Informasi
Hubungi Redaksi IAINews melalui email : humas@iai.id
Floating Left Ads
Floating Right Ads
banner 950x90

Mengenal Lebih Dalam Sejarah Tuberkulosis: Dari Phthisis hingga Penemuan Modern

banner 120x600
banner 468x60

Mengenal Lebih Dalam Sejarah “Tuberkulosis”

Tuberkulosis, atau yang sering disingkat TBC, adalah penyakit menular serius yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis.

Iklan ×

Bakteri ini umumnya menyerang paru-paru, namun tidak jarang dapat menyebar dan memengaruhi bagian tubuh lainnya seperti tulang belakang, ginjal, otak, kelenjar getah bening, bahkan jantung.

Penyakit ini memiliki sejarah yang sangat panjang, bahkan mendahului penemuan bakterinya.

TBC telah ada dan memengaruhi manusia selama ribuan tahun, sehingga sering disebut sebagai “epidemi lama dan berkelanjutan.” Mari kita telusuri garis besar sejarahnya, dari zaman kuno hingga penemuan yang melahirkan namanya.

1. TBC di Zaman Kuno: Jejak Penyakit Misterius di Seluruh Dunia

Jauh sebelum ilmu medis modern ada, TBC telah meninggalkan jejaknya di berbagai peradaban. Bukti keberadaannya ditemukan melalui studi sisa-sisa manusia purba (paleopatologi) dan catatan kuno.

a. Bukti Arkeologis (Paleopatologi)

  • Mumi Mesir Kuno: Ini adalah salah satu bukti paling terkenal. Banyak mumi Mesir, termasuk yang berusia lebih dari 4.000 tahun (sekitar 2400 SM), ditemukan dengan tanda-tanda TBC pada tulang, khususnya tulang belakang. Deformitas tulang belakang yang khas, dikenal sebagai lesi Pott, sering terlihat, menunjukkan infeksi TBC tulang. Analisis DNA dari mumi juga telah mengonfirmasi keberadaan Mycobacterium tuberculosis.

  • Sisa Kerangka Manusia Purba: Bukti TBC juga ditemukan pada sisa-sisa kerangka manusia prasejarah di berbagai belahan dunia. Misalnya, jejak TBC telah diidentifikasi pada kerangka manusia dari periode Neolitik (sekitar 5800 SM). Penelitian bahkan mengidentifikasi kasus TBC pada Neanderthal sekitar 35.000 tahun yang lalu, dan diperkirakan TBC sudah ada sejak 70.000 tahun yang lalu di Afrika.

  • Pemukiman Purba Bawah Laut: Jejak TBC paling awal pada manusia, sekitar 9.000 tahun yang lalu, ditemukan pada kerangka manusia di pemukiman megalitikum bawah laut di Atlit Yam, Israel.

b. Catatan Tertulis dan Deskripsi Medis Kuno

  • Yunani Kuno: Sekitar abad ke-5 SM (460-370 SM), Hippocrates, yang dianggap sebagai “Bapak Kedokteran,” dengan jelas menggambarkan penyakit yang ia sebut “phthisis” (φθίσις). Kata ini berasal dari bahasa Yunani yang berarti “menggerogoti” atau “melenyapkan,” sebuah deskripsi yang sangat akurat untuk kondisi penderita TBC yang mengalami penurunan berat badan drastis dan tubuh yang semakin kurus. Hippocrates mencatat bahwa penyakit ini sangat umum dan seringkali fatal.

  • Romawi Kuno: Para tabib Romawi juga mengenal phthisis, dan beberapa sumber menunjukkan bahwa mereka memahaminya sebagai penyakit menular.

  • India dan Mesopotamia: Dalam teks-teks medis Ayurveda dari India kuno, ada deskripsi penyakit yang mirip dengan TBC, termasuk gejala seperti batuk kronis, demam, dan penurunan berat badan. Tulisan-tulisan dari Mesopotamia (abad ke-7 SM) juga mengandung deskripsi serupa.

  • Di Indonesia: Catatan tertua TBC di Nusantara ditemukan pada salah satu relief Candi Borobudur pada abad ke-8 Masehi. Relief ini menggambarkan orang-orang dengan ciri-ciri sakit dan kurus, menunjukkan bahwa masyarakat pada masa itu telah lama akrab dengan penyakit ini.

