Informasi
Hubungi Redaksi IAINews melalui email : humas@iainews.net
Floating Left Ads
Floating Right Ads
banner 950x90

Apoteker Berkolaborasi Mendukung Gerakan Indonesia Akhiri Tuberkulosis (GIAT) 2030.

Tuty PMO 1
Home pharmacy care PMO penderita TBC
banner 120x600
banner 468x60

GERAKAN Indonesia Akhiri Tuberkulosis (GIAT) 2030 merupakan agenda penting bagi apoteker di Indonesia.

Tuberkulosis (TBC/TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan 80% menyerang paru-paru.

Iklan ×

Sumber penularan adalah penderita TB BTA (bakteri tahan asam) positif melalui droplet pada saat batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak).

Menurut World Health Organization (Global TB Report, 2023), TBC masih menjadi masalah kesehatan di dunia hingga saat ini.

Tuty PMO 1
Home care PMO penderita TBC

TBC menjadi penyebab kematian tertinggi kedua di dunia setelah Covid-19 pada tahun 2022. Lebih dari 10 juta orang terjangkit penyakit TBC setiap tahunnya.

Tanpa pengobatan, angka kematian akibat penyakit TBC tinggi, yakni sekitar 50%. Secara global pada tahun 2022, TBC menyebabkan sekitar 1,30 juta kematian. Dengan pengobatan yang direkomendasikan WHO, 85% kasus TBC bisa disembuhkan.

Jumlah orang yang baru didiagnosis sakit TBC secara global adalah 7,5 juta pada tahun 2022.

Tiga puluh negara dengan beban TBC tinggi menyumbang 87% kasus TBC dunia pada tahun 2022 dan dua pertiga dari total global terjadi di delapan negara, yakni India (27%), Indonesia (10%), Cina (7.1%), Filipina (7,0%), Pakistan (5,7%), Nigeria (4,5%), Bangladesh (3,6%) dan Republik Demokratik Kongo (3,0%).

Pada tahun 2022, 55% pasien TBC adalah laki-laki, 33% perempuan, dan 12% adalah anak-anak (usia 0–14 tahun).

Berdasarkan Global TB Report Tahun 2023, Indonesia berada pada posisi kedua dengan jumlah beban kasus TBC terbanyak di dunia setelah India, diikuti oleh Cina.

Dengan jumlah kasus TBC diperkirakan sebanyak 1.060.000 kasus TBC dan 134.000 kematian akibat TBC per tahun di Indonesia, artinya 17 orang meninggal akibat TBC setiap jamnya.

Sebagai upaya penanggulangan TBC, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan TBC.

Terdapat enam strategi penanggulangan TBC di Indonesia, yaitu:

  1. Penguatan komitmen dan kepemimpinan pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota untuk mendukung percepatan eliminasi TBC 2030;
  2. Peningkatan akses layanan TBC bermutu dan berpihak pada pasien;
  3. Optimalisasi upaya promosi dan pencegahan, pemberian pengobatan pencegahan TBC, serta pengendalian infeksi;
  4. Pemanfaatan hasil riset dan teknologi skrining, diagnosis, dan tatalaksana TBC;
  5. Peningkatan peran serta komunitas, mitra, dan multi-sektor lainnya dalam eliminasi TBC; dan
  6. Penguatan manajemen program melalui penguatan sistem kesehatan.

Dalam upaya mengakhiri TBC pada tahun 2030, Kementerian Kesehatan mengusung Gerakan Indonesia Akhiri Tuberkulosis (GIAT).

Gerakan Indonesia Akhiri Tuberkulosis merupakan upaya peningkatan peran serta semua pihak , baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, organisasi profesi, mitra dan masyarakat, untuk  penanggulangan TBC di Indonesia.

Gerakan Indonesia Akhiri Tuberkulosis mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam  mendukung penanggulangan TBC baik dalam pencegahan, penemuan kasus sejak dini maupun dukungan pengobatan sampai sembuh.

Gerakan Indonesia Akhiri Tuberkulosis juga berupaya mengakhiri stigma tentang penyakit TBC dan bersama mengakhiri TBC untuk Generasi Emas 2045.

