LAMPUNG, IAINews – Benarkah apoteker dihapuskan dari personal kunci di industri farmasi berdasarkan Peraturan BPOM No 7 Tahun 2024 tentang CPOB?
Persoalan ini sempat menjadi polemik diantara apoteker yang berpraktik di industri farmasi, sehingga perlu dicari kebenarannya.
Seminar online bertajuk ‘Membedah Regulasi Baru Peraturan BPOM No 7 Tahun 2024 tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB 2024)’ pun diselenggarakan untuk menjawab polemik tersebut.
Webinar berhasil menjangkau peserta dari berbagai Industri farmasi ternama di Indonesia.
CPOB merupakan pedoman yang bertujuan untuk menjamin produk dibuat secara konsisten, memenuhi syarat yang telah ditetapkan, dan sesuai tujuan penggunaannya.
Pedoman CPOB wajib menjadi acuan bagi industri farmasi dan sarana yang melakukan kegiatan pembuatan obat dan bahan obat.
Seiring perkembangan zaman dan ilmu pengetahun, CPOB mengalami beberapa kali perubahan.
Pada 2 Mei 2024, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) meresmikan Peraturan BPOM no 07. Tahun 2024 tentang Standar CPOB.
Jadipraktisi.com sebagai platform pembelajaran dan peningkatan ilmu pengetahun praktisi farmasi dan kesehatan mengadakan webinar daring untuk membahas tentang perubahan CPOB ini, pada Sabtu, 13 Juli 2024.
Menurut co-founder jadipraktisi.com, apt. Dwi Ismayati, webinar ini diharapkan dapat membantu praktisi apoteker di industri farmasi untuk memahami regulasi terbaru dan mempersiapkan diri untuk implementasinya.
Kegiatan ini menghadirkan narasumber ternama di bidang industri farmasi, yaitu apt Drs Bambang Priambodo, Plant Director PT Odixa Pharma Laboratories.
Dengan pengalaman hampir 30 tahun di Industri farmasi, apt Bambang Priambodo membedah berbagai kasus yang terjadi di berbagai belahan dunia.
Salah satu kasus yang diangkat adalah yang terjadi di Nigeria tentang sirup sakit gigi yang terkontaminasi Diethylen Glycol (DEG), sehingga menyebabkan 84 anak meninggal dunia, dan 111 anak gagal ginjal dan dirawat di rumah sakit.
Hal serupa terjadi di Indonesia pada tahun 2022, 131 anak meninggal dunia dan 241 kasus anak gangguan ginjal akut akibat obat sirup terkontaminasi Diethylen Glycol (DEG) melebihi ambang batas.
Selain itu, kasus yang sempat menggemparkan Indonesia adalah penarikan ranitidine dikarenakan terdeteksi cemaran (impurities) N-Nitrosodimethylamine (NDMA).
Kedua kasus ini dapat terjadi karena pada peraturan CPOB 2018 tidak mempersyaratkan pemeriksaan kadar impurities.
Dengan berbagai kasus yang telah terjadi dikarenakan obat, untuk melindungi pasien dan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan penelitian, BPOM merevisi aturan CPOB terbaru.
Dalam paparannya, apt Bambang Priambodo membahas beberapa perubahan penting dalam CPOB 2024 dengan membandingkan CPOB 2018.
‘’Jika pada CPOB 2018 disebutkan, industri farmasi hendaklah memiliki personel dalam jumlah yang memadai yang terkualifikasi dan berpengalaman praktis. Sedangkan pada edisi CPOB 2024, kata hendaklah diubah menjadi seharusnya,’’ jelas apt Bambang Priambodo.
‘’Jika edisi sebelumnya hanya menyarankan, maka pada edisi terbaru ini, BPOM lebih tegas untuk mengharuskan. Apabila ada yang melanggar, maka dianggap salah,’’ jelas apt Bambang Priambodo.
Meskipun dilaksanakan secara daring, kegiatan ini tidak hanya dihadiri oleh praktisi apoteker di industri farmasi saja, tetapi juga apoteker di industri radiofarmaka, dosen maupun mahasiswa.
Perubahan lainnya terdapat pada BAB 2 tentang personalia, yaitu penghapusan apoteker purnawaktu sebagai personal kunci di industri farmasi, persyaratan sebagai Kepala Produksi, Kepala Pengawas Mutu dan Kepala Pemastian Mutu.
‘’Pada CPOB 2024, seolah menghilangkan kata-kata apoteker. Hal ini memicu pro-kontra di kalangan praktisi Industri farmasi. Tetapi apakah betul? Kita lihat dulu kelanjutannya. Jangan langsung ngamuk-ngamuk,’’ kata apt Bambang Priambodo yang merupakan lulusan Fakultas Farmasi UGM ini
‘’Sebetulnya pergantian kata apoteker ini dikarenakan menyesuaikan peraturan perundang-undangan lainnya,’’ jelas apt Bambang Priambodo.
‘’Karena ada undang-undang lainnya yang mengatur pekerjaan kefarmasian. Pada CPOB 2024, kata ‘Kepala’ diganti menjadi ‘Penanggung Jawab’. Ini merupakan perubahan istilah dengan menyesuaikan perundang-undangan terbaru,’’ lanjut apt Bambang Priambodo.
Pada penerapan CPOB 2024, personel kunci di industri farmasi harus memiliki persyaratan kualifikasi yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, dan seharusnya selalu hadir untuk melaksanakan tanggungjawabnya sesuai dengan perizinan berusaha.
Jika merujuk pada peraturan perundang-undangannya, maka yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI) no. 14 tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kesehatan.
Pada permenkes ini, persyaratan umum usaha pada bagian nomenklatur izin industri farmasi disebutkan, Data Apoteker Penanggung Jawab Produksi, Pemastian Mutu dan Pengawasan Mutu meliputi STRA, ijazah, surat pernyataan sanggup bekerja penuh waktu, surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker penanggung jawab dari pimpinan perusahaan dan KTP.
Sehingga, hal ini sudah jelas bahwa seorang penanggung jawab haruslah seorang apoteker yang memiliki kualifikasi dan dibuktikan dengan berkas STRA.
Industri Farmasi memiliki risiko yang sangat tinggi, sehingga tidak boleh ada satupun kesalahan yang dapat mengakibatkan efek merugikan terhadap pasien.
Dengan adanya CPOB 2024 ini, harapannya dapat memperkuat persyaratan CPOB bagi produsen obat-obatan di Indonesia untuk meningkatkan kualitas dan keamanan obat-obatan.
Praktisi apoteker yang bekerja di industri farmasi harus terus-menerus meningkatkan kompetensi sehingga dapat menjamin kualitas produk sediaan farmasi yang dihasilkan seiring dengan kemajuan teknologi dan regulasi terkini.*