Pada zaman kuno, meskipun TBC sangat mematikan, pemahaman tentang penyebabnya sangat terbatas. Penyakit ini sering dikaitkan dengan faktor keturunan, lingkungan yang buruk, atau bahkan kutukan.

2. Abad Pertengahan hingga Abad ke-19: Era “Wabah Putih”

Selama berabad-abad, TBC terus menjadi penyebab kematian yang signifikan. Puncaknya terjadi di Eropa dan Amerika pada abad ke-19, di mana TBC diperkirakan menjadi penyebab 25% dari seluruh kematian di Eropa.

Karena gejala yang seringkali membuat penderitanya pucat dan kurus, seolah “dihabiskan” dari dalam, TBC dikenal dengan julukan menakutkan “Wabah Putih” (The White Plague) atau “Konsumsi” (Consumption).

Meskipun sudah dikenal luas, penyebab pasti dan cara penularannya belum dipahami sepenuhnya.

Penanganannya pun terbatas, salah satunya dengan isolasi di sanatorium—fasilitas perawatan di daerah pegunungan yang dianggap memiliki udara lebih bersih. Sanatorium TBC pertama dibuka pada tahun 1859 di Sokołowsko, Polandia.

3. Robert Koch: Penemuan Kunci dan Penamaan “Tuberkulosis”

Titik balik dalam sejarah TBC terjadi pada 24 Maret 1882. Pada hari bersejarah itu, ilmuwan Jerman, Dr. Robert Koch, mengumumkan penemuan terobosannya di Institute of Hygiene, University of Berlin. Ia berhasil mengidentifikasi dan mengisolasi bakteri penyebab TBC.

Mengapa disebut “Tuberkulosis”?
Koch dan ilmuwan lain mengamati bahwa bakteri ini menyebabkan pembentukan tuberkel (dari bahasa Latin tuberculum, yang berarti “benjolan kecil” atau “nodul”) di organ yang terinfeksi, terutama paru-paru.

Tuberkel ini adalah respons kekebalan tubuh yang mencoba mengurung bakteri. Berdasarkan ciri khas patologis inilah, nama “Tuberkulosis” secara resmi diadopsi untuk menggambarkan penyakit ini.

4. Perkembangan Setelah Penemuan Koch: Era Pengobatan Modern

Penemuan Koch membuka jalan bagi pemahaman yang lebih baik tentang diagnosis dan pengobatan TBC. Perkembangan pesat pun terjadi:

  • 1908: Tes kulit TBC (dikenal sebagai tes Pirquet dan Mantoux) dikembangkan, memungkinkan diagnosis lebih awal.

  • 1921: Vaksin BCG (Bacille Calmette-Guérin) ditemukan oleh Albert Calmette dan Camille Guérin, menjadi alat pencegahan pertama yang signifikan.

  • 1940-an – 1960-an: Era antibiotik merevolusi pengobatan TBC. Obat-obatan efektif pertama ditemukan, antara lain:

    • Streptomisin (1943)

    • Isoniazid (1951)

    • Pirazinamid (1952)

    • Etambutol (1961)

    • Rifampisin (1966)

  • 1993: Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendeklarasikan TBC sebagai darurat kesehatan global karena kebangkitan kembali kasus-kasus TBC, termasuk munculnya strain bakteri yang resistan terhadap obat.

Perjuangan Melawan Penyakit Kuno

Tanggal 24 Maret, hari penemuan Koch, kini diperingati sebagai Hari Tuberkulosis Sedunia untuk meningkatkan kesadaran dan upaya global dalam memberantas penyakit ini.

TBC adalah penyakit kuno yang telah lama menghantui manusia, dan penamaannya sebagai “Tuberkulosis” adalah hasil dari penemuan ilmiah yang mengidentifikasi bakteri penyebabnya serta ciri khas lesi (tuberkel) yang ditimbulkannya.

Perjuangan melawan TBC terus berlanjut hingga hari ini, menuntut inovasi dan komitmen global untuk mengakhiri epidemi yang telah berlangsung ribuan tahun ini.

banner 325x300
Baca Juga  Apoteker Berkolaborasi Mendukung Gerakan Indonesia Akhiri Tuberkulosis (GIAT) 2030.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

banner 950x90