Makassar, IAINews – Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) 2025 yang berlangsung di Hotel Claro Makassar pada 28–30 Agustus 2025 menghadirkan 33 simposium paralel. Salah satu sesi yang menarik perhatian adalah workshop bertajuk “Pemanfaatan Bahan Alam sebagai Solusi Preventif Kesehatan” yang dibawakan oleh apt. Aril Dwi Puspitawati, S.Si.
Dalam workshop tersebut, apt. Aril memamerkan inovasi berupa kafe jamu, menghadirkan minuman herbal dengan aroma dan warna menarik layaknya sajian kafe modern. Gagasan ini lahir dari harapannya agar apoteker tidak hanya fokus pada edukasi obat, tetapi juga mampu memberikan edukasi tentang pemanfaatan bahan herbal yang dekat dengan masyarakat.
“Melihat banyak dan berkembangnya kafe kopi, saya ingin membuat kafe jamu sebagai alternatif yang sehat sekaligus modern,” ungkap Aril.
Bahan Alam sebagai Peluang Bisnis dan Preventif Kesehatan
Apt. Aril menekankan pentingnya pengembangan bisnis berbasis bahan alam. Ia mendorong apoteker untuk memanfaatkan simplisia lokal yang terstandarisasi, mengelola bentuk sediaan herbal, dan mengembangkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di bidang obat bahan alam.
Menurutnya, bisnis dengan bahan baku herbal memiliki prospek menjanjikan. Pasarnya tinggi, saingannya masih sedikit, dan belum banyak disentuh apoteker. Dengan legalitas sederhana seperti PIRT atau UMOT, apoteker dapat membuka lapangan kerja sekaligus mengembangkan jamu sebagai produk unggulan.
“Banyak penelitian yang sudah membuktikan khasiat tanaman herbal, tapi sering tidak dilanjutkan menjadi produk. Apoteker harus berani mencoba, membranding, dan mengembangkan hasil risetnya,” tegasnya.
Beberapa hasil penelitian yang dipaparkan antara lain jamu galian singset (jati belanda, kunyit, biji pinang) dengan efek antiobesitas, daun wungu untuk mengurangi wasir karena kandungan flavonoid, serta umbi keladi tikus yang terbukti menekan proliferasi sel kanker.
Jamu Modern untuk Generasi Milenial dan Gen Z
Salah satu tantangan besar adalah rendahnya minat generasi muda terhadap jamu tradisional yang identik dengan rasa pahit. Untuk menjawab hal ini, Aril memperkenalkan inovasi jamu modern dengan pendekatan preventif health.
“Jamu bukan lagi sekadar tradisi, tapi sudah masuk ranah obat bahan alam dengan khasiat ilmiah. Jamu bisa menjaga kesehatan, meningkatkan imunitas, membuat kulit glowing, bahkan mencegah penuaan dini,” jelasnya.
Konsep Pharma Café dan Love Jamu Café digagas bersama Himpunan Seminat Obat Tradisional (Hismatra) IAI untuk mempopulerkan jamu di kalangan milenial. Dengan tampilan ala barista, jamu disajikan segar, higienis, dan dikemas modern, termasuk dalam bentuk sachet instan dengan kemasan aman berbahan polypropylene.
Menuju Ekosistem Industri Obat Bahan Alam
Di akhir sesi, apt. Aril menekankan pentingnya membangun ekosistem bisnis Industri Obat Bahan Alam (IOBA). Hal ini mencakup kolaborasi antarapoteker, pemanfaatan media sosial untuk edukasi dan pemasaran, serta penciptaan budaya preventif kesehatan di keluarga dan masyarakat.
“Apoteker harus berperan sebagai pharmacistpreneur yang mampu menghadirkan jamu masa kini, bukan hanya sebagai produk kesehatan, tapi juga gaya hidup,” pungkasnya.
Workshop ini tidak hanya membuka wawasan peserta tentang potensi bahan alam, tetapi juga menjadi inspirasi bagi apoteker untuk mengembangkan inovasi yang bernilai ilmiah sekaligus ekonomis, mendukung peran apoteker menuju Indonesia Emas 2045.