
JAKARTA, IAINews.com – Lima Organisasi Profesi Kesehatan (OPK) yakni IDI, PDGI, IAI, IBI dan PPNI kembali mendesak DPR RI untuk menunda pembahasan RUU Kesehatan Omnibuslaw
Desakan itu disampaikan saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR RI, Rabu, 10 Mei 2023 lalu. Rapat dipimpin oleh Ketua Komisi IX DPR RI, Melkiades Laka Lena dan dihadiri sejumlah anggota panja, antara lain Edi Wuryanto dan Dewi Asmara.
Dalam RDP tersebut hadir M Adib Khumaidi (Ketua Umum PB IDI), Usman Sumantri (Ketua Umum PBPDGI), Tresnawati (Wakil Sekjen PP IAI), Ade Jubaedah (Sekjen PP IBI), dan Harif Fadhilah ( Ketua Umum DPP PPNI).
Selain lima OPK tersebut, hadir pula organisasi lain, seperti PMI, YLKI, perwakilan mahasiswa kesehatan, Komnas Pengendalian Tembakau dan beberapa organisasi lain.
Dalam presentasinya, Adib Khumaidi menyoroti begitu banyaknya organisasi kesehatan yang dimintai pendapatnya, maka sudah selayaknya bila pembahasan dilakukan tidak dalam keadaan terburu-buru.
‘’Kami minta DPR RI menggunakan waktu yang cukup untuk membahas lebih detil dan mendalam mengenai pasal demi pasal dalam RUU Kesehatan Obl ini, karena memang begitu banyak pihak yang dilibatkan dalam hal ini,’’ ungkap Adib.
Hal yang sama disampaikan oleh Usman Sumantri dan Ade Jubaedah yang menyatakan kekecewaannya, karena masukan yang telah diberikan kepada DPR RI ternyata tidak diindahkan.
Tresnawati dalam kesempatan itu menyampaikan bahwa IAI telah memberikan masukan
Tertulis dan disampaikan dalam bentuk hardcopy setebal 362 halaman, softcopy dalam flashdisk dan juga dikirim melalui email dan telah dipastikan diterima oleh Sekretariat Komisi IX DPR RI.
Dalam kesempatan itu disampaikan apresiasi kepada DPR RI atas RUU tentang Kesehatan hasil paripurna DPR yang mengakomodir keberadaan Ikatan Apoteker Indonesia yang sudah berkiprah sejak tahun 1955 sebagai organisasi profesi yang menaungi apoteker di Indonesia dalam bagian penjelasannya, sebagaimana juga organisasi profesi lain seperti IDI, PDGI, PPNI dan IBI.
Hal ini sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi RI No 88/PUU-XIII/2015 dalam Permohonan Pengujian UU No 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan terhadap UUD RI tahun 1945 yang diajukan Drs Srijanto, Amd.Farm.
Dalam salah satu bagian putusannya berbunyi ‘Pemerintah, berdasarkan ketentuan Pasal 4 UU 36/2014 bertanggungjawab antara lain terhadap pengaturan, pembinaan, pengawasan dan peningkatan mutu Tenaga Kesehatan yang dilaksanakan melalui kegiatan Sertifikasi Kompetensi dan pelaksanaan Registrasi Tenaga Kesehatan. Dengan Hanya satu wadah Organisasi Profesi untuk satu jenis Tenaga Kesehatan, akan lebih memudahkan pemerintah untuk melaksanakan Pengawasan terhadap Profesi Tenaga Kesehatan dimaksud. Hal ini dimungkinkan karena terkait Organisasi Profesi Tenaga Kesehatan diperlukan campur tangan pemerinah untuk mengontrolnya. Berbeda dengan hak-hak sipil dan politik yang cara pemenuhan hak-haknya sesedikit mungkin memerlukan campru tangan pemerintah.
‘’Disamping itu keberadaan satu wadah Organisasi Profesi juga sangat penting dalam menjaga hubungan kesejawatan se profesi,’’ ungkap Tresnawati.
Dalam kesempatan itu, Tresnawati juga menyampaikan apresiasi kepada DPR RI atas RUU tentang Kesehatan hasil Paripurna DPR yang masih memberi peran kepada OPK untuk melaksanakan tugas menjaga dan meningkatkan kompetensi anggotanya melalui pelatihan dan kegiatan lain yang mendukung kesinambungan dalam menjalankan praktik sebagaimana telah berjalan selama ini sebagai amanat UU 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan.
Dalam RUU tentang Kesehatan hasil Paripurna DPR tersebut juga memberi peran bagi OPK untuk memberikan rekomendari pengurusan Surat Ijin Praktik. Rekomendasi merupakan wujud tanggungjawab OPK dalam melakukan pembinaan dan pengawasan etika profesi serta pemenuhan hak dan kewajiban dalam menjalankan praktik oleh anggotanya.
‘’Saat ini IAI tidak lagi memiliki isu terkait pelayanan kepada anggotanya, karena sejak tahun 2020 kami telah memberikan layanan secara elektronik melalui Proram Aplikasi Sistem Informasi Apoteker (SIAp). Aplikasi ini memberikan jaminan layanan yang terstandar, terukur dan efisien, sejak dari Aceh sampai ke Papua,’’ ungkap Tresnawati.
Ikatan Apoteker Indonesia mengharapkan melalui RUU tentang Kesehatan ini agar dapat memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi apoteker dalam menjalankan praktik kefarmasian, meningkatkan kesejahteraan apoteker dan mengatasi mal distribusi apoteker, sehingga bisa memberikan pelayanan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Ikatan Apoteker Indonesia mendukung Langkah-langkah perbaikan regulasi yang diambil oleh DPR RI dan pemerintah dalam rangka peningkatan Sistem Kesehatan Nasional, melalui evaluasi perundang-undangan yang eksisting.
‘’Kompleksnya permasalah yang akan diselesaikan dengan keterbatasan waktu yang tersedia, maka mohon dipertimbangkan agar pembahasan RUU tentang Kesehatan ini tidak dilaksanakan secara terburu-buru, mengingat banyaknya aturan turunan yang juga perlu disiapkan. Untuk itu berkenan kiranya pembahasan RUU tentang Kesehatan ini tidak dipaksakan selesai dalam periode ini,’’ tutup Tresnawati.
Dalam kesempatan itu, Harif Fadhilah menyampaikan, bila pembahasan RUU Kesehatan Obl ini tidak ditunda, maka tenaga kesehatan Indonesia akan melaksanakan cuti pelayanan atau mogok kerja.***