Site icon IAI NEWS

Dari Segelas Kopi, Ada Kisah Kaldi Sang Gembala Yang Menginspirasi

WILLIAM H. UKERS dalam buku yang ditulisnya mengatakan bahwa kata “kopi” masuk dalam bahasa-bahasa Eropa pada tahun 1600-an. Dalam buku “All About Coffee” (1922) tersebut dikatakan kata “kopi” atau “coffee” diambil dari bahasa Arab “qahwa” yang diserap ke bahasa Turki “kahveh”.

Dalam bahasa Arab, kata “qahwa” bukan berarti tanaman kopi, namun justru merujuk pada nama minuman. Dapat dikatakan “qahwa” merupakan sebutan untuk minuman yang dibuat dari biji dan diseduh dengan air panas.

Pendapat lain dalam Symposium on The Etymology of The Word Coffee pada tahun 1909, menyepakati bahwa kata “coffee” tertuju pada istilah “qahwa” dalam bahasa Arab yang berati “kuat”.

Minuman Kopi dan Sejarahnya

Sejarah minuman kopi di dunia diawali dari kisah seorang penggembala kambing bernama Kaldi yang berasal dari Ethiopia.

Satu masa, Kaldi menemukan biji kopi secara tidak sengaja. Ia melihat kambing gembalaannya tetiba menjadi sangat aktif dan tidak mau tidur setelah memakan semacam buah beri dari pohon tertentu.

Kaldi kemudian menceritakan penemuannya ke biara di kota tersebut. Setelah itu, pihak biara mulai membuat minuman dari biji tersebut. Faktanya, minuman tersebut dapat membuat mereks tetap terjaga selama berjam-jam, bahkan bertahan hingga larut malam.

Dari sinilah, penemuan minuman dari biji tersebut semakin tersebar luas. Berawal di Ethiopia, kabar tersebar hingga ke Arab dan akhirnya merambah Eropa pada abad ke-17.

Meski demikian, diawal kemunculan minuman ini, tidak sedikit yang merasa takut untuk minum kopi. Saking takutnya, minuman kopi dilabeli “bitter invention of Satan”, atau penemuan pahit oleh setan. Menurut mereka kopi adalah minuman yang menyesatkan.

Polemik minuman kopi ini menimbulkan kontroversi yang cukup besar hingga akhirnya Pope Clement VIII ketika itu diminta untuk mencari jalan tengah. Pope kemudian mencoba sendiri kopi tersebut dan pada akhirnya memperbolehkan kopi untuk tetap diperjualbelikan.

Waktu terus bergulir, semerbak aroma kopi semakin memikat para penikmatnya. Kopi  menjelma menjadi minuman favorit yang setia menemani  sepanjang hari hingga larut malam. Minum kopi di pagi hari membuat mereka menjadi lebih segar dan penuh energi. Sementara keberadaannya di malam hari dibutuhkan untuk menemani melewati malam tanpa dirundung rasa kantuk.

Seiring populernya minuman kopi, budidaya tanaman kopi tidak lagi berfokus di kawasan Arab saja. Berbagai tempat mulai dicari sebagai alternatif untuk tempat budidaya tanamab kopi. Belanda akhirnya berhasil membawa dan memperkenalkan tanaman kopi di Batavia, yang kini dikenal sebagai pulau Jawa, Indonesia.

Belanda mulai menjual belikan biji kopi yang ditanam di Indonesia ke seluruh dunia. Pihak Belanda bahkan memperluas lahan kopi mereka hingga ke pulau Sumatra. Hal tersebutlah yang mengawali sejarah kopi di Indonesia.

Satu hal yang patut disyukuri, berkat letak geografis dan iklim mikronya, Indonesia menjadi tempat yang sangat cocok untuk  tananam kopi.

Jejak sejarah kopi di Indonesia diawali pada era Tanam Paksa atau Cultuurstelsel pada tahun 1830 hingga 1870. Ketika itu pada masa penjajahan Belanda, pemerintah Belanda membuka perkebunan komersial di pulau Jawa, Sumatra, dan beberapa daerah di kawasan Indonesia Timur untuk menanam kopi.

Kopi yang dikembangkan di Indonesia adalah kopi Arabika yang langsung didatangkan dari Yaman. Perkebunan kopi hampir menutupi seluruh pulau Jawa, mulai dari daerah Jakarta, Sukabumi, Bogor, Mandailing, Sidikalang, Jawa Timur, Jawa Tengah, hingga Jawa Barat.

Pada abad ke-20, perkebunan kopi di Indonesia diserang oleh hama mematikan. Akibatnya, hampir seluruh tanaman kopi ketika itu musnah. Pemerintah Belanda pun mencoba mengganti jenis kopi yang ditanam dengan yang lebih kuat terhadap serangan hama. Belanda mulai menanam kopi Liberika dan Ekselsa.

Sayangnya, varietas kopi Liberika juga tidak begitu populer dan tetap mudah terserang hama. Keberadaan kopi Liberika masih tetap bisa ditemui di pulau Jawa, meski produksinya kini sudah jarang.

Hingga pada akhirnya, kopi Robusta menjadi pilihan untuk ditanam di Indonesia. Dukungan infrastruktur dikembangkan guna mempermudah produksi kopi di Indonesia.

Infrastruktur yang dimaksud adalah dibangunnya jalur rel kereta api untuk mengangkut hasil perkebunan antar daerah, kapal laut, dan lain-lain.

Produksi kopi di Indonesia semakin berkembang baik untuk jenis Arabika maupun Robusta.

Setelah Indonesia merdeka, pemerintah Indonesia mengambil alih perkebunan kopi yang ditinggalkan.***

Exit mobile version