FENOMENA aphelion yang terjadi saat ini bukan sekadar fenomena astronomis biasa. Meski bumi berada pada titik terjauh dari matahari — yang secara teori seharusnya tidak berdampak ekstrem — nyatanya efek yang dirasakan masyarakat cukup signifikan.
Prediksi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan bahwa kondisi ini bisa berlangsung cukup lama dan memunculkan efek lanjutan bak fenomena snowballing, terutama dalam konteks kesehatan masyarakat.
Beberapa minggu terakhir, peningkatan keluhan batuk, pilek, nyeri kepala, hingga gangguan kulit seperti kulit kering atau eksim mulai dirasakan di berbagai daerah.
Tak sedikit pula masyarakat yang mengeluhkan penurunan imunitas dan kelelahan akibat cuaca yang tak menentu, udara lebih kering, dan suhu pagi hari yang lebih dingin dari biasanya.
Dalam kondisi ini, kelompok masyarakat yang terdampak pertama kali adalah mereka yang memiliki akses terbatas ke layanan kesehatan formal.
Ketika gejala belum terlalu berat, masyarakat cenderung memilih jalur swamedikasi sebagai langkah awal. Dan di titik inilah apoteker komunitas — khususnya yang bekerja di Apotek — memainkan peran vital sebagai tenaga kesehatan lini pertama.
Apoteker Bukan Penjual Obat
Sayangnya, pemahaman masyarakat bahkan sebagian regulator masih menyamakan Apotek dengan toko obat. Padahal, seorang apoteker yang bekerja di Apotek adalah tenaga kesehatan profesional yang memiliki kewenangan dan kompetensi untuk menilai kondisi pasien, memberikan saran terapi, hingga menentukan apakah pasien bisa ditangani dengan swamedikasi atau harus dirujuk.
Fenomena aphelion menuntut kesiapsiagaan apoteker komunitas. Ketika seorang pasien datang dengan keluhan seperti batuk kering, apoteker harus mampu membedakan apakah ini gejala ringan karena udara dingin, atau awal dari infeksi pernapasan atas. Jika pasien mengeluhkan kulit pecah-pecah, apoteker juga dituntut untuk menjelaskan bahwa dehidrasi kulit bisa jadi efek dari paparan suhu ekstrem, dan bukan semata alergi.
Lebih dari sekadar memberikan obat, apoteker komunitas juga bertanggung jawab untuk mengedukasi masyarakat, terutama dalam penggunaan obat rasional. Tidak sedikit masyarakat yang masih salah kaprah dalam menggunakan antibiotik untuk flu biasa, atau overdosis vitamin karena informasi yang keliru dari media sosial.
Peran Strategis di Tengah Fenomena Alam
Sebagai bagian dari sistem kesehatan nasional, apoteker komunitas seharusnya diakui sebagai bagian penting dalam strategi respons cepat terhadap perubahan iklim, bencana biologis, dan fenomena alam seperti aphelion. Di lapangan, apoteker komunitas melakukan tugas sebagai:
- Pemberi edukasi publik: menyampaikan info yang tepat terkait gejala yang muncul akibat aphelion.
- Penyaring awal pasien: mengidentifikasi pasien yang bisa ditangani di Apotek atau yang perlu dirujuk.
- Penyedia solusi cepat: menyediakan obat dan produk kesehatan yang sesuai untuk swamedikasi.
- Pemantau efek samping dan penggunaan obat tidak tepat: mencegah kesalahan terapi yang bisa berbahaya.
Apoteker: Lebih dari Sekadar Penjual Obat
Apoteker memiliki kompetensi klinis, kefarmasian, dan edukatif yang menjadikan mereka sosok profesional yang mampu menangani situasi seperti aphelion ini dengan presisi dan empati. Saat masyarakat datang dengan gejala ringan, apoteker memberikan lebih dari sekadar obat — mereka memberikan penjelasan, panduan, dan kepastian.
Di tengah lonjakan pasien yang membutuhkan layanan cepat, apoteker tetap menjaga profesionalitas dan menyuarakan jargonnya yang kini makin relevan:
“Kami siap melayani Anda. Tanya obat, tanya apoteker.”
