Informasi
Hubungi Redaksi IAINews melalui email : humas@iai.id
Floating Left Ads
Floating Right Ads
banner 950x90

Farmakovigilans: Sistem Deteksi Reaksi Obat yang Menyelamatkan Nyawa

banner 120x600
banner 468x60

TAHUKAH Anda? Tidak semua efek samping obat dapat terdeteksi dalam tahap uji klinis sebelum obat diedarkan ke masyarakat. Justru, sebagian besar reaksi merugikan baru muncul setelah obat digunakan secara luas dalam kehidupan sehari-hari.

Tragedi Obat Global yang Mengubah Dunia

Sejarah mencatat sejumlah tragedi besar akibat efek samping obat yang tak terduga. Inilah beberapa contohnya:

Iklan ×
  • 1848 – Kloroform:
    Sejumlah kematian misterius di Inggris terjadi akibat penggunaan kloroform sebagai anestesi dalam prosedur bedah. Tragedi meninggalnya seorang gadis 15 tahun memicu kekhawatiran besar terhadap keamanan penggunaannya.
  • 1937 – Sulfanilamida:
    Sebanyak 107 orang, termasuk 76 bayi, meninggal dunia akibat konsumsi sulfanilamida yang diformulasi dengan dietil glikol—zat beracun yang menyebabkan reaksi fatal. Peristiwa ini menegaskan pentingnya keamanan tidak hanya pada bahan aktif, tetapi juga bahan tambahan (eksipien).
  • 1961 – Talidomida:
    Obat penenang dan antiemetik ini awalnya dianggap aman setelah uji klinis dua tahun. Namun, pada 1961 muncul ribuan kasus malformasi kongenital pada bayi baru lahir dari ibu yang mengonsumsi Talidomida. Obat ini menyebabkan cacat anggota tubuh dan menjadi salah satu krisis medis terbesar abad ke-20.
Baca Juga  Daun Salam, Herbal Alam Dengan Manfaat Beragam

Lalu, Apa Solusinya?

Berdasarkan pelajaran dari berbagai tragedi tersebut, dunia mulai menerapkan sistem Farmakovigilans—suatu mekanisme penting yang memungkinkan pengawasan keamanan obat setelah beredar di pasaran. Tujuannya adalah mendeteksi secara dini efek samping yang tidak diinginkan, agar dapat ditangani secara cepat, akurat, dan aman.

Bagaimana Cara Kerja Farmakovigilans?

Farmakovigilans merupakan proses yang melibatkan berbagai tahapan penting, antara lain:

  1. Pengumpulan Data:
    Efek samping obat dikumpulkan dari laporan tenaga kesehatan, pasien, masyarakat umum, maupun produsen farmasi.
  2. Deteksi Sinyal:
    Analisis data untuk mendeteksi sinyal potensi bahaya atau efek samping yang belum diketahui sebelumnya.
  3. Penilaian Risiko:
    Menilai tingkat keparahan dan risiko dari efek samping tersebut untuk menentukan langkah selanjutnya.
  4. Tindakan Pengaturan:
    Bila risiko signifikan teridentifikasi, otoritas berwenang seperti BPOM dapat memberikan peringatan, membatasi distribusi, bahkan menarik produk dari pasaran.
Baca Juga  BERMAKSUD MENGOBATI, BERUJUNG PADA PERMASALAHAN TUNTUTAN HUKUM

Apa yang Harus Dilakukan Jika Mengalami Efek Samping Obat?

Jika Anda atau keluarga mengalami efek samping obat yang parah atau mencurigakan, segera hubungi dokter atau apoteker. Informasi dari Anda bisa menjadi bagian dari laporan farmakovigilans dan membantu melindungi pasien lainnya.

Bagaimana Cara Melaporkannya?

Tenaga kesehatan dapat melaporkan melalui:

  • Formulir Kuning BPOM
  • Aplikasi e-MESO BPOM

Masyarakat umum juga dapat melaporkan melalui:

  • Website: lapor.go.id
  • Contact Center HALOBPOM: 1-500-533
  • SMS: 0812-1-9999-533
  • WhatsApp: 0811-9181-533
  • Email: halobpom@pom.go.id
  • Media sosial resmi BPOM

Setiap laporan akan dievaluasi secara menyeluruh dan dijadikan dasar untuk menentukan apakah obat perlu ditarik, dibatasi, atau diberi label peringatan.

Farmakovigilans adalah Tanggung Jawab Bersama

Baca Juga  7 Makna Berkurban bagi Apoteker dari Sisi Kesehatan

Ingat, keamanan obat tidak berakhir saat izin edar dikeluarkan. Ia membutuhkan pengawasan berkelanjutan dan partisipasi aktif dari tenaga kesehatan, pasien, dan masyarakat umum.

Berikan kontribusi Anda dalam menciptakan sistem pengobatan yang lebih aman. Laporkan efek samping obat—karena satu laporan Anda bisa menyelamatkan banyak nyawa.

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

banner 950x90