JAKARTA, IAINews – Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Taruna Ikrar mengingatkan, agar influencer tidak memviralkan hasil uji laboratorium yang dia lakukan, karena bisa terkena sangsi pidana.
‘’Pemilik brand yang hasil uji laboratoriumnya disebarkan ke publik melalui media sosial bisa melaporkan hal itu ke polisi,’’ tutur Taruna Ikrar.
‘’Laporan kepolisi atas viralnya hasil uji laboratorium tersebut sangat mungkin, karena mempublikasikan hasil uji lab tersebut adalah tindakan diluar kewenangan influencer,’’ lanjut Kepala BPOM Taruna Ikrar.
Kepala BPOM, Taruna Ikrar menegaskan hal itu didepan para influncer yang diundang secara khusus untuk berdialog di Gedung Bhinekka Tunggal Ikka, BPOM, Jakarta, Jumat, 17 Januari 2025 lalu.
Kegiatan bertema ‘Dialog Interaktif Kosmetik Aman dan Berdaya Saing ini dihadiri oleh 35 influencer kecantikan serta organisasi profesi dan asosiasi seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) yang pada kesempatan itu diwakili Wakil Sekjen Bidang Humas dan Pengabdian Masyarakat, apt Dra Tresnawati.
Hadir pula Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI), Persatuan Perusahaan Kosmetika Indonesia (Perkosmi), Perhimpunan Pengusaha dan Asosiasi Kosmetik (PPAKI), Asosiasi Pengusaha Kesehatan dan Kecantikan Indonesia (APK2I), Asosiasi Kosmetik Kontrak Manufaktur Indonesia (AKKMI) dan Indonesian E-Commerce Association (idEA).
Saat berdialog Taruna Ikrar didampingi Deputi II Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik, apt Mohammad Kashuri dan Deputi IV Bidang Penindakan, Irjen Pol Tubagus Ade Hidayat.
Dalam kesempatan tersebut, Taruna Ikrar mengajak influencer/content creator kosmetik untuk berkolaborasi mengoptimalkan edukasi kepada masyarakat mengenai pemilihan kosmetik yang aman.
Selain untuk edukasi, kolaborasi ini bertujuan sebagai langkah strategis untuk menciptakan iklim usaha kosmetik yang kondusif, terutama untuk produk dalam negeri, dengan mendorong influencer/content creator kosmetik untuk selalu melakukan review yang komprehensif dan sesuai ketentuan.

Kegiatan ini dilaksanakan didasari perkembangan review para influencer/content creator kosmetik yang marak beredar di media sosial.
BPOM mencermati bahwa di satu sisi eksistensi review tersebut berdampak positif terhadap edukasi masyarakat mengenai keamanan, manfaat, dan mutu kosmetik.
Di sisi lain, BPOM juga mencatat beberapa review yang dilakukan tidak komprehensif dan bahkan melanggar ketentuan.
Fenomena konten review mengenai produk kosmetik sangat bervariasi.
Isi konten mulai dari edukasi penggunaan kosmetik secara aman dan sesuai dengan kondisi kulit, hingga ulasan hasil uji mandiri para influencer/content creator terhadap produk kosmetik tertentu yang diduga mengandung bahan berbahaya maupun klaim berlebihan (overclaim).
Ulasan tersebut dikemas mengikuti tren sehingga menarik perhatian masyarakat dan dapat memengaruhi preferensi masyarakat dalam memilih kosmetik.
Sesuai aturan, pernyataan yang bersumber dari hasil pengujian laboratorium bersifat rahasia, untuk pihak yang bertanggung jawab, dan tidak untuk dipublikasikan.
Pemilik izin edar sebagai pihak yang bertanggung jawab dapat melakukan pengujian terhadap produk yang dimilikinya di laboratorium yang terakreditasi untuk kepentingan sendiri agar kosmetik tersebut senantiasa memenuhi persyaratan.
“Kewenangan untuk mengumumkan hasil pengawasan produk kosmetik hanya dimiliki oleh BPOM,” ucap Kepala BPOM Taruna Ikrar.
Kewenangan ini sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2017 Tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Terhadap pihak yang tanpa kewenangan memviralkan hasil pengujian, maka tindakan tersebut termasuk sebagai pelanggaran dan akan ditindaklanjuti sesuai ketentuan yang berlaku termasuk proses pro-justitia.
Sesuai ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, pihak yang dengan sengaja atau tanpa hak menggunakan rahasia dagang pihak lain dapat dikenakan dengan ancaman pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 300 juta.