Salah satu faktor masalah pengobatan TBC adalah kepatuhan pengobatan.

Berdasarkan data dari Kemenkes angka keberhasilan pengobatan TBC pada tahun 2010 sebesar 89,2% sedangkan pada tahun 2020 keberhasilan pengobatan mengalami penurunan terendah sebesar 82,7% di tahun 2021 sebesar 83% dan di tahun 2022 meningkat sebesar 90%.

Baca Juga  Nori Antik, Alternatif Antibakteri Terkini

Penyakit TBC tidak hanya berdampak pada sektor kesehatan, tetapi juga pada aspek sosial dan ekonomi masyarakat.

Menjangkau setiap orang dengan TBC dan memastikan setiap pasien diobati sampai sembuh membutuhkan pendekatan yang melampaui sektor kesehatan.

Sebagai salah satu upaya mewujudkan Cakupan Kesehatan Semesta (Health for All), keberhasilan eliminasi TBC ditentukan pada kontribusi dan kolaborasi lintas sektor oleh multi-pihak dan seluruh lapisan masyarakat secara berkesinambungan.

Mendukung Gerakan Indonesia Akhiri Tuberkulosis, kolaborasi tenaga kesehatan dan keluarga salah satu penentu keberhasilan pengobatan pasien.

Dokter, perawat, bidan, apoteker, penanggung jawab program TBC, kader TBC berperan penting dalam penemuan kasus TBC secara dini.

Gerakan Indonesia Akhiri Tuberkulosis diawali dengan penemuan dini penderita TBC. Penemuan secara dini penderita TBC memungkinkan pemutusan mata rantai penyebaran TBC. Dengan ditemukan secara dini penderita dapat segera mendapatkan pengobatan.

Penderita dan keluarganya yang kooperatif sangat menentukan keberhasilan pengobatan TBC, karena mereka dengan sangat terbuka dan disiplin dalam menjalankan pengobatannya.

Sangatlah penting bagi apoteker saat pertemuan pertama dengan penderita langsung melakukan perannya dalam memberikan konseling kepada penderita TBC.

Three Prime Question  dalam Gerakan Indonesia Akhiri Tuberkulosis merupakan pertanyaan yang dapat diberikan dalam konseling kepada penderita TBC pada kunjungan pertama.

Tujuan three prime question  yakni:

  1. Agar tidak terjadi tumpang tindih informasi, perbedaan informasi dan melengkapi informasi yang belum diberikan oleh dokter sesuai kebutuhan.
  2. Agar dapat menggali fenomena puncak gunung es dengan memakai pertanyaan terbuka.
  3. Agar menghemat waktu dalam hal menjelaskan obat.

Three Prime Question meliputi:

  1. Bagaimana penjelasan dokter tentang obat Anda?
  2. Bagaimana penjelasan dokter tentang harapan setelah minum obat ini?

Perlu dipastikan agar penderita tahu:

–  Bahwa pengobatan penyakit TBC membutuhkan waktu lama (6-12 bulan)

–  Bila patuh minum obat dalam 2-4 minggu penderita akan merasa tidak nyaman, tetapi obat masih harus diteruskan sampai dokter menghentikannya.

–  Bahaya bila tidak patuh meminum obat akan mengakibatkan resistensi obat

–  Akibat dari resistensi kuman

–  Efek samping yang mungkin akan dialami serta tindakan yang perlu diambil jika mengalaminya

  1. Bagaimana penjelasan dokter tentang cara minum obat ini?

Dalam Gerakan Indonesia Akhiri Tuberkulosis, disebutkan, apoteker perlu memastikan apakah dokter memberikan informasi berikut ini:

– INH, rifampicin sebaiknya diminum pada saat perut kosong, yakni 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah makan.

–  Bila pencernaan terganggu, misalnya mual, maka obat dapat minum 2 jam sesudah makan

–  Ethambutol dan pirazinamid sebaiknya diminum saat perut isi atau setelah makan.

