
JAKARTA, IAINews – Ketua Umum PP Ikatan Apoteker Indonesia, Noffendri Roestam mengkhawatirkan nasib 7000 lulusan apoteker baru setiap tahunnya, bila RUU Kesehatan Omnibus Law disahkan.
Pasalnya, dalam RUU Kesehatan OBL tersebut dicantumkan pasal yang memungkinkan dilakukannya task shifting atau pengalihan tugas dari apoteker ke tenaga kesehatan lain.
‘’Saya ingin garis bawahi adanya pasal yang mencantumkan ketentuan task shifting dalam RUU Kesehatan OBL usulan pemerintah atau kemenkes,’’ ungkap Noffenrdri Roestam saat menyampaikan seruan kebangsaan dalam acara Doa Bersama Demi Kesehatan Bangsa.
Doa bersama diselenggarakan oleh ASET Bangsa (Aliansi Selamatkan Kesehatan) yang dimotori oleh 5 Organisasi Profesi Kesehatan, yaitu IDI, IAI, PDGI, IBI dan PPNI, pada Rabu, 24 Mei 2023 lalu.
‘’Bagaimana nasib 7000 lulusan apoteker tersebut, bila ada task shifting,’’ tegas Noffendri Roestam dalam acara yang diselenggarakan secara hybrid, melalui aplikasi zoom dan siaran langsung melalui Youtube channel dan diikuti oleh ribuan tenaga kesehatan dari seluruh Indonesia..
Dalam keadaan OPK sudah tidak punya ruh, karena sudah dicabut ruhnya melalui RUU Kesehatan OBL ini, maka OP sudah tidak lagi memiliki kewenangan untuk melakukan control, karena semua data ada di pemerintah.
Karena OP sudah tidak lagi memberikan rekomendasi, maka tidak bisa lagi melakukan review untuk sebaran apoteker.
Dalam draft RUU Kesehatan yang tersebar di masyarakat, DIM no 933 Kementerian Kesehatan menambahkan ayat (2a) yakni dalam kondisi tertentu praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan oleh Tenaga Kesehatan lain secara terbatas selain Tenaga Kefarmasian.
‘’IAI mengusulkan agar ayat (2a) ini dihapus agar tetap sesuai dengan pasal 298 ayat (2) RUU Kesehatan draft paripurna DPR,’’ tutur Noffendri Roestam kepada IAINews usai menyampaikan seruan kebangsaan.
Terhadap pasal 298 RUU Kesehatan OBL hasil rapat paripurna DPR RI tersebut, IAI juga mengusulkan tambahan Definisi Praktik Kefarmasian : Praktik Kefarmasian haus dilakukan oleh tenaga kefarmasian yang meliputi produksi termasuk pemastian mutu, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, peracikan dan pendistribusian Sedaiaan Farmasi dan Alat Kesehatan, pengelolaan dan pelayanan kefarmasian, pelayanan obat atas resep dokter, swamedikasi, pelayanan informasi obat, pelayanan telefarmasi, serta penelitian dan pengembangan kefarmasian.
Sementara itu, dalam kesempatan terpisah, Julian Afferino, CEO Pharmacare Consulting menegaskan, isi ayat (2a) DIM usulan pemerintah itu, tidak bisa dikatagorikan sebagai task shifting, melainkan pencaplokan.
‘’Ini sudah pencaplokan, bukan task shifting lagi. Kalau task shifting maka alih tugas dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi yang setara. Di ayat tersebut sama sekali tidak disebutkan mengenai syarat kesetaraan kompetensi,’’ tegas Julian Afferino.
Dalam RUU Kesehatan OBL hasil paripurna DPR dalam pasal 173 disebutkan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan wajib melakukan pelayanan sesuai standar, itu artinya harus ada the right man on the right place. Kalau menggunakan istilah task shifting itu artinya pengalih tugas harus seorang yang memiliki kompetensi yang setara. Jadi kalau dialihkan ke kompetensi yang lain, itu namanya pencaplokan, bukan pengalihan tugas.
Ia menyebut, usulan IAI mengenai definisi praktik kefarmasian sudah benar.
Sementara menurut Julian Afferino, usulan Kemenkes tersebut mempersempit peran apoteker dalam praktik kefarmasian.
‘’Ayat (2a) ini seharusnya tidak boleh masuk dalam RUU Kesehatan OBL, karena sifatnya adalah darurat. Kondisi darurat diatur kemudian dalam peraturan yang lebih rendah,’’ katanya.
Ia kemudian menyebutkan, dalam kasus pandemic Covid-19 dilakukan task shifting dalam hal distribusi obat oleh perawat, dan itu diputuskan dalam sebuah kebijakan, bukan undang-undang.
‘’Tapi kalau hal tersebut diatur dalam RUU, itu berarti kudeta, mencaplok. Jangan sampai tertipu dengan istilah pengalihan tugas. Kalau alih tugas maka kompetensinya harus setara, tetapi dalam ayat (2a) tersebut, tidak ada keharusan memiliki kompetensi yang setara,’’ tegasnya.***