Selain itu, influencer/content creator kosmetik juga seringkali memberikan pernyataan “approved” terhadap produk yang diulasnya.
Hal tersebut termasuk bentuk pelanggaran karena dapat membingungkan dan memengaruhi keputusan masyarakat dalam memilih kosmetik yang akan digunakan.
“Hanya BPOM sebagai lembaga yang diberikan otoritas untuk melakukan pengawasan, yang berhak menyatakan “approved” terhadap produk kosmetik,’’ tegas Taruna Ikrar.
‘’Perizinan dan pengawalan setelah kosmetik beredar merupakan satu kesatuan yang kewenangannya melekat pada otoritas, yaitu BPOM,’’ lanjut Taruna Ikrar.
‘’Untuk itu, BPOM akan melakukan penertiban terhadap pihak yang menyatakan ”approved” produk kosmetik,” tegas Taruna Ikrar.
Sebagai lembaga pemerintah yang bertanggung jawab mengawasi peredaran kosmetik, BPOM berkomitmen untuk menjalankan tugas dan fungsinya tanpa pengecualian terhadap seluruh pihak yang terlibat dalam peredaran kosmetik.
Langkah yang dilakukan BPOM meliputi intensifikasi pengawasan, penindakan kejahatan, bimbingan teknis bagi pelaku usaha, serta komunikasi, informasi dan edukasi bagi masyarakat tentang kosmetik yang aman, bermanfaat dan bermutu.
”Secara rutin telah menyampaikan hasil pengujian kosmetik yang membahayakan kesehatan setelah melalui serangkaian kegiatan pengawasan yang komprehensif,’’ ucap Taruna Ikrar.
‘’Terungkapnya pelanggaran peredaran kosmetik injeksi, kosmetik stamina, dan kosmetik mengandung bahan berbahaya, seperti kosmetik merek Lameila, membuktikan BPOM telah bekerja walaupun belum viral di media sosial,” lanjut Taruna Ikrar.
Kepala BPOM mengajak para influencer/content creator kosmetik untuk lebih fokus dalam mengedukasi masyarakat dan menyingkirkan motif lain dari publikasi yang dilakukannya, seperti persaingan bisnis, mengejar popularitas, atau mengambil keuntungan.
Adanya motif lain tersebut berpotensi menyebabkan terjadinya pelanggaran yang meresahkan masyarakat termasuk persaingan yang tidak sehat di antara pelaku usaha kosmetik dalam negeri.
Maraknya review dari influencer/content creator kosmetik dapat memengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap produk kosmetik lokal, apabila dilakukan secara tidak tepat.
“BPOM tentu tidak akan tinggal diam terhadap hal ini. Kami akan menggandeng pihak Kepolisian Negara RI dalam menertibkan pelanggaran review kosmetik yang tidak komprehensif dan tidak sesuai ketentuan ini,’’ kata Taruna Ikrar.
‘’Yang kami lakukan ini agar tidak menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat dan berisiko menurunkan daya saing produk kosmetik lokal,” ujar Taruna Ikrar lagi.
Dalam kesempatan ini, BPOM juga menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada para influencer/content creator kosmetik karena telah turut berkontribusi mengedukasi masyarakat untuk lebih peduli terhadap pemilihan dan penggunaan kosmetik yang aman, bermanfaat, dan bermutu.
Hal tersebut tentu sejalan dengan misi BPOM untuk mencerdaskan masyarakat agar dapat secara mandiri melindungi diri dari bahaya produk kosmetik ilegal dan/atau mengandung bahan berbahaya.
Melalui dialog interaktif ini, BPOM akan memperkuat program kemitraan dengan para influencer/content creator kosmetik untuk menghasilkan publikasi yang mengedepankan edukasi kepada masyarakat.
Tidak hanya itu, BPOM juga mengajak media dan pemangku kepentingan lainnya untuk turut menyebarluaskan informasi yang benar dan mengedukasi terkait keamanan, manfaat dan mutu kosmetik, sekaligus mendukung daya saing kosmetik dalam negeri.
Masyarakat juga diimbau untuk menjadi konsumen cerdas dengan selalu mencermati dan menerapkan Cek KLIK (cek Kemasan, Label, Izin edar, dan tanggal Kedaluwarsa) terhadap pilihan produk kosmetik yang akan dibeli atau digunakan.
“BPOM percaya bahwa sinergi antara pemerintah, influencer/content creator kosmetik, media, dan masyarakat akan menjadi kunci untuk memastikan perlindungan konsumen sekaligus mendukung perkembangan industri kosmetik nasional yang berkelanjutan,” tukas Kepala BPOM.***