Informasi
Hubungi Redaksi IAINews melalui email : humas@iainews.net
Floating Left Ads
Floating Right Ads
banner 950x90

Dampak UU No 17 tahun 2023, Apoteker Yang Tak Bergabung di Organisasi Profesi Tak Mendapatkan Perlindungan Hukum Semestinya

Senator Destita 1
banner 120x600
banner 468x60

BENGKULU, IAINews – Dampak yang dirasakan apoteker berkaitan dengan UU No 17 tahun 2023 tentang Kesehatan, adalah tidak terlindunginya apoteker saat bermasalah dengan hukum.

UU No 17 tahun 2023 tentang Kesehatan tak mewajibkan apoteker untuk bergabung dengan organisasi profesi (OP), akibatnya sejumlah apoteker memilih untuk tidak menjadi anggota Ikatan Apoteker Indonesia.

Iklan ×

Sejak tidak dipersyaratkan rekomendasi organisasi profesi dalam pengurusan SIP di DPMPTSP, ditemukan beberapa apoteker tidak tergabung dalam organisasi profesi setempat.

Senator Destita 1

Masalah yang timbul dari hal tersebut, ada apoteker yang berdomisili di Kalimantan tetapi SIPA-nya ada di apotek Bengkulu.

Ditemukan juga apoteker yang telah berpraktek, bermasalah dengan investornya, dan akhirnya tidak mendapatkan haknya sesuai perjanjian.

Karena apoteker tersebut tidak tergabung dalam organisasi profesi, pengurus tidak dapat memberikan advokasi terhadap yang bersangkutan.

‘’Jika apoteker bergabung ke organisasi profesi dari awal, pendampingan dilakukan sejak perjanjian kerjasama dengan investor sehingga hak dan kewajiban yang harus dipenuhi bisa sesuai kesepakatan,’’ ungkap Ketua PD IAI Bengkulu, apt Yenni Fithriani.

Demikian salah satu aspirasi yang disampaikan PD IAI Bengkulu kepada anggota DPD RI Dapil Bengkulu, apt Destita Khairilisani dalam sebuah diskusi yang berlangsung dekat dan akrab.

Baca Juga  Berkat Inovasi Pelayanan Ramah Disabilitas, apt Ana Yupita Liza Dinobatkan Sebagai Nakes Teladan Provinsi DKI

Senator Destita 2

PD IAI Bengkulu juga menyampaikan kondisi tentang SKP apoteker yang berpraktik di distribusi dan industri belum terakomodir dalam skp.kemkes.

Sementara apoteker yang bekerja di kedua tempat tersebut harus memiliki SIPA dalam berpraktik dan salah satu syarat untuk memperpanjang SIPA adalah kecukupan SKP.

Anggota DPD RI, apt Derstita Khairilisani, S.Farm, MSM, belum lama ini mengundang apoteker Pengurus Daerah Ikatan Apoteker Indonesia Bengkulu untuk bersilaturahmi dan berdiskusi, ditengah masa resesnya.

Kegiatan Reses Penyerapan Aspirasi Masyarakat Komite III DPD RI di Dapil Bengkulu tersebut dilaksanakan pada Jumat, 10 Januari 2025.

Senator Destita Khairilisani mengundang PD IAI Bengkulu untuk menyampaikan aspirasinya berkaitan dengan isu-isu kefarmasian di Indonesia, khususnya di wilayah Bengkulu.

Senator Destita 3

Komite III DPD RI memiliki lingkup pengawasan atas pelaksanaan undang-undang bidang tertentu salah satunya adalah bidang kesehatan.

Agenda kegiatan ini membahas tiga hal, yaitu pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, khususnya program makanan bergizi gratis, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya penetapan upah minimum tahun 2025 dan isu tambahan terkait profesi kefarmasian di Provinsi Bengkulu.

Baca Juga  Peran Penting IAI sebagai Rumah Besar bagi Apoteker

Isu kefarmasian di provinsi Bengkulou menjadi pokok bahasan penting ketiga, mengingat Destita Khairilisani juga adalah seorang apoteker.

Kegiatan ini dihadiri oleh Ketua PD IAI Bengkulu, apt. Yenni Fithriani, S.Si., MPA dan 11 orang lainnya yang mewakili Dewan Penasehat, para Ketua Seminat serta Pengurus Cabang Kabupaten Lebong dan Seluma.

Dalam kesempatan tersebut, apt Dheoziade perwakilan dari Himpunan Seminat Farmasi Masyarakat (Hisfarma) menyampaikan aspirasi mengenai dampak dari Undang-Undang No 17/2023 tentang Kesehatan yang memberikan celah obat dapat dijualbelikan secara bebas di sarana non kefarmasian.

‘’Hal lain yang menjadi keprihatinan kami, ibu senator, adalah mengenai pelayanan kefarmasian di faskes pertama, Dimana jasa layanan apoteker belum masuk dalam komponen pembiayaan dari pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional,’’ tutur apt Dheoziade.

Senator Destita 4

Sementara apt Intan yang mewakili Himpunan Seminat Farmasi Rumah Sakit (Hisfarsi) berharap agar  pemerintah dapat melugaskan bahwa kewenangan tentang pengadaan obat dan BMHP ada di apoteker.

Ia juga berharap agar DPD (Dewan Pertimbangan Daerah) dapat mendorong pejabat pengadaan yang ada di sarana milik pemerintah, untuk obat dan BMHP (Bahan Medis Habis Pakai), harus berprofesi Apoteker.

Baca Juga  Kementerian Kesehatan Resmikan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi Periode 2024-2028

Perwakilan apoteker yang bekerja sebagai ASN (Aparatur Sipil Negara)  di Dinas Kesehatan Provinsi, memberikan gambaran terkait kondisi tenaga kefarmasian di Dinas Kesehatan.

Mereka mengharapkan adanya perbaikan terkait regulasi analisis beban kerja dan jabatan fungsional yang ditetapkan dari Kementerian Kesehatan.

Jabatan fungsional yang ada di Dinas Kesehatan hanya bisa ditempati oleh jabatan fungsional umum, seperti administrator kesehatan, pengawas dan lain-lain.

Sedangkan apoteker muda, apoteker pratama dan apoteker madya adalah jabatan fungsional yang ditempatkan di pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit atau UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) Farmasi.

SOTK (Struktur Organisasi dan Tata Kelola) Provinsi Bengkulu menempatkan pelayanan Gudang Farmasi berada didalam seksi farmasi, yang secara struktural diisi oleh fungsional umum.

Akibatnya, tidak ada apoteker yang melaksanakan pekerjaan kefarmasian seperti perencanaan obat, pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan pengelolaan obat lainnya di seksi farmasi Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu.

Senator Destita Khairilisani menerima dengan antusias dan sangat bersemangat untuk mengangkat isu kefarmasian ini agar dapat disampaikan untuk mendapatkan solusi dan perbaikan.

Ia juga sangat terbuka untuk kerjasama di kemudian hari dan mengharapkan komunikasi yang berlanjut kedepannya.***

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

banner 950x90