–  Bila perlu minum antasida beri antara beberapa jam

–  Bila lupa minum obat, maka segeralah minum obat ketika ingat, dengan catatan: jarak waktu minum obat tidak terlalu jauh dari jadwal seharusmya minum obat. Sehingga pasien tidak perlu minum 2 dosis obat untuk mengejar ketertinggalan jadwal karena sebelumnya sempat lupa minum obat.

Beberapa contoh penjelasan yang dapat diberikan :

Baca Juga  Universitas Almarisah Madani Gelar Bakti Sosial Pemeriksaan Kesehatan Kolaborasi PD IAI Sulsel di Bone

1. Bagaimana cara meminum OAT

–  Jelaskan jumlah obat yang harus ditelan setiap dosis per harinya

–  Cara minum obat (ditelan, diminum dengan air banyak, dll)

–  Jadwal minum obat misalnya OAT diminum setiap hari pada pagi hari sebelum makan

2. Bagaimana kalau lupa minum obat

Jelaskan jika jarak waktu antara ingat harus minum lebih dekat dengan jadwal seharusnya, maka segera minum obat. Namun jika jarak waktu ingat minum obat lebih dekat dengan jadwal berikutnya maka minum obat sesuai jadwal berikutnya.

3. Apa akibatnya bila lupa minum OAT

Jelaskan apa yang terjadi apabila obat tidak minum secara teratur, misalnya pengobatan akan gagal atau obat yang ada tidak akan mampu lagi mengobati penderita. Jika terjadi demikian maka diperlukan obat yang lebih mahal dan belum tentu tersedia ditempat pengambilan obat biasanya

4. Apa yang dilakukan jika terjadi efek samping

Jelaskan agar segera menghubungi petugas puskesmas, rumah sakit, dokter atau apoteker terdekat apabila mengalami efek samping seperti kemerahan pada kulit, kuning pada mata dan kulit, gejala seperti flu( demam, kedinginan dan pusing), nyeri dan pembengkakan sendi terutama pada sendi pergelangan kaki dan pergelangan tangan, gangguan penglihatan dan pendengaran, rasa mual sampai muntah

5. Dimana menyimpan Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Simpan OAT di tempat yang mudah dilihat agar tidak lupa menelan sebagai contoh didekat meja makan atau tempat tidur namun jangan disimpan ditempat yang lembab dan panas seperti dapur, dekat kamar mandi, atau jendela yang terkena cahaya matahari langsung agar OAT tidak rusak sebab OAT tidak tahan terhadap lembab dan panas serta jauhkan dari jangkauan anak-anak.

6. Tanda-tanda obat rusak

Jelaskan mengenai tanda-tanda OAT rusak, seperti tablet berubah warna, lembap, pecah, lapisan aluminium penutup ablet bocor, serbuk dalam bungkus lembab, berubah warna, lengket, suntikan berubah warna, ada bagian yang tidak larut/mengendap ketika ditambah aqua pro injeksi, keruh atau ada partikel berwarna.

Lakukan Home Care

Dalam pengobatan TBC, apoteker mempunyai banyak kesempatan untuk berperan dalam pemberantasan TBC. Peran tersebut adalah mengedukasi pasien dalam hal:

  1. Pentingnya adherence(kepatuhan berobat), motivasi agar penderita patuh, efek samping, perilaku hidup sehat, dll

2. Mendeteksi penderita TBC

3. Memantau adherence penderita, adanya efek samping, adanya interaksi dengan obat lain

4. Peran secara keseluruhan, apoteker harus berperan secara aktif mencegah terjadinya resistensi, kekambuhan dan kematian

Dewasa ini TBC dapat disembuhkan dengan baik. Masalahnya obat untuk TBC harus dimakan sedikitnya enam bulan.

Biasanya setelah makan obat selama satu bulan pasien merasakan keluhan kurang nafsu makan, berasa panas dan merasa mual sehingga pasien enggan melanjutkan untuk minum obatnya.

Kadang pula tiga atau empat bulan pengobatan berjalan maka keluhan pasien akan hilang, dan penderita malas makan obat lagi, apalagi jika pemeriksaan dahaknya menunjukkan negatif.

Bila pengobatan berhenti di tengah jalan, maka bukan saja penyakitnya tidak sembuh, tetapi juga obat yang ada akan jadi tidak ampuh lagi atau pasien bisa menjadi Resisten Obat (RO).