Saya sendiri, saya Apoteker Melia, hadir di Apotek setiap hari untuk mendampingi masyarakat menghadapi fenomena ini. Saya siap membantu Anda memilih obat swamedikasi yang tepat, vitamin yang sesuai kebutuhan tubuh Anda, serta memberikan tips menjaga daya tahan tubuh selama cuaca ekstrem berlangsung. Di tengah fenomena seperti ini, kehadiran kami bukan sekadar teknis, tetapi juga emosional dan edukatif.
Suara Masyarakat: Apoteker Bukan Lagi Figuran
Menariknya, dalam beberapa minggu terakhir, mulai bermunculan apresiasi dari masyarakat yang merasakan langsung peran sigap apoteker di Apotek.
“Saya sempat panik karena anak saya batuk terus dan demam ringan, tapi apotekernya tenang, menjelaskan ini bisa efek cuaca dingin, memberi obat dan edukasi. Saya sangat terbantu karena tidak perlu langsung ke klinik,” ujar Rina (36) , ibu rumah tangga di Depok.
“Kalau ke Apotek sekarang terasa beda. Apotekernya aktif bertanya, menjelaskan, bahkan kasih tips menjaga daya tahan tubuh. Rasanya lebih tenang dan terlayani, bukan cuma beli obat lalu pulang,” ungkap Bagus (28), pekerja swasta di Bekasi.
Pernyataan-pernyataan seperti ini menunjukkan bahwa masyarakat mulai membuka mata: apoteker bukan lagi sekadar figur di balik meja penyerahan obat, tapi sosok nyata yang hadir, mendengar, dan memberi solusi.
Tips dan Trik dari Apoteker
Dalam praktiknya, apoteker komunitas dapat melakukan beberapa strategi berikut untuk mendukung kesehatan masyarakat di tengah fenomena aphelion:
- Menyediakan display edukatif tentang efek perubahan cuaca terhadap tubuh.
- Menyusun rak khusus produk swamedikasi seperti pelembap kulit, vitamin, inhaler ringan, dan obat flu.
- Mengadakan konsultasi singkat gratis bagi pasien dengan gejala ringan.
- Menghindari praktik overuse atau polifarmasi obat-obatan, terutama antibiotik dan steroid.
Namun satu hal yang juga perlu disorot: kesehatan apoteker itu sendiri. Di tengah meningkatnya kunjungan pasien ke Apotek, apoteker juga rentan terhadap kelelahan, infeksi silang, hingga burnout. Maka penting untuk mengingatkan apoteker untuk tetap menjaga keseimbangan kerja dan kesehatan pribadi, mulai dari cukup istirahat, menjaga imunitas, hingga menggunakan alat pelindung diri (APD) ringan di ruang pelayanan.
Penutup: Akui dan Dukung Garda Depan Kesehatan
Fenomena aphelion tahun ini menjadi pengingat bahwa kesehatan masyarakat tidak hanya tergantung pada rumah sakit atau Puskesmas. Garda pertama yang diakses masyarakat adalah Apotek, dan sosok profesional yang bekerja di sana adalah apoteker.
Mereka bukan hanya “penjaga etalase obat”, melainkan pengawal terapi dan pelindung masyarakat dari dampak kesehatan yang lebih besar. Sudah saatnya peran mereka diakui secara struktural, diberi ruang dalam kebijakan, dan didukung melalui sistem yang adil dan kolaboratif.
Aphelion boleh jadi fenomena tahunan. Tapi pengabaian terhadap apoteker komunitas tidak boleh lagi jadi rutinitas.
Tentang Penulis
apt. Meliasi Nora Pratamarta, S.Farm., M.KM. adalah apoteker komunitas yang aktif dalam penguatan peran farmasis di layanan primer dan swamedikasi masyarakat. Saat ini sedang menempuh studi doktoral dengan fokus pada model pelayanan apoteker untuk penyakit menular seperti Tuberkulosis.