Informasi
Hubungi Redaksi IAINews melalui email : humas@iai.id
Floating Left Ads
Floating Right Ads
banner 950x90

BPOM, IAI, Pusat Penelitian Kesehatan UI, dan Para Stakeholder Diskusi Telaah Regulasi Terkait Resistensi Antimikroba (AMR)

WhatsApp Image 2023 07 13 at 09.37.32
Rapat BPOM RI, Pusat Penelitian Kesehatan UI dan para Stakeholder untuk telaah regulasi terkait AMR.
banner 120x600
banner 468x60

Jakarta, IAINews – Resistensi antimikroba atau antimicrobial resistance (AMR) terjadi ketika bakteri, virus, jamur, dan parasit mengalami perubahan seiring waktu dan tidak lagi merespons obat-obatan.

Hal ini menyebabkan infeksi sulit diobati dan meningkatkan risiko penyebaran penyakit, tingkat keparahan suatu penyakit, hingga kematian. Resistensi antimikroba merupakan masalah serius secara global yang mengancam upaya pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi.

Iklan ×

Telaah regulasi dilakukan dengan mempertimbangkan Good Regulatory Practice (GRP), terutama pada aspek legalitas, konsistensi, dan kejelasan.

Saat ini, Indonesia memiliki berbagai regulasi terkait pengendalian AMR. Namun, dalam studi ini, fokus dibatasi pada beberapa regulasi berikut:

1. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian terkait Rencana Aksi Nasional (RAN) pengendalian AMR.

2. Peraturan Menteri Kesehatan terkait pedoman pengendalian AMR di rumah sakit, penatagunaan antibiotik (PGA), pedoman penggunaan antibiotik bagi tenaga kesehatan, formularium nasional, penatalayanan kefarmasian klinik di rumah sakit/puskesmas/apotek.

3. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait peta jalan AMR, persyaratan dan kewajiban bagi pelaksana kegiatan di fasilitas kefarmasian, petunjuk teknis penyerahan obat di sarana pelayanan kefarmasian, pengawasan obat dan makanan secara daring, dan peraturan lain yang terkait.

Baca Juga  Seminar Nasional Kesehatan Ika Stiksam Bahas Pencegahan dan Penanganan Gagal Ginjal di Usia Muda

Secara umum, hampir semua regulasi sudah cukup jelas. Dalam regulasi tersebut dijelaskan mengenai hal-hal yang diatur, pihak yang bertanggung jawab dalam implementasi, target atau sasaran regulasi, lokasi pelaksanaan regulasi, metode pelaksanaan yang harus dilakukan, hasil yang diharapkan, pemantauan, dan sanksi yang ditetapkan.

Di tingkat nasional, pengendalian AMR melibatkan berbagai sektor dalam strategi One Health yang dipimpin oleh tim pengarah yang diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan, serta tim pelaksana yang diketuai oleh Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan.

Dalam rangka analisis kebijakan pengawasan antibiotik kelompok reserve, beberapa hal yang perlu dibahas antara lain:

1. Sosialisasi regulasi kepada pelaksana kebijakan agar dipahami dengan baik.

2. Perlu adanya kebijakan multisektoral dan pendekatan One Health yang merupakan bagian dari strategi RAN pengendalian AMR. Namun, saat ini masih terdapat kendala dalam koordinasi multisektoral, kurangnya sumber daya, dan kurangnya integrasi dalam kerangka kerjasama.

Baca Juga  Dihadiri Ketum PP IAI, PSPA Departemen Farmasi Universitas Syiah Kuala Sumpah Apoteker Perdananya

3. Sanksi terhadap fasilitas pelayanan kesehatan belum diatur secara spesifik dalam regulasi, berbeda dengan fasilitas pelayanan kefarmasian yang secara jelas menyebutkan sanksi penutupan sementara atau tetap bagi apotek yang melanggar peraturan terkait standar pelayanan kefarmasian sesuai peraturan perundang-undangan.

4. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 74 Tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas, terlihat adanya variasi kebijakan dasar Puskesmas antar daerah yang dipengaruhi oleh otonomi daerah. Secara keseluruhan, implementasi kebijakan tersebut masih belum optimal.

5. Pengawasan terhadap toko obat dan platform online/marketplace belum diatur secara khusus. Saat ini, regulasi hanya terbatas pada pengawasan obat di industri farmasi, perusahaan besar farmasi (PBF), dan apotek.

6. Pengawasan penyerahan/penggunaan antibiotik kelompok reserve masih perlu diatur secara spesifik dalam berbagai regulasi yang ada.

Diskusi ini dilakukan dengan mengundang beberapa narasumber dari berbagai Kementerian/lembaga dan instansi terkait lainnya guna menelaah kebijakan/regulasi pengendalian AMR, terutama terkait pengawasan penggunaan antibiotik kelompok reserve.

Baca Juga  Setelah Sempat Vakum Fakultas Farmasi Unand Kembali Gelar Olimpiade Farmasi Indonesia 2024

Acara ini diselenggarakan di Hotel Aston, 13 Juli 2023 dan dibuka oleh Plt Kepala Pusat Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Dr.ir. Antonius Tarigan, MSi.

Narasumber yang hadir antara lain dari Pusat Penelitian Kesehatan UI dan Budi Djanu Purwanto, SH, MH.

Turut hadir juga dari Ikatan Apoteker Indonesia, Sekretaris Jenderal Ikatan Apoteker Indonesia, apt. Lilik Yusuf Indrajaya, SE, SSI, MBA,

Forum diskusi ini diadakan untuk mendapatkan pandangan dari berbagai narasumber mengenai kebijakan pengendalian AMR, terutama terkait antibiotik, sehingga dapat membentuk regulasi yang efektif.

IAI menyatakan bahwa peredaran antibiotik harus melalui saluran yang legal, yaitu apotek dan fasilitas kefarmasian di rumah sakit atau klinik dan puskesmas.

Penjualan antibiotik oleh pihak yang tidak berhak atau melalui marketplace online harus dilarang dan diberikan sanksi tegas kepada pelaku yang melanggar.

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

banner 950x90