Baca Juga  Pentingnya Peran Apoteker Cegah Stunting di Indonesia

Mengingat hal tersebut, pemantauan kepada pasien TB harus selalu dilakukan.

Salah satu cara memantaunya adalah dengan melakukan kunjungan rumah (Home Care) pasien bagi penderita TB Paru oleh apoteker UPTD Puskesmas bersama dengan penanggung jawab program TB UPTD Puskesmas setempat.

Pada saat kunjungan dilakukan pemeriksaan terhadap penderita, memastikan apakah rutin mengkonsumsi obat sesuai anjuran, mengatasi keluhan ringan pasien jika ada efek samping obat dan memberi penyuluhan kepada keluarga, sehingga diharapkan pasien akan berobat sampai selesai dan dapat mencegah penularan kepada keluarga.

Keluarga sebagai Pengawas Menelan Obat (PMO) TB Paru

Berdasarkan PMK Nomor 67 Tahun 2016, Pengawas Menelan Obat (PMO) TB Paru adalah seseorang yang dipercaya untuk memantau penderita TB paru untuk minum obat secara teratur.

Tujuannya adalah untuk memastikan penderita TB Paru minum obat secara lengkap dan teratur serta melakukan pemeriksaan dahak ulang sesuai jadwal, mencegah penderita TB Paru mangkir atau putus berobat dan mengenali dengan cepat terjadinya efek samping OAT pada penderita.

Gerakan Indonesia Akhiri Tuberkulosis menyebutkan pentingnya PMO. Pengawas Menelan Obat (PMO) dapat dilakukan oleh perawat, dokter, bidan desa, atau tenaga kesehatan lainnya, anggota keluarga dan kader kesehatan.

Apa saja peran seorang PMO dalam melakukan pemantauan?

Tugas PMO adalah  mengawasi penderita TB paru minum obat secara teratur sampai selesai dan memberikan motivasi untuk minum obat secara teratur.

PMO juga bertugas mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak dan melakukan edukasi kepada keluarga penderita terkait tanda gejala dan pencegahan TB Paru

Lantas, apa saja edukasi yang akan diberikan oleh PMO?

Berdasarkan PMK Nomor 67 Tahun 2016, edukasi yang harus dilakukan oleh PMO adalah melakukan edukasi bahwa TB Paru disebabkan oleh kuman dan mematahkan stigma masyarakat yang menyebutkan TB Paru merupakan penyakit keturunan.

PMO juga harus mengedukasi bahwa TB Paru dapat disembuhkan dengan melakukan pengobatan secara teratur dan melakukan edukasi efek samping minum obat TB Paru.

Edukasi cara pemberian pengobatan dan pentingnya melakukan pengawasan minum obat TB Paru juga merupakan tugas lain PMO.

Strategis Pemerintah Kendalikan Tuberkulosis Paru

Indonesia menetapkan target eliminasi TB di tahun 2030. Untuk mencapai target tersebut, pemerintah telah menetapkan 4 (empat) strategi nasional untuk mengendalikan TB di Indonesia.

Strategi pertama, menambah fasilitas pelayanan kesehatan yang mampu mengidentifikasi TB.

Strategi kedua, memperkuat dan memperluas surveilans berbasis laboratorium. Proses pemeriksaan TB tidak hanya menggunakan TCM, tetapi juga menggunakan laboratorium PCR.

Strategi ketiga, membentuk TB Army. TB Army merupakan kegiatan pelacakan pasien initial Lost to Follow Up (iLTFU) TBC RO dengan melibatkan peran penyintas TB dan organsiasi TB.

Strategi keempat adalah mengembangkan vaksin TB.

TBC menjadi salah satu penyakit yang diprioritaskan untuk dieliminasi karena tingkat kematiannya sangat tinggi serta mempengaruhi kualitas SDM Indonesia.

Penyakit yang sudah puluhan tahun tidak bisa kita selesaikan, penyakit yang dengan saling bekerjasama pasti bisa kita tuntaskan.

‘Ayo Bersama Akhiri TBC, Indonesia Bisa!’.

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

banner 950x90