Informasi
Hubungi Redaksi IAINews melalui email : humas@iainews.net
Floating Left Ads
Floating Right Ads
banner 950x90

IAI Bersinergi dengan Kementerian Kesehatan RI: Menuju Pengembangan Ekosistem Industri Fitofarmaka yang Mandiri dan Terjangkau

20230622 123006 0000
(Foto: dok.IAI)
banner 120x600
banner 468x60

Jakarta, IAINews – Kamis, 22 Juni 2023, IAI (Ikatan Apoteker Indonesia) telah menerima undangan penting dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dalam acara sosialisasi proses pengembangan obat bahan alam ke arah fitofarmaka.

Perwakilan IAI yang hadir dalam acara tersebut adalah Sekjen PP IAI, apt. Lilik Yusuf Indrajaya.

Iklan ×

Pada paparannya, Roy Himawan, S.Farm., Apt., MKM selaku Direktur Ketahanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan, menyampaikan kondisi ketahanan sistem kesehatan sektor farmasi dan alat kesehatan yang masih sangat bergantung pada impor.

Data menunjukkan bahwa sekitar 90% bahan baku obat yang digunakan di Indonesia masih diimpor, begitu pula dengan API (Active Pharmaceutical Ingredient) untuk produksi farmasi lokal.

Selain itu, belanja alat kesehatan juga didominasi oleh produk impor, dengan 88% transaksi alat kesehatan tahun 2019-2020 di e-katalog merupakan produk impor.

Seluruhnya, kondisi ini menunjukkan ketergantungan yang tinggi terhadap impor dalam sektor farmasi dan alat kesehatan di Indonesia.

Paparan Roy Himawan juga mengungkapkan bahwa alokasi anggaran untuk penelitian dan pengembangan di sektor kesehatan masih rendah, hanya sekitar 0,2% dari total GDP.

Baca Juga  Badan POM Gelar Bimtek Pembentukan Penyuluh dan Kader Obat Bahan Alam, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetika Bersinergi dengan Program Kampung ASK ME Dagusibu IAI

Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara seperti Amerika Serikat yang mengalokasikan sekitar 2,8% dari GDP mereka untuk penelitian dan pengembangan, serta Singapura yang mengalokasikan sekitar 1,9%.

Terkait dengan uji klinik, Roy Himawan menyebutkan bahwa Indonesia hanya melaksanakan sekitar 7,6% dari total uji klinik di negara-negara ASEAN.

Jumlah uji klinik yang dilakukan di Indonesia sebanyak 787, yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan Thailand (3.053) dan Singapura (2.893).

Menariknya, pada masa pandemi COVID-19, obat tradisional telah digunakan secara luas oleh masyarakat Indonesia.

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Balitbangkes tentang penggunaan obat tradisional di masyarakat selama pandemi, sekitar 79% masyarakat mengkonsumsi obat tradisional untuk meningkatkan daya tahan tubuh.

Fitofarmaka juga digunakan dalam terapi farmakologi untuk pasien dengan gejala ringan sesuai Pedoman Tatalaksana Klinik Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Fasilitas Kesehatan.

Dalam konteks pengembangan obat bahan alam, fitofarmaka menjadi fokus utama. Fitofarmaka merupakan obat yang keamanan dan khasiatnya telah dibuktikan secara ilmiah melalui uji praklinik dan uji klinik.

Baca Juga  Mengenal Andi Muh. Yagkin Padjalangi: Role Model Politisi Berlatarbelakang Apoteker di Sulawesi Selatan

Selain itu, bahan baku dan produk fitofarmaka juga telah distandarisasi, dengan jumlah fitofarmaka yang sudah ada mencapai 22.

Dalam rangka mengatasi tantangan ketergantungan pada obat impor, pengembangan obat bahan alam menjadi sangat penting.

Beberapa alasan yang mendukung pengembangan obat bahan alam meliputi keberadaan penggunaan obat tradisional yang telah terbukti turun-temurun di Indonesia, keanekaragaman hayati yang kaya di Indonesia, sudah adanya fitofarmaka di Indonesia, harapan akan harga yang lebih terjangkau, dan mengurangi ketergantungan terhadap obat impor.

Dalam sinergi dengan pendekatan A-B-G-C (akademisi, industri, asosiasi, dan pemerintah), tujuan utama dari kegiatan ini adalah membangun kerja sama kolaboratif antara berbagai pihak untuk mewujudkan pengembangan ekosistem industri fitofarmaka yang kondusif.

Beberapa strategi dan rencana aksi yang diusulkan antara lain:

1. Pengembangan dan peningkatan ketersediaan bahan baku alami untuk memenuhi kebutuhan industri obat tradisional.

2. Pemenuhan standar bahan baku obat tradisional.

Baca Juga  Mengasah Kepedulian Apoteker

3. Mendorong industri obat tradisional untuk mengembangkan produk fitofarmaka.

4. Memfasilitasi hubungan antara peneliti dan industri untuk pengembangan produk fitofarmaka dari hulu ke hilir.

5. Pendampingan bagi industri fitofarmaka dalam tahapan uji klinik sampai registrasi, termasuk dukungan terkait peningkatan kompetensi sumber daya manusia.

6. Edukasi dan sosialisasi penggunaan fitofarmaka di pelayanan kesehatan.

7. Mendorong agar fitofarmaka masuk dalam paket manfaat Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Pemerintah juga berupaya melakukan percepatan pengembangan fitofarmaka melalui beberapa langkah, antara lain:

1. Mengawal hilirisasi penelitian di RS dr. Sardjito dengan industri obat tradisional.

2. Membantu forum diskusi penggunaan obat bahan alam agar dapat diintegrasikan ke dalam standar pelayanan kesehatan.

3. Meningkatkan ketersediaan bahan baku obat bahan alam melalui fasilitasi.

Dengan adanya upaya bersama dan kolaborasi antara berbagai pihak terkait, diharapkan pengembangan obat bahan alam, khususnya fitofarmaka, dapat menjadi solusi untuk mengurangi ketergantungan terhadap obat impor dan memperkuat sektor farmasi dan kesehatan di Indonesia.

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

banner 950x90