuk program Profesi Apoteker yang lebih mahal bagi lulusan yang berasal dari luar kampus dibandingkan dengan alumninya sendiri.

Selain itu, mahasiswa/i yang menempuh studi Profesi Apoteker juga diwajibkan untuk mengikuti Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di beberapa instansi negeri maupun swasta.

PKPA tersebut membutuhkan tambahan biaya akomodasi karena mahasiswa/i harus berpindah-pindah tempat selama masa studi berlangsung.

Maka bagaimana nasib mahasiswa/i yang tidak lulus atau terkendala biaya untuk bisa melanjutkan studi Profesi Apoteker?

Hampir sebagian besar dari mereka akan memilih untuk mencari peluang kerja maupun melanjutkan studi ke program magister bagi yang mampu secara akademik.

Namun, tantangannya adalah fasilitas pelayanan kesehatan seperti apotek maupun rumah sakit lebih menyukai lulusan D3 Farmasi dibandingkan lulusan S1 Farmasi karena mereka telah dilatih agar memiliki keahlian dan keterampilan praktis untuk berpraktik di pelayanan kefarmasian.

Hal ini menjadi salah satu faktor banyak lulusan S1 Farmasi yang kemudian memilih pekerjaan dengan gaji setara lulusan SMK Farmasi khususnya di fasilitas pelayanan kesehatan.

Lulusan S1 Farmasi yang berhasil bekerja di Industri Farmasi pun akan berjuang lebih keras untuk dapat naik ke jenjang karir yang lebih tinggi karena Industri Farmasi lebih menyukai lulusan Apoteker.

Pemerintah melalui Asosiasi Perguruan Tinggi Farmasi Indonesia (APTFI) diharapkan dapat mengatur strategi agar rasio keberadaan program sarjana S1 Farmasi dan Profesi Apoteker menjadi lebih seimbang.

Meskipun hampir sebagian besar program studi Profesi Apoteker dibuka secara periodik setiap dua kali dalam setahun, sistem ini masih belum bisa menampung lebih banyak lulusan S1 Farmasi yang berasal dari luar kampus penyelenggara.

Hal ini dikarenakan kampus penyelenggara lebih mengutamakan alumninya yang juga lulus secara periodik dalam setahun agar bisa melanjutkan studi Profesi Apoteker.

Pemerintah melalui APTFI dapat mendukung dan memotivasi Perguran Tinggi Negeri maupun Swasta untuk dapat membuka program studi Profesi Apoteker melalui sistem yang lebih mudah dan tetap mampu menjamin mutu calon instansi penyelenggara program studi Profesi Apoteker.

Pembimbingan secara berkala juga sangat diperlukan agar calon instansi penyelenggara dapat memenuhi persyaratan yang diperlukan dan menetapkan biaya masuk yang lebih terjangkau bagi calon mahasiswa/i.

Selain itu, pengadaan beasiswa untuk program profesi sangat sedikit yang dapat meringankan beban biaya mahasiswa/i.

Rasio dosen dan mahasiswa pada program sarjana S1 Farmasi juga harus dipantau dan diperketat.

Banyaknya peminat jurusan farmasi membuat Perguruan Tinggi cenderung menyerap jumlah mahasiswa yang lebih banyak dari kuota dosen yang tersedia.

Pemantauan ini juga dapat menjamin agar mutu mahasiswa lulusan S1 Farmasi dapat tetap terjaga dan gap yang muncul antara jumlah lulusan S1 Farmasi dan kuota calon program Profesi Apoteker dapat diperkecil.***

Exit mobile version