APOTEKER memiliki peran yang sangat penting dalam sistem kesehatan, namun seringkali kontribusi apoteker dalam bentuk tulisan atau publikasi ilmiah kurang terlihat.
Meskipun banyak apoteker yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang mumpuni, ada beberapa alasan mengapa apoteker tidak menulis.
Dalam tulisan ini, kita akan membahas berbagai faktor yang mempengaruhi rendahnya tingkat publikasi tulisan di kalangan apoteker, termasuk kurangnya waktu, dukungan institusi, dan pelatihan yang tidak memadai.
Kurangnya Waktu
Salah satu alasan utama mengapa apoteker tidak meulis adalah kurangnya waktu.
Banyak apoteker yang bekerja dalam lingkungan yang sangat sibuk, baik di rumah sakit, apotek komunitas, maupun industri farmasi.
Menurut data dari Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), sekitar 70% apoteker melaporkan bahwa mereka memiliki jadwal kerja yang padat, yang sering kali membuat mereka sulit untuk menemukan waktu untuk menulis (IAI, 2021).
Sebagai contoh, apoteker yang bekerja di rumah sakit tidak hanya bertanggung jawab untuk memberikan obat, tetapi juga harus melakukan konsultasi dengan pasien dan tenaga medis lainnya.
Dengan tanggung jawab yang begitu besar, waktu untuk menulis artikel atau penelitian menjadi sangat terbatas.
Hal ini diperparah dengan tuntutan untuk terus memperbarui pengetahuan mereka tentang obat-obatan dan terapi terbaru, yang juga memakan waktu (Smith et al., 2020).
Kurangnya Dukungan Institusi
Faktor lain yang berkontribusi terhadap rendahnya publikasi di kalangan apoteker adalah kurangnya dukungan dari institusi tempat bekerja.
Banyak rumah sakit dan apotek tidak menyediakan fasilitas atau waktu yang cukup bagi apoteker untuk melakukan penelitian atau menulis.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Johnson dan rekan-rekannya menunjukkan bahwa hanya 30% apoteker yang bekerja di rumah sakit mendapatkan waktu yang dialokasikan untuk penelitian dan penulisan (Johnson et al., 2019).
Dukungan institusi juga mencakup akses terhadap sumber daya seperti jurnal ilmiah, database penelitian dan pelatihan menulis.
Tanpa akses ini, apoteker mungkin merasa terhambat untuk memulai proses penulisan.
Sebagai contoh, di beberapa daerah terpencil, apoteker mungkin tidak memiliki akses yang memadai ke internet atau perpustakaan yang menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk melakukan penelitian yang berkualitas (Brown & Green, 2021).
Kurangnya Pelatihan dalam Penulisan Ilmiah
Satu lagi faktor yang sering diabaikan adalah kurangnya pelatihan dalam penulisan ilmiah.
Banyak program pendidikan apoteker tidak memberikan penekanan yang cukup pada keterampilan menulis.
Menurut survei yang dilakukan oleh American Association of Colleges of Pharmacy (AACP), hanya 40% dari program apoteker yang memiliki kurikulum formal untuk menulis ilmiah (AACP, 2020).
Hal ini menyebabkan banyak apoteker merasa tidak percaya diri ketika harus menulis.
Sebagai contoh, seorang apoteker yang baru lulus mungkin memiliki pengetahuan yang sangat baik tentang farmakologi tetapi merasa tidak siap untuk menulis artikel ilmiah karena kurangnya pengalaman.
Tanpa pelatihan yang memadai, mereka mungkin menganggap proses menulis sebagai tugas yang menakutkan dan lebih memilih untuk menghindarinya sama sekali (Williams & Anderson, 2018).
Ketidakpastian tentang Topik dan Audiens
Banyak apoteker juga mengalami kesulitan dalam menentukan topik yang relevan untuk ditulis.
Mereka mungkin merasa bahwa topik yang dikuasai tidak cukup menarik bagi audiens yang lebih luas.
Sebuah studi oleh Lee dan rekan-rekannya menunjukkan bahwa 50% apoteker merasa bingung tentang topik apa yang seharusnya mereka tulis dan bagaimana cara menyusun tulisan yang menarik (Lee et al., 2022).
Contohnya, seorang apoteker yang memiliki pengalaman dalam pengelolaan obat untuk pasien diabetes mungkin merasa bahwa hanya sedikit orang yang tertarik pada topik tersebut.
Padahal, dengan meningkatnya prevalensi diabetes di seluruh dunia, tulisan tentang manajemen obat untuk pasien diabetes sebenarnya sangat relevan dan dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam bidang kesehatan (World Health Organization, 2021).
Kesimpulan
Meskipun apoteker memiliki pengetahuan dan keterampilan yang sangat berharga, berbagai faktor seperti kurangnya waktu, dukungan institusi, pelatihan yang tidak memadai dan ketidakpastian tentang topik dan audiens menyebabkan mereka tidak aktif dalam menulis.
Penting bagi institusi pendidikan dan tempat kerja untuk memberikan dukungan yang lebih besar kepada apoteker dalam hal penulisan ilmiah.
Dengan memberikan pelatihan yang tepat dan menciptakan lingkungan yang mendukung, kita dapat mendorong lebih banyak apoteker untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman melalui tulisan.
Pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan secara keseluruhan.***
Referensi
- American Association of Colleges of Pharmacy (AACP). (2020). “Pharmacy Education: A Study of the Current State of Pharmacy Education in the United States.”
- Brown, J., & Green, T. (2021). “Access to Resources for Pharmacists in Remote Areas.” Journal of Pharmacy Practice, 34(2), 123-130.
- Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). (2021). “Laporan Tahunan IAI 2021.”
- Johnson, M., Smith, R., & Lee, T. (2019). “Research Opportunities for Hospital Pharmacists.” American Journal of Health-System Pharmacy, 76(10), 745-752.
- Lee, H., Kim, Y., & Park, J. (2022). “Barriers to Scientific Writing Among Pharmacists.” Pharmacy Education, 22(1), 45-52.
- Smith, L., Johnson, A., & Brown, P. (2020). “Time Management in Pharmacy Practice.” Pharmacy Times, 86(5), 34-39.
- Williams, R., & Anderson, K. (2018). “The Importance of Writing Skills in Pharmacy Education.” Journal of Pharmacy Education, 82(5), 1125-1130.
- World Health Organization. (2021). “Global Report on Diabetes.”