APOTEKER memegang peranan krusial sebagai garda terdepan dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat.
Lebih dari sekadar menyerahkan obat, apoteker adalah sumber informasi kesehatan yang terpercaya.
Tanggung jawab ini mencakup pemberian edukasi mengenai penggunaan obat yang benar, efek samping, serta informasi penting lainnya untuk meningkatkan pemahaman kesehatan dan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan.
Dalam konteks program imunisasi nasional seperti Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS), peran apoteker menjadi semakin strategis.
Apoteker dapat bertindak sebagai jembatan informasi antara tenaga kesehatan dan masyarakat, khususnya guru dan orang tua siswa.
Sebagai profesional kesehatan yang berinteraksi langsung dengan masyarakat, apoteker wajib memastikan setiap informasi yang disampaikan, termasuk mengenai vaksin, bersifat akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Mereka harus mampu menyajikan data berbasis bukti ilmiah[2] untuk menepis misinformasi dan keraguan.
Dengan demikian, apoteker turut serta membangun kepercayaan publik terhadap program kesehatan pemerintah dan menjaga kesehatan generasi penerus bangsa.
Bagi mayoritas masyarakat Indonesia, aspek kehalalan merupakan pertimbangan esensial dalam menerima suatu produk, termasuk vaksin untuk anak.
Ketiadaan informasi yang jelas mengenai status halal dapat memicu keraguan dan penolakan yang berakar pada keyakinan.
Urgensi ini muncul karena penolakan tersebut secara langsung berpotensi menghambat keberhasilan program imunisasi dan pencapaian target kekebalan komunal nasional.
Kekosongan informasi resmi mengenai kehalalan vaksin seringkali diisi oleh misinformasi dan hoaks yang menyebar cepat di masyarakat.
Narasi tidak bertanggung jawab ini dapat membentuk persepsi negatif dan meningkatkan vaccine hesitancy di kalangan orang tua.
Oleh karena itu, ketersediaan informasi yang akurat dari sumber terpercaya seperti apoteker menjadi sangat mendesak untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap program kesehatan.
Penyampaian informasi kehalalan oleh apoteker bukan sekadar penyebaran data, tetapi merupakan bentuk penjaminan yang menenangkan keresahan anda.
Dengan penjelasan yang bersumber dari lembaga resmi seperti Majelis Ulama Indonesia, apoteker dapat membangun rasa aman dan keyakinan pada orang tua.
Jaminan ini sangat krusial untuk memastikan partisipasi optimal dalam program BIAS demi melindungi kesehatan anak bangsa.
Apa saja peran apoteker dalam Bulan Imunisasi Anak Sekolah? Beberapa hal berikut ini adalah hal-hal yang dapat dilakukan oleh seorang apoteker:
- Edukator tentang vaksin & kehalalan
Menjelaskan jenis vaksin (MR, DT, HPV) beserta kandungannya, cara kerja, serta keamanan
Memberikan informasi terkait sertifikasi halal vaksin oleh BPJPH/MUI sehingga orang tua dan guru lebih percaya.
- Konselor bagi orang tua & peserta didik
Menjawab keraguan masyarakat terkait isu halal/haram vaksin.
Menyampaikan bahwa vaksin yang digunakan di Indonesia melalui proses sertifikasi halal, atau jika belum halal, ada fatwa mubah karena kondisi darurat Kesehatan, ataupun terdapat informasi dari Perusahaan farmasi terkait komposisi vaksin yang menjamin kehalalan.
- Advokasi & Sosialisasi
Mendampingi sekolah dan tim UKS/M dalam advokasi pentingnya imunisasi kepada orang tua.
Mengedukasi masyarakat bahwa vaksinasi adalah upaya mencegah kecacatan, kematian, dan melindungi kesehatan generasi muda.
- Kolaborasi dalam Tim BIAS/UKS
Bekerja sama dengan dokter, bidan, perawat, guru UKS, dan tokoh agama.
Membawa perspektif farmasi dan jaminan halal dalam layanan kesehatan sekolah.
- Membangun Kepercayaan Publik
Dengan kompetensi farmasi, apoteker berperan meyakinkan masyarakat bahwa vaksin tidak hanya aman secara medis, tetapi juga aman secara syariat Islam. Tentunya apoteker perlu mencari rujukan valid yaitu dari fatwa dari Majelis Ulama Indonesia atau informasi dari BPOM.
Pada Tingkat Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama, apoteker dapat berkontribusi dalam memberikan edukasi pada agenda lokakaryamini bulanan, lokakaryamini lintas sektor, penyuluhan di sekolah dan juga pada saat pelaksanaan BIAS.
Optimalisasi peran apoteker merupakan kunci keberhasilan program BIAS, khususnya dalam isu kehalalan vaksin.
Sebagai profesional kesehatan terdepan, apoteker memiliki tanggung jawab untuk menyediakan informasi yang komprehensif dan akurat kepada masyarakat.
Kemampuan apoteker dalam mengomunikasikan status kehalalan secara efektif dapat menepis keraguan dan meningkatkan partisipasi masyarakat, sehingga tujuan kesehatan bersama dapat tercapai dengan lebih baik.
Referensi :
- (n.d.). admin, Author at KPAB Indonesia. KPAB Indonesia. Retrieved from https://kpab.co.id/author/admin/
- Peraturan Bersama Antara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Menteri KesehatanRepublik Indonesia, Menteri AgamaRepublik Indonesia, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor: 6lXlPB/2014, Nomor: 73 Tahun 2014, Nomor: 41 Tahun 2014, dan Nomor: 81 Tahun 2014 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kesehatan Sekolah/Madrasah.
- MUI, 2016, Fatwa MUI No. 4 tahun 2016 tentang Imunisasi, MUI, Jakarta.
- Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri Tahun 2022 Tentang Penyelenggaraan Peningkatan Status Kesehatan Peserta Didik di Lingkungan Pendidikan.
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2024, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Pusat Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
- Ditjen P2P, 2024, Petunjuk Teknis Pelaksanaan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS), Kementerian Kesehatan, Jakarta.
- Zakia, Rahma, 2025, Dinamika Kepercayaan Masyarakat dan Implikasinya terhadap Keberhasilan Program Vaksinasi di Indonesia: Studi Kasus Resistensi Vaksin M72.
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2022, KMK No. HK.01.07/MENKES/1930/2022 tentang Program Introduksi Imunisasi HPV Tahun 2022-2023, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.***