Lombok, IAINews – Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) 2024 menjadi ajang bagi Elza Gustanti, S.H, S.Si, Apt. M.H, Ketua Tim Kerja Pengendalian Harga dan Pemantauan Pasar Obat yang mewakili Direktur Produksi dan Distribusi Kefarmasian, Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kemenkes RI untuk memaparkan strategi pemenuhan kebutuhan obat dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tahun 2024.
Dalam paparannya, Elza menyoroti pentingnya regulasi, penyediaan obat melalui katalog elektronik, etalase konsolidasi obat, dan integrasi data dalam monitoring ketersediaan obat.
1. Regulasi dan Kebijakan Pemenuhan Kebutuhan Obat
Elza menjelaskan bahwa regulasi menjadi fondasi penting dalam menjamin ketersediaan obat bagi peserta JKN.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, fasilitas kesehatan (Faskes) diwajibkan untuk menjamin ketersediaan obat, alat kesehatan (alkes), dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) sesuai indikasi medis.
Faskes yang tidak memiliki sarana penunjang juga diwajibkan membangun jejaring dengan fasilitas kesehatan penunjang.
Perubahan regulasi terkait pencantuman obat pada katalog elektronik juga turut disoroti.
Pemilihan produk katalog yang sebelumnya dilakukan melalui metode tender atau negosiasi kini dihapus, dan mekanisme pencantuman produk lebih disederhanakan.
Hal ini bertujuan untuk mempercepat proses pemenuhan kebutuhan obat di Faskes.
2. Penyediaan Obat Melalui Katalog Elektronik Sektoral
Kementerian Kesehatan telah mengembangkan katalog elektronik sektoral yang memungkinkan Faskes untuk melakukan e-purchasing obat yang dibutuhkan.
Dalam katalog ini, terdapat lima etalase terkait obat dan vaksin, termasuk obat dalam Formularium Nasional (Fornas) dan obat yang tidak tercantum di Fornas.
Pengadaan obat melalui katalog elektronik diharapkan dapat mempercepat pemenuhan kebutuhan obat dan meningkatkan efisiensi pengadaan.
Untuk memastikan ketersediaan obat, pemerintah pusat, daerah, dan Faskes bertanggung jawab atas pengadaan melalui katalog elektronik.
Namun, jika pengadaan melalui e-purchasing belum dapat dilakukan, maka pengadaan secara manual tetap diperbolehkan dengan mengacu pada Fornas atau kompendium alkes.
3. Etalase Konsolidasi Obat
Elza menekankan pentingnya etalase konsolidasi obat dalam mendukung strategi pemenuhan kebutuhan obat JKN.
Etalase konsolidasi bertujuan untuk menjamin kepastian kuantitas obat yang diproduksi industri farmasi, keseragaman harga antar Faskes, serta mengurangi potensi keterlambatan pemenuhan obat.
Melalui etalase konsolidasi, obat yang telah sepakat dalam proses konsolidasi akan tayang dengan harga tetap (fixed price), dan fitur negosiasi dihilangkan untuk memastikan stabilitas harga.
Kementerian Kesehatan juga mengeluarkan instruksi untuk mempercepat penayangan katalog sektor kesehatan, khususnya produk dalam negeri, dan memprioritaskan penggunaan obat yang memiliki Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) tinggi.
Kepmenkes HK.01.07/Menkes/1333/2023 mengatur bahwa obat dan alat kesehatan dengan bahan baku lokal yang memiliki nilai TKDN paling sedikit 52% harus diutamakan dalam pengadaan.
4. Integrasi Data dalam Monitoring Ketersediaan Obat
Salah satu tantangan utama dalam pemenuhan kebutuhan obat JKN adalah integrasi data untuk monitoring ketersediaan obat.
Kementerian Kesehatan melalui platform SATUSEHAT berupaya mengatasi tantangan ini dengan mengembangkan Kamus Farmasi dan Alat Kesehatan (KFA) untuk standarisasi data farmasi dan alat kesehatan.
KFA memuat kode unik produk farmasi dan alkes yang dapat digunakan oleh seluruh pelaku industri kesehatan, dari industri farmasi hingga Faskes, guna memastikan analisa yang akurat terhadap kebutuhan obat secara nasional.
Platform SATUSEHAT juga mengintegrasikan berbagai sistem eksisting untuk monitoring produksi dan distribusi obat, termasuk sistem dari BPOM, BPJS, dan sistem internal Faskes.
Dengan demikian, informasi terkait ketersediaan dan distribusi obat dapat dianalisis secara real-time, membantu deteksi dini terhadap kebutuhan obat di berbagai daerah, terutama saat terjadi peningkatan kebutuhan akibat wabah penyakit atau bencana alam.
5. Penutup
Dalam penutupnya, Elza menggarisbawahi perlunya kolaborasi antar pihak, mulai dari industri farmasi, pemerintah, hingga Faskes, untuk memastikan ketersediaan obat yang aman, bermutu, dan berkhasiat di seluruh fasilitas kesehatan.
Strategi pemenuhan kebutuhan obat JKN melalui integrasi data dan penguatan regulasi diharapkan dapat menjawab tantangan ketersediaan obat di Indonesia, khususnya dalam mendukung kesuksesan program JKN yang berkelanjutan.
Kementerian Kesehatan terus berkomitmen melakukan monitoring dan evaluasi terhadap produk yang tayang di e-Katalog sektoral, serta memastikan bahwa produk-produk yang tayang sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
Dengan upaya ini, diharapkan ketersediaan obat bagi peserta JKN dapat terjamin dengan harga yang lebih terjangkau dan proses pengadaan yang lebih efisien